Wisata Religi Wali Limo di Jawa Timur

Wisata Religi Wali Limo di Jawa Timur

Irma Budiarti - detikJatim
Jumat, 22 Agu 2025 19:00 WIB
Peziarah sedang berdoa. Foto Malik Ibnu Zaman.
Makam Sunan Ampel. Foto: detik
Surabaya -

Wisata religi Wali Limo di Jawa Timur menjadi salah satu tujuan ziarah terpopuler bagi umat Islam di Indonesia. Perjalanan ini mengajak peziarah menyusuri makam lima wali penyebar Islam di tanah Jawa.

Yakni Sunan Ampel di Surabaya, Sunan Giri di Gresik, Sunan Drajat di Lamongan, Sunan Bonang di Tuban, dan Sunan Maulana Malik Ibrahim di Gresik. Setiap makam memiliki sejarah, jejak dakwah, dan peninggalan budaya yang memperkaya wawasan spiritual para peziarah.

Selain menjadi sarana doa dan refleksi, wisata Wali Limo di Jatim juga menghadirkan potensi wisata budaya dan ekonomi. Sepanjang jalur ziarah, para peziarah bisa menemukan berbagai kuliner khas, suvenir, serta kesenian lokal yang turut melestarikan tradisi masyarakat sekitar.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Wisata Religi Wali Limo di Jawa Timur

Sunan Ampel, Sunan Giri, Sunan Bonang, Sunan Drajat, dan Sunan Gresik dikenal sebagai tokoh-tokoh berpengaruh dalam membangun pondasi keislaman di Jawa Timur, baik melalui pendidikan, kesenian, maupun pendekatan sosial.

ADVERTISEMENT

Lima wali yang makamnya berada di Jawa Timur ini ternyata memiliki hubungan kekerabatan yang erat. Maulana Malik Ibrahim dikenal sebagai ayah Sunan Ampel. Sunan Ampel sendiri adalah ayah dari Sunan Drajat dan Sunan Bonang.

Sementara Sunan Giri merupakan menantu Sunan Ampel sekaligus ipar Sunan Drajat dan Sunan Bonang. Hubungan keluarga ini menunjukkan betapa peran dakwah Islam di Jawa Timur dijalankan secara terpadu oleh para wali yang masih bersaudara.

Perpaduan nilai sejarah, budaya, dan spiritual menjadikan perjalanan Wali Limo tak hanya sakral, tetapi juga berkesan. Berikut wisata religi wali limo di Jatim, dilansir dari TIC Digital Nusantara Jatim dan Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Jawa Timur.

1. Sunan Gresik

Sunan Gresik atau Maulana Malik Ibrahim dikenal sebagai wali pertama yang menyebarkan agama Islam di Jawa pada masa kejayaan Majapahit. Lahir di Champa (kini Vietnam) sekitar tahun 1350-an, ia tiba di Gresik pada akhir abad ke-14 dan dikenal sebagai pedagang ulung.

Keahliannya dalam berdagang membuatnya dipercaya Raja Majapahit, sehingga ia dapat berdakwah dengan leluasa di Desa Gapura, Gresik. Di sana, ia mendirikan pesantren sebagai pusat pendidikan Islam, sebuah sistem yang kelak menjadi metode efektif dalam penyebaran agama Islam di Nusantara.

Meski upayanya mengislamkan Raja Majapahit tidak membuahkan hasil, pengaruh dakwahnya tetap terasa kuat. Sunan Gresik diyakini masih memiliki garis keturunan Nabi Muhammad SAW melalui Zainal Abidin.

Ia wafat pada 8 April 1419 M (12Rabiul Awal 822 H) dan dimakamkan di Desa GapuraWetan. Hingga kini, makamnya ramai diziarahi, dengan nisan indah berukir kaligrafi Arab yang diyakini berasal dari India karenakemiripannya dengan nisan-nisan di Aceh dan Gujarat.

Sunan Malik Ibrahim di Gresik, Jawa TimurSunan Malik Ibrahim di Gresik, Jawa Timur Foto: Imam Wahyudiyanta

2. Sunan Ampel

Sunan Ampel, yang memiliki nama asli Raden Rahmat, adalah putra Syekh Maulana Malik Ibrahim Asmoroqondi dan Dewi Candrawulan. Ia dikenal sebagai tokoh penting penyebaran Islam di Jawa dan menjadikan kawasan Ampel di Surabaya sebagai pusat dakwahnya.

Sunan Ampel merumuskan falsafah dakwah "Moh Limo", tidak mabuk, tidak berjudi, tidak berzina, tidak memakai narkoba, dan tidak mencuri,sebagai pedoman moral bagi masyarakat. Kemampuannya beradaptasi dengan budaya lokal membuat ajaran Islam dapat diterima dengan baik di tengah masyarakat Jawa.

Dikisahkan, Sunan Ampel datang ke Jawa sekitar tahun 1421 dari Campa untuk menemui bibinya yang menikah dengan Raja Majapahit Brawijaya V. Setelah menetap, ia menikah dengan putri Adipati Tuban dan memperoleh tanah di Ampel Denta Surabaya.

Di tempat inilah ia mendirikan pesantren yang menjadi pusat pendidikan Islam, sekaligus melahirkan banyak kader dakwah yang kelak berperan penting dalam penyebaran Islam di Nusantara.

Sunan Ampel wafat pada tahun 1481 (menurut sumber lain 1478), dan dimakamkan di belakang Masjid Ampel Surabaya. Hingga kini, makamnya ramai diziarahi, terutama pada malam JumatKliwon.

Makam Sunan Ampel merupakan destinasi wisata religi favorit di Surabaya. Di dalam komplek Makam Sunan Ampel ada sejumlah gapura paduraksa dijuluki 'Gapuro Limo'Makam Sunan Ampel merupakan destinasi wisata religi favorit di Surabaya. Di dalam komplek Makam Sunan Ampel ada sejumlah gapura paduraksa dijuluki 'Gapuro Limo' Foto: Faiq Azmi/Detikcom

3. Sunan Giri

Sunan Giri, yang bernama asli Muhammad Ainul Yaqin dan dikenal pula sebagai Raden Paku atau Joko Samudro, lahir di Blambangan pada 1442 M. Ia merupakan putra Maulana Ishaq dan Dewi Sekardadu, putri Raja Blambangan.

Sejak kecil, ia diasuh seorang saudagar kaya Gresik, Nyai Gede Pinatih, sebelum menuntut ilmu agama di pesantren Ampel Denta di bawah bimbingan Sunan Ampel. Bersama Sunan Bonang dan Sunan Drajat, Sunan Giri sempat menimba ilmu di Aceh yang menjadi salah satu pusat pengajaran Islam di Nusantara.

Dikenal sebagai ulama sekaligus pemimpin pemerintahan, Sunan Giri menyebarkan Islam melalui pendekatan budaya, seperti lagu dan permainan anak-anak-termasuk tembang "Lir-ilir" yang masih dikenal hingga kini.

Ia mendirikan kerajaan sekaligus pusat dakwah Giri Kedaton di Gresik, yang berpengaruh hingga kawasan Indonesia Timur, termasuk Ternate dan Tidore. Sunan Giri mengajarkan tarekat Syattariyah dengan konsep martabat tujuh.

Sunan Giri juga dikenal tegas dalam menegakkan syariat, termasuk saat menjatuhkan hukuman kepada Syekh SitiJenar atas ajaranwahdatul wujud. Wafat pada 1506 M, Sunan Giri dimakamkan di Desa Giri, KecamatanKebomas,Gresik. Makamnya kini menjadi tujuan ziarah penting bagi umat Islam dari berbagai daerah.

Giri Kedaton di gresikGiri Kedaton Gresik. Foto: Intan Puspita/detikTravel

4. Sunan Drajat

Sunan Drajat, bernama asli Raden Qasim atau dikenal pula sebagai Raden Syarifuddin dan Sunan Mayang Madu, lahir di Surabaya pada tahun 1470 sebagai putra Sunan Ampel dan Nyai Ageng Manila.

Ia menetap di Desa Drajat, Lamongan, yang kini berdekatan dengan kawasan Wisata Bahari Lamongan (WBL). Dikenal sebagai wali yang berjiwa sosial tinggi, Sunan Drajat mengajarkan ajaran moral "pepali pitu" yang sarat nilai kemanusiaan dan ketaatan kepada Tuhan.

Dalam dakwahnya, ia menekankan pentingnya membantu sesama dan menekan hawa nafsu, di antaranya melalui pesan, "Menehono teken marang wong kang wuto, menehono mangan marang wong kang luwe, menehono busana marang wong kang wuda, menehono pangiyup marang wong kang kaudanan".

Artinya, berikan tongkat bagi yang buta, makanan bagi yang lapar, pakaian bagi yang telanjang, dan tempat berteduh bagi yang kehujanan. Metode dakwah Sunan Drajat yang sederhana membuat ajarannya mudah diterima masyarakat.

Selain itu, ia juga menciptakan tembang pangkur danmocopat sebagai media dakwah budaya. SunanDrajat wafat pada 1522 dan dimakamkan di DesaDrajat, KecamatanPaciran. Hingga kini, makamnya ramai diziarahi, dan kompleks makamnya dilengkapi museum yang menyimpan berbagai peninggalan sejarah.

Salah satu ikon wisata religi di Lamongan adalah Makam Sunan Drajat. Makam salah satu Walisongo ini berada di Desa Drajat, Kecamatan Paciran.Salah satu ikon wisata religi di Lamongan adalah Makam Sunan Drajat. Makam salah satu Walisongo ini berada di Desa Drajat, Kecamatan Paciran. Foto: Eko Sudjarwo/detikcom

5. Sunan Bonang

Sunan Bonang, bernama asli Raden Makhdum Ibrahim, adalah putra Sunan Ampel dan Nyai Ageng Manila, putri Adipati Tuban. Lahir sekitar tahun 1456 di Ampel Denta, ia sejak kecil menimba ilmu agama langsung dari ayahandanya sebelum merantau ke Samudra Pasai, Aceh, bersama Sunan Drajat dan Sunan Giri.

Sunan Bonang dikenal menguasai berbagai disiplin ilmu, mulai dari fikih, ushuluddin, dan tasawuf hingga seni, sastra, arsitektur, dan ilmu bela diri. Namun, ia lebih dikenal sebagai seniman yang menjadikan kebudayaan dan kesenian-termasuk gamelan dan tembang-sebagai sarana dakwah yang efektif.

Sebagai ulama dan pendakwah, Sunan Bonang berperan penting dalam mengislamkan wilayah Tuban dan sekitarnya yang sebelumnya kental dengan pengaruh Hindu. Ia menggubah gamelan Jawa agar lebih bernuansa Islami.

Ia juga menciptakan tembang Tombo Ati yang masih populer hingga kini, dan menghasilkan karya sastra sufistik seperti Suluk Wijil. Dengan pendekatan budaya yang halus, ajarannya mudah diterima masyarakat.

Sunan Bonang wafat pada tahun 1525 dan dimakamkan di belakang Masjid Agung Tuban, KelurahanKutorejo, Kecamatan Tuban. Hingga kini, makamnya menjadi salah satu tujuan ziarah utama bagi umat Islam dari berbagai daerah di Indonesia.

Peziarah yang datang ke Makam Sunan Bonang Tuban selama Ramadan 1443 H.Peziarah yang datang ke Makam Sunan Bonang Tuban selama Ramadan 1443 H. Foto: Ainur Rofiq/detikJatim



(hil/irb)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads