Mengenal Nasionalisme dari Rumah HOS Tjokroaminoto

Mengenal Nasionalisme dari Rumah HOS Tjokroaminoto

Angely Rahma - detikJatim
Rabu, 02 Okt 2024 17:35 WIB
Museum HOS Tjokroaminoto
Museum HOS Tjokroaminoto di Surabaya. Foto: Angely Rahma
Surabaya -

Di tengah gemerlapnya modernitas Surabaya, tersembunyi sebuah rumah bersejarah yang menjadi saksi bisu perjuangan kemerdekaan Indonesia. Terletak di Jl Peneleh Gang VII No 29-31, rumah ini kini dikenal sebagai Museum HOS Tjokroaminoto, tempat di mana jejak pergerakan nasional Indonesia dihidupkan kembali.

Rumah ini dulunya kediaman Hadji Oemar Said (HOS) Tjokroaminoto, ketua salah satu organisasi pergerakan terbesar di Hindia Belanda, yaitu Sarekat Islam. Rumah ini sering menjadi tempat Tjokroaminoto mengajar dan berdiskusi dengan para aktivis muda. Meskipun rumah ini sederhana, perannya dalam pergerakan nasional tidak bisa dianggap remeh.

Museum HOS TjokroaminotoMuseum HOS Tjokroaminoto Foto: Angely Rahma

Di rumah yang tak seberapa luas ini, Tjokroaminoto tinggal bersama istri dan lima anaknya. Mereka tinggal di bagian depan rumah, sementara bagian belakang disekat menjadi sepuluh kamar kecil yang digunakan sebagai tempat kos. Di ruangan-ruangan sempit inilah tokoh-tokoh nasionalis seperti Soekarno, Alimin, Musso, Soeherman Kartowisastro, dan Semaoen tinggal sebagai anak kos.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurut Haris, pemandu Museum HOS Tjokroaminoto, museum ini sebelumnya dikelola warga sekitar dan perangkat desa. Perawatan intensif mulai dilakukan pada tahun 2016, dan diresmikan pada 27 November 2017 oleh Wali Kota Surabaya saat itu, Tri Rismaharini.

"Rumah ini dijual Pak Tjokro pada tahun 1921. Kemudian dibeli orang dan ditempati sampai tahun 1968. Saat itu, pak Soekarno yang menjadi presiden. Beliau kemudian mengambil alih rumah ini sekaligus menceritakan kenangan tinggal di sini. Akhirnya rumah ini dibeli pemkot, namun dititipkan ke warga," jelasnya pada detikJatim, Selasa (1/10/2024).

ADVERTISEMENT
Museum HOS TjokroaminotoMuseum HOS Tjokroaminoto Foto: Angely Rahma

Berdasarkan catatan di museum, rumah ini terdiri dari 10 kamar termasuk loteng, kos, dan tempat tidur keluarga Tjokroaminoto. Ruangan di dalamnya juga cenderung sempit, namun berhasil menampung 20 orang penghuni. Sangat sederhana untuk seorang pemimpin pergerakan besar di Indonesia pada masanya.

Dalam catatan, Soekarno mengenang bahwa kamarnya tidak terdapat kasur ataupun bantal. Kamar tersebut juga tidak dilengkapi jendela dan sangat gelap, sehingga lampu harus dinyalakan sepanjang hari.

Museum HOS TjokroaminotoMuseum HOS Tjokroaminoto Foto: Angely Rahma

Museum HOS Tjokroaminoto saat ini telah mengalami banyak renovasi. Ruang yang sekarang digunakan untuk memajang foto dan narasi sejarah, dulunya adalah kamar anak-anak Tjokroaminoto. Sementara itu, kamar-kamar kos yang berada di bagian belakang rumah kini sudah tidak ada.

Saat dikunjungi detikJatim, museum ini menyimpan berbagai artefak, dokumen, buku, dan foto-foto yang merekam jejak perjuangan HOS Tjokroaminoto. Salah satu daya tarik utama adalah ruang yang dahulu digunakan sebagai tempat berkumpul dan kuliah politik bagi para pemuda nasionalis bersama Tjokro. Atmosfer perjuangan melawan kolonialisme masih terasa di museum ini, membangkitkan semangat di hati setiap pengunjung.

Museum HOS TjokroaminotoMuseum HOS Tjokroaminoto Foto: Angely Rahma

Selain itu, museum ini juga memajang barang-barang peninggalan seperti gelas, lemari, kursi, dan perabotan lain yang digunakan di masa lalu. Di lantai dua, terdapat loteng yang dulunya berfungsi sebagai kamar tidur sederhana beralaskan tikar, memberikan gambaran bagaimana kehidupan penghuni kos saat itu.

Museum ini sangat direkomendasikan untuk dikunjungi karena menyimpan banyak sejarah penting bagi bangsa Indonesia. Mengunjungi tempat ini memberikan pengalaman yang menyentuh dan memperkaya pengetahuan sejarah, serta menumbuhkan rasa cinta terhadap tokoh-tokoh nasional.

Museum HOS TjokroaminotoMuseum HOS Tjokroaminoto Foto: Angely Rahma

Museum HOS Tjokroaminoto buka setiap hari kecuali Senin dari pukul 08.00 hingga 15.00 WIB. Tiket masuk juga dapat dibeli melalui situs web wisatasurabaya.go.id dengan harga Rp5.000 untuk umum dan gratis bagi pelajar.

Namun, karena lokasinya yang berada di tengah permukiman padat, lahan parkir bisa sulit ditemukan, terutama pada hari-hari ramai pengunjung. Meski demikian, museum ini menawarkan banyak spot foto yang menarik dengan nuansa heritage yang kental.

Artikel ini ditulis oleh Angely Rahma, peserta Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom.




(ihc/irb)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads