Ngabuburit Produktif Ala Emak-emak Petani Twelve's Organic di Mojokerto

Ngabuburit Produktif Ala Emak-emak Petani Twelve's Organic di Mojokerto

Enggran Eko Budianto - detikJatim
Senin, 27 Mar 2023 15:36 WIB
Kegiatan emak-emak petani organik menunggu waktu berbuka puasa
Kegiatan emak-emak petani organik menunggu waktu berbuka puasa (Foto: Enggran Eko Budianto/detikJatim)
Mojokerto -

Banyak cara dilakukan masyarakat untuk mengisi waktu luang sembari menanti waktu berbuka puasa. Salah satunya dengan kegiatan produktif, seperti yang dilakukan emak-emak petani anggota Twelve's Organic di Desa Claket, Kecamatan Pacet, Kabupaten Mojokerto.

Sore itu, Linda Arini (40) dan 2 rekannya sibuk merawat berbagai macam tanaman sayur dan buah yang tergolong istimewa. Sebab, kebun di Dusun/Desa Claket yang dikelola Twelve's Organic ini berkonsep pertanian organik.

Sembari sesekali melontarkan candaan, emak-emak warga Dusun Claket ini mencabuti tanaman wortel dari bedeng agar tak terlalu padat. Selanjutnya, tiga emak-emak itu memanen bunga pagoda, caisim atau sawi hijau, singkong dan lemon dari kebun tersebut. Masing-masing produk lantas mereka cuci bersih.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Tak lama kemudian, hujan deras disertai petir mengguyur Claket dan sekitarnya. Udara dingin menusuk kulit pun menyelimuti kebun yang letaknya di kaki Gunung Welirang tersebut. Linda dan kawan-kawan bergegas membawa hasil panen ke gubuk di tengah kebun.

"Kelompok kami bernama Madani, anggotanya 4 orang. Kami bergabung dengan Twelve's Organic sejak 2018," cetus Linda mengawali perbincangan dengan detikJatim di tengah hujan deras, Minggu (26/3/2023).

ADVERTISEMENT
Kegiatan emak-emak petani organik menunggu waktu berbuka puasaTempat emak-emak petani organik ngabuburit Foto: Enggran Eko Budianto/detikJatim

Gubuk di tengah kebun ini menjadi tempat emak-emak kelompok Madani menyetorkan hasil panen. Tiga mahasiswi magang menyortir sayur dan buah dari para petani setelah ditimbang. Selanjutnya, singkong, buah dan sayur mereka kemas rapi dengan plastik bening.

"Penghasilan kami lumayan, dibayar satu bulan sekali. Rata-rata Rp 200 ribu per orang, tergantung jenis tanaman dan intensitas panennya," terang Linda.

Itulah sekilas gambaran kesibukan para petani organik di Desa Claket untuk menanti waktu berbuka puasa. Ya, mereka memilih ngabuburit dengan melakukan kegiatan produktif. Bagi Linda dan kawan-kawan, pertanian organik tak sekadar pekerjaan, tapi juga kesenangan.

Kecintaannya terhadap pertanian organik berawal dari kegiatan Kelompok Wanita Tani (KWT) program PKK Kabupaten Mojokerto tahun 2018. Di acara itulah ia bertemu Maya Stolastika (37) dan Herwita Rosalina (35), pendiri Twelve's Organic asal Surabaya. Kedua wanita lajang itu diundang sebagai narasumber pertanian organik.

"Saat itu, kami tertarik mencari pengalaman baru. Kebetulan kami juga difasilitasi Twelve's Organic. Sehingga sudah merasa seperti keluarga," jelas Linda.

Fasilitas dari Twelve's Organic terdiri dari penyewaan lahan, benih dan sarana produksi (Saprodi). Sejak 5 tahun lalu, Madani mengelola kebun 500 meter persegi di Dusun Claket. Kelompok petani organik ini juga diajari teknik menanam, cara membuat pupuk organik, serta meracik pestisida nabati (Pesnab) dan cara penggunaannya.

Oleh sebab itu, aneka sayur, buah dan umbi-umbian yang mereka hasilkan benar-benar organik. Seperti saat ini, Linda dan kawan-kawan menanam ketela ungu dan kuning, bayam hijau dan merah, caisim dan tomat. Semua hasil panen mereka setorkan kepada Twelve's Organic sehingga tak perlu repot memasarkan sendiri.

"Kalau sayur dan umbi-umbian dihargai Rp 10 ribu per kilogram. Khusus wortel dan beetroot (buah bit) Rp 16 ribu per kilogram," ungkap Linda.

Suka duka emak-emak petani. Baca di halaman selanjutnya!

Sebagaimana petani, emak-emak Madani juga mengerjakan pekerjaan kasar. Mulai dari mencangkul tanah untuk membuat bedeng, menanam benih, membuat dan menyebarkan pupuk organik, meracik dan menyemprotkan pesnab hingga memanen.

Anggota Madani, Purwati (44) menjelaskan, pupuk organik dibuat menggunakan campuran sampah kulit bawang merah dan bawang putih, jantung dan pelepah pisang, serta cangkang telur yang sudah disangrai dan ditumbuk halus. Bahan-bahan tersebut difermentasi dengan tetes terbu dan air leri atau cucian beras.

"Proses fermentasi hanya campuran itu dibiarkan 15 hari. Namanya Pupuk Jangkep, fungsinya sama dengan pupuk NPK," jelasnya.

Kegiatan emak-emak petani organik menunggu waktu berbuka puasaKegiatan emak-emak petani organik menunggu waktu berbuka puasa Foto: Enggran Eko Budianto/detikJatim

Selain itu, kelompok Madani juga menggunakan pupuk bokasi yang mereka beli dari kelompok petani organik Swadaya yang juga di Desa Claket. Pupuk bokasi berbahan kotoran sapi dan kambing, arang sekam serta ramuan lengkap.

Untuk membasmi gulma, Purwati dan kawan-kawan melakukannya secara manual. Mereka mencabuti rumput liar yang tumbuh di sela-sela tanaman sayur, buah dan umbi-umbian. Sedangkan untuk membasmi hama, mereka menggunakan teknik khusus.

Pertama, menanam aneka bunga untuk mengalihkan perhatian hama agar tidak menyerang tanaman mereka. Kedua, meracik pesnab berbahan bawang putih, sereh, daun sirih dan daun paitan. Semua bahan tersebut ditumbuk halus, lalu direndam air selama 24 jam.

"Kami pakai pesnab kalau serangan hama tergolong parah. Kalau rutin diaplikasikan, hama akan hilang sendiri, disemprot ke tanaman 3 hari sekali," terangnya.

Pertanian organik tentu saja membutuhkan tenaga dan waktu lebih dibandingkan pertanian konvensional. Namun, bagi kelompok petani organik Madani, jerih payah sebanding dengan hasil yang mereka raup. Terlebih lagi pertanian organik ramah lingkungan karena tanpa menggunakan bahan kimia sedikit pun. Tanah yang mereka cangkul selalu gembur dan mudah menyerap air.

Di sisi lain, bukan rahasia lagi kalau pertanian konvensional merusak tanah karena penggunaan pupuk kimia. Belum lagi masalah pupuk kimia langka dan mahal yang kadang kala terjadi. Penggunaan pestisida kimia juga membuat petani sesak napas, seperti yang dialami anggota Madani.

"Menyenangkan meski panen sedikit, tapi harganya mahal, itu yang membuat kami bangga. Ke depannya kami ingin pertanian organik dikenal masyarakat luas karena ramah lingkungan," tandas Purwati.

Halaman 2 dari 2
(hil/fat)


Hide Ads