Sebuah angkringan di Pacitan bertuliskan kalimat unik, 'Sempak Suwek'. Selama ini kata 'Sempak' identik dengan pakaian dalam. Sedangkan 'Suwek' dalam Bahasa Jawa berarti robek.
Meski begitu bangunan kecil di jalur Pacitan-Solo itu tidak menjual pakaian lho. Justru di dalamnya tersedia aneka minuman dan makanan. Ternyata ada makna khusus di balik akronim itu.
"(Pencetus tulisan) Sempak Suwek itu (berasal) dari bosnya," ucap pengelola warung Jovan Trendi Pradana (33) menyebut nama Mursid sebagai pemilik usaha, Sabtu (29/1/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Meski terkesan aneh, namun gabungan dua kata itu mengandung petuah. Kepanjangan ungkapan tersebut adalah 'Selalu Kompak Sampe Tuwek (Selalu Kompak Sampai Tua)'.
Pesan itu sendiri, lanjut Jovan, ditujukan kepada siapapun. Termasuk di antaranya bagi para pelanggan yang sering nongkrong di warung tersebut.
"Jadi biar nggak terpisah. (Ditujukan) ke lingkungan sini, pelanggan," terangnya.
Nama asli warung yang terletak di Desa Mantren, Kecamatan Punung itu adalah 'Angkringan 69 Pogog Road'. Pogog sendiri merujuk pada nama tempat di mana warung berada.
![]() |
Sepintas bagian luar bangunan warung tampak biasa. Papan bulat bertuliskan Angkringan 69 Pogog Road menempel di atas pintu masuk. Sementara spanduk bertuliskan Sempak Suwek berada di sisi kanan.
Bagian depan warung tampak jelas dengan pendar sinar lampu kekuningan pada malam hari. Lampu-lampu digantung secara berderet.
Ruangan di dalam warung juga tampak terang. Sementara beragam asesoris bernuansa jadul terpampang di sekelilingnya.
Seperti dilihat detikJatim, beragam ornamen vintage tertata rapi. Di antaranya poster produk susu dan bedak bayi, juga iklan produk jamu. Semuanya bercorak 60-an.
Bahkan sebuah speaker tua berukuran 4 inch juga menjadi penghias salah satu sudut ruangan. Ada pula deretan kaset pita wayang kulit lengkap dengan alat pemutar model tape deck.
Furniture yang dipakai untuk tempat duduk pengunjung pun tak kalah antik. Meja dan kursi berbahan kayu. Model kursinya sendiri lengkung samping dengan tambahan lapisan busa tertutup kain pada bagian jok.
Jovan bilang, warung yang dikelolanya memang berkonsep kafe. Hanya saja, produk yang dijajakan maupun harganya menyesuaikan segmen pembeli masyarakat sekitar.
![]() |
"Jadi mengarah pada pasaran ekonomi masyarakat sekitar yang pas di saku," imbuh Jovan seraya menjelaskan jika nuansa klasik sengaja dibuat mengikuti hobi pemilik warung.
Dua tahun berjalan, warung tersebut tak hanya didatangi warga sekitar. Banyak pelanggan berasal dari wilayah tetangga seperti Kecamatan Donorojo. Bahkan ada pula pengguna jalan yang sengaja berhenti untuk beristirahat sambil ngopi.
Di warung tersebut pengunjung dapat memesan aneka minuman. Seperti kopi, teh, jus, dan sebagainya. Sedangkan untuk pengganjal perut tersedia beragam makan. Mulai dari mie instan rebus maupun goreng, hingga roti bakar.
"Buka jam 2 siang, kadang sampai jam 1 dini hari," terang Jovan.
Tampilan sederhana dan menu merakyat membuat pengunjung betah nongkrong di warung. Sebagian besar berusia remaja. Tak hanya ngobrol sambil menikmati kopi, mereka juga tampak asyik ngegame di smartphone.
Pengelola memang menyediakan fasilitas wifi gratis. Wajar saja sepanjang waktu buka, warung yang bersebelahan dengan pagar depan rumah hunian itu tak pernah sepi.
"Kalau menurut saya pribadi sih enak aja ya untuk tempat nongkrong. Tempatnya juga nyaman dan dekat juga dari rumah," kata Abi Purbowo (19) yang mengaku tinggal di desa setempat.
(fat/fat)