Berawal dari project tugas kuliah mahasiswa Universitas Muhamadiyah Malang (UMM), kawasan Kampung Warna-Warni, Jodipan, Kota Malang, menjelma menjadi salah satu icon wisata paling hits di Indonesia.
Adanya Kampung Warna-Warni mendorong munculnya kampung tematik lain di wilayah Kota Malang. Siapa sangka lahirnya Kampung Warna-Warni adalah dari kreatifitas 8 mahasiswa UMM jurusan Ilmu Komunikasi yang waktu itu membentuk tim GuysPro.
Berangkat dari isu lingkungan, mereka menggagas gerakan perubahan gaya hidup sehat di kawasan permukiman yang terletak di tepi Sungai Brantas tersebut. Karena kampung Jodipan dulunya terkesan kumuh lantaran banyak tumpukan sampah yang tak terangkut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dulu, kami melihat kondisi kampung ini kesannya kumuh dan ada kebiasaan membuang sampah di sungai. Akhirnya kami ingin mengubah kebiasaan itu," ujar salah satu penggagas Kampung Warna-Warni Jodipan, Salis Fitria, Rabu (20/11/2024).
![]() |
Setelah melakukan pendekatan dengan masyarakat setempat dan memaparkan tujuannya. Niat 8 mahasiswa UMM ini akhirnya bisa terwujudkan. Proses pengecatan pemukiman rumah warga mendapat dukungan dari salah satu produsen cat lokal dan komunitas mural pada Mei 2016 silam.
Warna cat yang mencolok menyita pandangan mata. Ada kuning, biru, pink, merah, hijau, dan beragam warna lainnya. Meski proses pengecatan belum selesai total, keindahan warna dan mural di setiap sudut kampung langsung menarik banyak perhatian.
Keberadaan Kampung Warna-Warni Jodipan pun viral di media sosial hingga banyak dikunjungi wisatawan. Situasi itu kemudian mengejutkan tim mahasiswa UMM. Pasalnya, gerakan ini tak dibentuk untuk menjadikan kampung wisata.
Gerakan dan ide kreatif 8 mahasiswa UMM itu menyulap kawasan kumuh di tepi sungai, justru menjadi destinasi wisata dan perhatian publik nasional bahkan internasional. Salis membeberkan, saat itu pemerintah tak banyak memberikan perhatian atas gerakan para mahasiswa yang mayoritas dari luar Kota Malang.
Pemerintah Kota Malang saat itu justru mengetahui adanya Kampung Warna-Warni Jodipan dari salah satu kepala daerah lain, yang kebetulan hadir saat acara APEKSI dihelat di Kota Malang. Hingga akhirnya ikut meresmikan Kampung Warna Warni Jodipan pada 2017 bersama Rektor UMM Prof Fauzan.
Namun kini di tengah kontestasi Pilwali Kota Malang 2024. Kampung Warna Warni Jodipan mulai dijadikan topik perbincangan. Bahkan, diklaim sebagai legacy salah satu calon Wali Kota. Hal itu pun disayangkan oleh tim mahasiswa penggagas Kampung Warna Warni Jodipan. Karena waktu itu tidak ada peran pemerintah sama sekali.
"Kami juga tidak tahu, kenapa itu diklaim (Kampung Warna Warni). Seolah dari inisiasi satu orang saja, padahal kami ingat betul prosesnya. Kami ada semua dokumentasinya. Jadi belum ada peran pemerintah di awal dulu," sesal Salis.
![]() |
Terpisah, Dosen pembimbing 8 mahasiswa UMM penggagas Kampung Warna Warni Jodipan, Jamroji, M.Comms mengungkapkan bahwa saat itu usaha mahasiswanya untuk mencari CSR dari produsen cat lokal tak berjalan dengan mudah.
"Mereka 4 kali ditolak, di pertemuan kelima baru diterima dan Akhirnya program CSR di Jodipan itu terlaksana," kata Jamroji terpisah.
Menurut Jamroji, Pemerintah Kota Malang saat itu memang tak begitu memberikan perhatian pada gerakan yang dilakukan 8 mahasiswa UMM. Namun mereka baru mengetahui adanya Kampung Warna-Warni dari Ridwan Kamil saat itu menjadi Wali Kota Bandung ketika datang ke acara APEKSI.
"Setelah viral dan dikenal banyak orang, Pemkot Malang juga belum memberi perhatian. Bahkan setahu saya, mereka baru tahu ada Kampung Warna Warni itu dari Wali Kota Bandung yang saat itu Ridwan Kamil ketika di acara APEKSI," terangnya.
Jamroji mengaku heran dengan adanya pihak-pihak yang mengklaim bahwa mereka menginisiasi Kampung Warna Warni Jodipan. Padahal dalam proses perjalanan Kampung Warna Warni Jodipan, pihak pemerintah saat itu juga sempat menegur UMM dan melarang adanya penarikan tiket pengunjung oleh warga setempat.
"Jujur ketika kampung ini sekarang menjadi bahan kampanye, gak apa-apa mengakui, tapi jangan meniadakan orang-orang yang punya ide di dalamnya," katanya.
"Tentu kami kecewa, ini kan bisa menjadi hal positif jika mereka menjadikan ini untuk menghargai pemuda. Tapi justru mengklaim, itu justru negatif jadinya," pungkasnya.
(mua/iwd)