Asal-Usul Kue Kontol Kambing Khas Malang yang Namanya Bikin Galfok

Asal-Usul Kue Kontol Kambing Khas Malang yang Namanya Bikin Galfok

Muhammad Faishal Haq - detikJatim
Rabu, 26 Nov 2025 18:30 WIB
Kontol kambing jajanan asli Malang
Kontol Kambing. Simak Jajanan Asli Malang Foto: Muhammad Aminudin/detikJatim
Malang -

Di antara deretan gorengan tradisional yang biasa dijumpai di warung-warung pinggir jalan Malang, kokam atau yang populer disebut kontol kambing selalu bikin orang salah fokus.

Bentuknya sederhana, bola-bola isi kacang hijau yang dibalur adonan tepung, lalu digoreng hingga keemasan. Meski penamaannya provokatif, jajanan ini punya penggemar setia karena rasa manis dan aroma pandan dan vanili yang khas.

Nama uniknya kerap viral di media sosial, memancing respons lucu sekaligus rasa penasaran bagaimana sebuah jajanan bisa bernama sedemikian?

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Namun, asal pasti penamaan kontol kambing ini tidak tercatat secara tertulis, tetapi ada konsensus lisan di antara pedagang dan warga bahwa nama itu lahir dari persepsi bentuknya. Berikut jejak cerita, bentuk, rasa, dan bagaimana makanan kecil ini bertahan di memori kuliner Malang.

Nama yang Bikin Geleng Kepala

Asal-usul nama kontol kambing (sering dipersingkat jadi Kokam atau Kolkam) memang bukan sebutan resmi, tidak ada dokumen tertulis yang menjelaskan siapa atau kapan pertama kali memberi nama tersebut.

ADVERTISEMENT

Berbagai wawancara lapangan dengan penjual gorengan di Malang menunjukkan jawaban yang sama, nama itu muncul dari masyarakat sendiri, kemungkinan besar karena bentuk gorengan yang dianggap mirip sepasang bola kecil yang direkatkan, sehingga muncul sebutan jenaka dengan organ kelamin kambing.

Penjual yang sudah lama berjualan mengatakan nama itu sudah dipakai sejak lama dan turun-temurun dalam percakapan pasar.

Kontol kambing jajanan asli MalangKontol kambing jajanan asli Malang Foto: Muhammad Aminudin/detikJatim

Reaksi publik di luar Malang seringkali lebih berfokus pada unsur provokasinya. Unggahan foto kokam di media sosial kerap dibagikan dengan caption tertawa atau bingung, netizen menulis komentar tentang bagaimana suasana saat memesan jajanan tersebut atau bagaimana orang tua (terutama ibunya) bereaksi bila mereka menyebut namanya di depan umum. Sisi humor dan keanehan nama inilah yang membuat kokam jadi bahan liputan dan viral berkali-kali.

Meski begitu, pelabelan nama tersebut tidak berarti kandungan bahan atau cara pembuatan berkaitan dengan kambing, semua laporan dan resep lokal menegaskan isi kokam adalah kacang hijau (atau kacang tolo) yang dihaluskan, bukan daging atau bagian kambing manapun.

Bentuk dan Rasa yang Bikin Nagih

Secara teknis, kokam adalah gorengan isi kacang hijau atau kacang tolo yang dikukus dan dihaluskan, dicampur gula dan vanili (serta kadang pandan), lalu dibentuk menjadi bola atau dua bola yang direkatkan menjadi satu.

Bola isi itu kemudian dibalut adonan tepung (sering dicampur telur agar melekat) dan digoreng hingga warna kuning kecokelatan. Hasilnya adalah kudapan yang renyah di luar, lembut dan manis di dalam.

Kontol kambing jajanan asli MalangKontol kambing jajanan asli Malang Foto: Muhammad Aminudin/detikJatim

Beberapa penjual menambahkan aroma pandan dan sedikit garam pada isian untuk memperkaya rasa, kombinasi manis-gurih itulah yang sering disebut membuat kokam bikin nagih. Karena porsi satu buah relatif kecil dan harganya murah, kokam kerap dibeli sebagai pelengkap jajanan lain sehingga cepat ludes di jajaran gorengan.

Dari sisi visual, bentuk pasangan bulat itulah yang memicu gelak tawa sekaligus rasa penasaran. Bentuknya yang khas itu jadi cerita unik yang layak dibagikan.

Jejak Sejarah dan Persebaran di Malang

Beberapa penjual yang mengungkapkan bahwa mereka sudah menjual kokam sejak kecil, tanda bahwa jajanan ini memang bagian dari warisan kuliner lokal, meski namanya tak pernah tercatat secara formal. Selain itu, ketersediaan bahan yang sederhana membuat resep ini mudah diteruskan di keluarga penjual gorengan.

Persebaran kokam relatif terpusat di Malang dan sekitarnya. Ketika menjadi viral di jagat maya, barulah orang di luar daerah penasaran dan mencari referensi atau resep, namun adaptasi nama dan penyebaran produksi komersial belum seintens kudapan tradisional lain yang sudah difabrikasi secara massal.

Artikel ini ditulis Muhammad Faishal Haq, peserta magang PRIMA Kemenag di detikcom.




(ihc/hil)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads