Hari raya Waisak tidak hanya menjadi momentum spiritual bagi umat Buddha untuk mengenang tiga peristiwa penting dalam kehidupan Siddhartha Gautama, tetapi juga menjadi waktu yang sarat makna dalam berbagai tradisi budaya, termasuk kuliner. Di balik suasana khidmat perayaan di vihara dan ritual melepas lampion, tersimpan kekayaan rasa dari beragam makanan khas yang disajikan untuk merayakan hari suci ini.
Mulai dari kudapan sederhana yang sarat filosofi hingga hidangan vegetarian yang penuh gizi, setiap sajian mencerminkan nilai-nilai kebajikan, kesederhanaan, dan rasa syukur. Tak heran, momen Waisak juga kerap dimaknai sebagai waktu untuk berbagi dan mempererat tali persaudaraan lewat makanan yang disiapkan secara sukarela oleh umat, bukan hanya untuk sesama pemeluk agama Buddha, tetapi juga bagi masyarakat umum.
Makanan Khas Waisak
Perayaan Waisak tak lengkap rasanya tanpa kehadiran aneka makanan khas yang sarat makna dan tradisi. Meskipun Waisak lebih dikenal sebagai momen spiritual dan refleksi batin, hidangan yang disajikan pada hari suci ini turut mencerminkan nilai-nilai yang dijunjung tinggi dalam ajaran Buddha, seperti kesederhanaan, kebersamaan, dan kasih sayang terhadap semua makhluk.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam suasana penuh ketenangan, umat Buddha biasanya menyiapkan makanan-terutama yang berbahan dasar nabati-sebagai bentuk penghormatan, persembahan, maupun wujud berbagi kepada sesama. Berikut beberapa jenis makanan yang kerap hadir di atas meja dalam perayaan Waisak.
1. Nasi Gemuk
Nasi Gemuk merupakan salah satu makanan tradisional khas Jambi yang paling sering disajikan saat perayaan hari Waisak. Nasi Gemuk juga dikenal sebagai nasi lemak di sejumlah daerah. Sekilas mirip nasi uduk, sajian yang satu ini memiliki berbagai macam komponen rempah.
Bahan-bahan dasar yang menjadi kunci kelezatan nasi gemuk adalah santan, daun pandan, daun jeruk, dan daun salam. Dalam sepiring nasi gemuk, biasanya sudah terdapat telur rebus, teri, bawang goreng, kacang tanah goreng, dan sambal.
![]() |
2. Kue Burgo
Kue Burgo merupakan makanan tradisional khas Palembang yang menjadi salah satu hidangan yang kerap hadir pada saat perayaan Waisak. Jangan tertipu dengan namanya yang disebut "kue", karena pada dasarnya Kue Burgo memiliki rasa yang gurih lho.
Mirip seperti otak-otak, Kue Burgo berbahan dasar tepung beras yang dikukus lalu digulung panjang-panjang. Biasanya, Kue Burgo disajikan bersama kuah santan kuning, telur rebus, hingga ikan gabus.
Baca juga: Tradisi Waisak di Jawa Timur |
3. Tempoyak
Warga Sumatra dan Kalimantan pasti sudah tidak asing dengan sajian yang satu ini. Tempoyak sendiri merupakan olahan dari fermentasi durian. Dengan aroma yang khas dan sedikit asam, tempoyak biasanya digunakan sebagai bahan tambahan untuk gulai.
Biasanya fermentasi buah durian akan dicampur dengan kuah pedas berbahan dasar cabai dan tomat segar. Tempoyak paling cocok dijadikan teman makan nasi hangat.
![]() |
4. Nasi Lesah
Beralih ke Jawa Tengah, terdapat kuliner tradisional yang biasa dihidangkan pada saat perayaan Waisak. Nasi Lesah atau nasi yang direndam dengan kuah soto kental, secara tampilan kerap disebut mirip seperti soto Betawi.
Menariknya, jika soto identik disajikan di dalam sebuah mangkuk, Nasi Lesah disajikan dalam piring. Seperti soto pada umumnya, seporsi Nasi Lesah sudah dilengkapi dengan suwiran ayam, bihun, serta potongan kubis.
![]() |
5. Mangut Beong
Mangut Beong merupakan salah satu hidangan khas asal Magelang yang sering ditemukan ketika perayaan Waisak. Mangut merupakan sebuah olahan berkuah yang identik dengan cita rasa yang pedas. Sementara itu, Beong merupakan salah satu jenis ikan endemik yang banyak ditemukan di sungai.
Bentuknya mirip seperti lele, namun lebih besar dan terdapat daging yang cukup banyak di bagian kepalanya. Apabila penasaran dengan rasanya, tidak jauh dari kawasan Candi Borobudur, detikers dapat mengunjungi Rumah Makan Sehati Selera Pedas, salah satu tempat makan legendaris yang menjajakan Mangut Beong.
(hil/irb)