Mengapa Borobudur Jadi Lokasi Puncak Perayaan Waisak?

Mengapa Borobudur Jadi Lokasi Puncak Perayaan Waisak?

Mira Rachmalia - detikJatim
Kamis, 08 Mei 2025 14:45 WIB
Perayaan Waisak di Borobudur
Sejarah Perayaan Waisak di Borobudur. Foto: Injourney
Surabaya -

Tahun ini, umat Buddha akan merayakan hari raya Waisak untuk tahun 2569 Buddhist Era. Direktur Utama Injourney, Maya Watono menyebut tahun ini ada 10.000 umat Buddha yang akan berdoa bersama di Candi Borobudur, tepatnya di kawasan Marga Utama dan lapangan Kenari.

"Perayaan Waisak tidak hanya menjadi momen spiritual, tetapi juga menjadi motor penggerak ekonomi masyarakat lokal, terutama di kawasan destinasi prioritas seperti Borobudur. Dengan demikian, Candi Borobudur bisa menjadi sustainable tourism melalui penyelenggaraan kegiatan yang berfokus pada spiritual," dalam keterangan tertulis yang dilihat detikJatim, Kamis (8/5/2025)

Detik-detik Waisak tahun ini akan jatuh pada Senin 12 Mei 2025 pukul 23.55.29 WIB, yang akan diakhiri dengan pelaksanaan pradaksina atau berjalan mengelilingi Candi Borobudur sebanyak tiga kali. Selain itu, akan dilepaskan 2.569 lampion sebagai simbol cahaya perdamaian, sebuah prosesi yang menjadi magnet wisatawan. Diprediksi lebih dari 40.000 pengunjung akan memadati area Borobudur. Lalu, mengapa Borobudur menjadi pusat perayaan Waisak? Berikut sejarahnya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sejarah Perayaan Waisak di Borobudur

Mengutip dari situs Bhagavant.com, sebuah situs web religius atau keagamaan yang berdasarkan pada ajaran agama Buddha, dimulainya perayaan Waisak di Candi Borobudur pada zaman modern tidak lepas dari keberadaan Theosofische Vereniging (Perhimpunan Masyarakat Teosofi). Organisasi ini merupakan sebuah wadah yang yang menaungi kelompok umat berkeyakinan Teosofi atau filsafat keagamaan yang berdiri pada 1875 di Amerika Serikat, kemudian bermarkas di India.

Sedangkan di Indonesia, komunitas ini muncul pertama kali di Pekalonagn pada 1881. Mereka terinspirasi ajaran agama Buddha dan mulai merayakan hari raya Waisak.

ADVERTISEMENT

Perayaan Waisak di Borobudur oleh komunitas ini dilaporkan Harian Sin Po edisi Juni 1930. Berdasarkan tulisan tersebut, momen ini merupakan pertama kalinya Waisak dirayakan di Borobudur.

Perayaan berlanjut pada tahun-tahun berikutnya. Pada 1932, perayaan Waisak di Borobudur termuat dalam majalah Moestika Dharma edisi Juni 1932. Dalam laporannya, majalah ini menyebut, sebagai puncak acara, para anggota Theosofische Vereniging cabang Hindia Belanda yang merayakan Waisak, saling bergandengan tangan satu sama lain dan melakukan pradakshina searah jarum jam mengelilingi tingkat paling atas stupa Candi Borobudur.

Laporan lebih rinci terkait perayaan Waisak termuat dalam majalah Sam Kauw Gwat Po - No 45 edisi Juni 1938. Disebutkan, perayaan ini dihadiri 150 orang yang lebih banyak dari masyarakat etnis Jawa dan sedikit dari etnis Eropa dan Tionghoa.

Sedangkan, inisiasi perayaan Waisak oleh umat Buddha tak bisa dilepaskan dari sosok Ashin Jinarakkhita. Ia adalah biksu pertama Indonesia yang tercatat membangkitkan kembali agama Buddha di Indonesia setelah 500 tahun keruntuhan agama Buddha di era Majapahit.

Pada 1953 atau dua tahun setelah kembali ke Indonesia dan mulai menyebarkan Buddhisme, Biksu Ashin Jinarakkhita menginisiasi kembali penyelenggaraan Waisak di Candi Borobudur. Kepeloporan ini membuat Candi Borobudur kembali aktif menjadi situs agama Buddha. Perayaan Waisak saat itu juga diikuti perwakilan dari Singapura, Thailand, Burma, Sri Lanka, hingga India.

Ritual Perayaan Waisak Saat Ini

Mengutip situs Kementerian Pariwisata, Waisak baru menjadi hari libur nasional sejak 19 Januari 1983 lewat keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1983. Perayaan Waisak di Candi Borobudur Magelang tak hanya menjadi perayaan umat Buddha di Indonesia, tapi juga diiukuti umat Buddha dari berbagai penjuru dunia, khususnya Asia Tenggara seperti Singapura, Malaysia, Thailand, dan Myanmar.

Prosesi perayaan Waisak diawali dengan pengambilan api dharma dan air suci. Pengambilan api dharma dilakukan di Api Abadi Mrapen, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah. Sedangkan, pengambilan air suci dilakukan di Umbul Jumprit, Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah.

Api ini melambangkan semangat untuk menerangi dan mengobarkan perbuatan baik untuk semua orang. Sementara itu, air melambangkan suatu kemurnian agar umat mampu berpikir dan berhati murni, jernih, serta tenang. Selanjutnya, keduanya dibawa masing-masing ke Candi Mendut untuk disakralkan sebagai bagian dari prosesi perayaan Waisak Borobudur.

Para biksu yang merayakan Waisak di Candi Borobudur juga telah melaksanakan Thudong, ritual perjalanan spiritual yang dilakukan bhante atau biksu dengan berjalan kaki sejauh ribuan kilometer. Hal ini dilakukan sebagai bentuk penerapan nilai-nilai kesabaran, ketekunan, dan ketabahan.

Perayaan Waisak 2025

Mengutip keterangan tertulis dari PT Aviasi Pariwisata Indonesia (Persero) atau InJourney, rangkaian acara Waisak 2025 di Candi Borobudur diselenggarakan mulai 4-12 Mei 2025. Pada Waisak tahun ini, 34 bhikkhu dari berbagai negara, dikabarkan menjalani Thudong yang sudah dimulai sejak 6 Februari 2025 dari Thailand, melintasi berbagai negara di Asia Tenggara.

Rencananya, para bhikku akan sampai di Borobudur pada 10 Mei 2025. Mereka kemudian akan beristirahat hingga perayaan Waisak pada 12 Mei 2025. Total perjalanan yang ditempuh mencapai lebih dari 2.600 km dengan penuh keteguhan hati dan dedikasi.

Sementara puncak perayaan Waisak di Candi Borobudur akan berlangsung pada 12 Mei 2025. Berbagai acara akan dilaksanakan, termasuk Detik-detik Waisak dan Festival Lampion Waisak.




(ihc/irb)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads