Suara Choirul Mahpuduah terdengar lirih saat mengenang jadi buruh pabrik pada dekade 1990-an. Saat itu, ia merupakan perwakilan buruh yang bertugas negosiasi dengan pihak perusahaan di kawasan Rungkut.
Pada tahun 1990 hingga 1993, konflik antara perusahaan dan buruh yang menuntut haknya tengah panas-panasnya. Karena tak ada titik temu, gelombang demonstrasi pun pecah. Perempuan yang karib disapa Irul itu turut turun ke jalan ambil bagian.
Demo pada zaman orde baru merupakan kegiatan yang dapat mengganggu stabilitas keamanan bahkan bisa dianggap subversif. Karena hal ini, Irul terpaksa harus berurusan dengan polisi. Ia diamankan dan selanjutnya terkena PHK dari perusahaannya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selepas dari rentetan peristiwa itu, Irul mengaku sempat melakukan gugatan ke Pengadilan Negeri Surabaya karena di-PHK sepihak perusahaan. Gugatannya rupanya menang.
Baca juga: Menilik Wisata Kampung Kue di Surabaya |
Perempuan 55 tahun itu selanjutnya aktif dalam dunia Non-govermental Organisation (NGO) atau Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Di sini, Irul aktif melakukan advokasi kepada masyarakat yang menuntut haknya.
Memasuki tahun 2005, Irul merasa prihatin dengan kenyataan warga setempat terutama ibu-ibu yang tak banyak melakukan kegiatan produktif. Tak jarang, mereka juga sering dikejar-kejar rentenir.
Melihat hal ini, ia lalu melakukan observasi dan memetakan kondisi terkini di Rungkut Lor. Ia pun berinisiatif mengajak ibu-ibu untuk menjahit pakaian. Sebab, kawasan Rungkut Lor selama ini dikenal sebagai kawasan penghasil pakaian.
Namun upaya ini tak lama, sebab tak berjalan sesuai harapan. Meski demikian, Irul tak putusa asa, ia selanjutnya mengajak warga terutama ibu-ibu membuat kue. Ini karena ia mengetahui ada beberapa warga yang membuat kue yang dijajakan.
![]() |
"Nah dari situ, kalau semua bisa membuat kue kan lebih bagus. Akhirnya Bu Irul mengomunikasikan, terus mengajak ibu-ibu ikut pelatihan," tutur Irul kepada detikJatim.
Berbeda dengan upayanya pertama, kali ini upaya Irul berhasil. Banyak dari warga terutama ibu-ibu yang tertarik membuat kue. Jumlahnya pun bertambah dari hari ke hari yang kini telah berjumlah sekitar 68 orang.
Dari sini, Irul lantas membuat komunitas Kampung Kue di lingkungannya Rungkut Lor, Gang 2 RT 04 RW 05, Kelurahan Kalirungkut, Kecamatan Rungkut, Surabaya. Tak hanya itu, setiap ada anggota baru, ia meminta agar kue yang dibuat tak sama dengan yang telah ada.
"Misalnya, ada rumah produksi lemper, rumah brownies dan rumah pastel. Jadi kita arahnya nanti spesialisasi," tutur Irul.
Meski demikian, modal pada awal-awal tak terlalu besar. Pasalnya modal untuk membangun Kampung Kue masih didasarkan pada urunan setiap anggota secara swadaya.
Nah, dari sini, Irul lantas memanfaatkan jejaringnya untuk mengenalkan Kampung Kue. Perlahan, kampung rintisannya ini mendapat perhatian dari instansi pemerintah dan perbankan.
Pada tahun 2021, BRI yang tertarik kemudian menawarkan bantuan modal. Gayung bersambut, tawaran ini diterima Kampung Kue dan selanjutnya hampir seluruh anggota Kampung Kue telah menjadi nasabah BRI. Mereka lantas memanfaatkan berbagai pinjaman modal yang ditawarkan BRI, termasuk Kredit Usaha Rakyat (KUR).
Keberhasilan Kampung Kue ini kemudian mendapat apresiasi dari pemerintah setempat. Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi akhirnya meresmikan Gang Rungkut Lor 2 sebagai Kampung Wisata Kue pada tahun 2022. Ini karena jangkauan bisnis Kampung Kue telah merambah sampai luar kota.
"Insyaallah Kampung Kue ini menjadi tempat kulakan kue. Karena kampung kue ini tak hanya melayani Surabaya, tapi juga wilayah-wilayah penunjang, seperti Gresik, Sidoarjo, sudah banyak mengambil di sini," kata Eri Cahyadi.
(abq/iwd)