Salah satu makanan khas Gresik, Lontong Roomo menjadi primadona untuk berbuka puasa. Meskipun, kudapan ini tak seperti makanan khas lainnya yang bisa dijumpai di sudut-sudut kota.
Sesuai namanya, kuliner yang menjadi primadona warga ini berasal dari Desa Roomo, Manyar, Gresik. Saat ini tidak banyak pedagang yang menjual makanan dengan olahan bumbu santan kelapa dan udang tersebut.
Makanan ini biasa dihidangkan dengan pincuk daun pisang. Lalu, penjual mengisi daun pisang dengan lontong atau nasi, sayur, dan disiram dengan bumbu bubur berwarna cokelat kemerahan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bumbu tersebut terbuat dari tepung beras, santan kelapa, tumbukan udang, cabai merah, bawang dan rempah-rempah lainnya. Lalu bumbu itu diberi taburan koya, yang terbuat dari kelapa sangrai dan remasan kerupuk. Biasanya, pembeli meminta ditambahkan sambal sesuai dengan selera.
Lontong roomo biasanya dijual pada pagi dan sore hari. Kebanyakan penjual menjajakan dagangannya dengan cara berkeliling dari kampung ke kampung. Tak heran, jika menemukan kuliner ini terbilang susah-susah gampang.
Kini, lontong roomo cukup sulit ditemui di Desa Roomo, daerah asalnya. Penjualnya bisa dihitung dengan jari. Meski demikian, para pencinta kuliner khas ini bisa menemukannya di kawasan Pasar Gresik Kota.
Lontong Roomo ini sudah ada sejak masa pemerintahan Sunan Giri. Saat itu, Gresik dijadikan pelabuhan atau persinggahan para wali.
![]() |
"Zaman dulu, lontong roomo ini disajikan sebagai menu sarapan atau makan malam. Masyarakat Gresik juga menyebutkan lontong roomo dengan istilah sego (nasi) roomo. Karena bisa dinikmati dengan nasi atau lontong. Tergantung selera penikmatnya," ujar Dewi Halimah, penjual lontong Roomo kepada detikJatim, Sleasa (18/4/2023).
Dewi mengaku sudah lama berjualan Lontong Roomo di kawasan jalan KH. Abdul Karim Kecamatan Kota Gresik. Ia memilih menetap karena sudah menjadi jujukan masyarakat. Terutama yang rindu akan kenikmatan bumbu berwarna coklat kemerahan itu.
"Saya meneruskan dari ibu, sudah 15 tahun. Alhamdulillah, tetap laku dan memiliki pelanggan setia," ujar perempuan 49 tahun itu.
Dewi mengaku, saat ini cukup susah mencari penjual lontong roomo. Bahkan, menurutnya, di Desa Roomo sendiri sudah jarang yang menjual makanan khas Gresik yang diwariskan secara turun-temurun itu.
"Terdapat beberapa perubahan komposisi lontong roomo seiring perkembangan zaman. Hal tersebut dikarenakan berbagai faktor. Mulai dari kesulitan mencari bahan baku hingga selera masyarakat," terang Dewi.
Khususnya, pada kombinasi sayur yang sulit dicari di pasaran. Misalnya daun bakau, daun alur atau sayur kucuk. Termasuk kerupuk rambak yang memiliki harga relatif tinggi.
"Diganti dengan bahan serupa. Misalnya daun singkong dan kerupuk biasa. Tidak merubah cita rasa makanan," jelasnya.
Selama Ramadhan, Dewi membuka lapaknya sejak pukul 15.00 WIB hingga menjelang isya. Selama itu, ibu tiga anak tersebut bisa menjual lebih dari lima puluh bungkus lontong roomo.
"Untuk harganya, Rp 10 ribu tiap bungkusnya. Ayo monggo dibeli," ucapnya sambil tertawa.
(hil/fat)