Jika kebetulan melintas di Situbondo, terutama Pantai Pasir Putih jangan lupa cicipi kuliner legendaris di kawasan itu yang sudah ada sejak puluhan tahun lalu. Namanya 'Sate lalak'.
Sate lalak berasal dari bahasa lokal (Madura). Lalak artinya lalat. Atau dalam bahasa Jawa berarti laler. Yaitu serangga yang biasanya hinggap di benda padat maupun lunak yang memiliki aroma kuat.
Eiits, tunggu dulu. Sate lalak yang dimaksud di sini bukan berarti sate yang berasal dari lalat lalu ditusuk dijadikan sate. Tapi cuma sekadar penyebutan warga sekitar yang memang mayoritas suku Madura.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Disebut sate lalak mungkin karena ukuran daging ayam yang dijadikan sate berukuran kecil, mirip lalat. Sehingga masyarakat setempat menyebutnya 'sate lalak'.
Cara mengolah sate lalak sama seperti lazimnya sate ayam atau kambing. Daging yang sudah dipotong kecil-kecil ditusuk menggunakan lidi atau bambu. Lantas dibakar di atas bara api hingga matang.
![]() |
Setelah matang lalu dibalur dengan bumbu kacang yang sudah dicampur kecap manis. Lalu diberi irisan lombok dan bawang merah, tergantung selera.
Sate lalat tidak dimakan menggunakan nasi. Tapi lontong atau ketupat yang juga diiris kecil. Lontong tersebut lalu disajikan di atas piring yang diberi alas daun pisang kemudian dicampur sate lalak.
Soal harga tak perlu khawatir merogoh kantong terlalu dalam. Harganya cuma Rp 15 ribu. Terdiri sepiring lontong dan 20 tusuk sate lalak. Jika belum kenyang, bisa menambah lontong dengan harga Rp 2 ribu untuk satu batang lontong.
Sate lalak merupakan kuliner legendaris di kawasan Pantai Pasir Putih, yang hingga saat ini masih eksis di kawasan obyek wisata pantai andalan Kabupaten Situbondo ini.
Konon, sate lalak sudah ada sejak puluhan tahun silam. Yakni sejak wisata pantai ini mulai dibuka dan terkenal saat ini. Zaman dulu Pasir Putih jadi jujukan bangsa Belanda untuk berlibur.
![]() |
Salah seorang pedagang sate lalak, Supat (69), warga Wringinanom, Panarukan, Situbondo, menuturkan jika ia berjualan sate lalak di Pantai Pasir Putih itu sejak hampir 50 tahun lalu. Tepatnya sekitar tahun 1975.
"Penjual sate lalak di sekitaran sini ada sekitar 40-50 orang. Tapi yang seangkatan saya tinggal 3 orang. Sudah banyak yang meninggal," terang Supat, saat berbincang dengan detikJatim di Pantai Pasir Putih, Minggu (26/2/2023).
Ia mengaku, dari zaman dulu hingga sekarang cara penyajian sate lalak tetap seperti itu. Daging ayam diiris kecil-kecil, dibakar, lantas dicampur lontong. Yang membedakan cuma harganya. Menyesuaikan dengan perkembangan zaman.
"Kalau zaman dulu dagingnya daging ayam kampung. Piringnya ya hanya dari daun pisang yang dipincuk," kata Supat.
Namun begitu, sate lalak tetap jadi favorit kuliner di kawasan tersebut. Sate lalak menjadi kudapan saat habis berenang di pantai maupun sekadar bermain air di tepi pantai. Dari anak-anak hingga orang dewasa.
(hil/fat)