Depot anggota grup lawak legendaris Srimulat Toto Asmuni atau yang lebih akrab dikenal Asmuni di Trowulan, Mojokerto pernah berjaya dengan omzet jutaan rupiah sehari pada 90-an silam. Istri Asmuni, Antina (82) yang mendirikan depot itu pada 1993 silam, serta putri tunggalnya Astria, mengenang masa kejayaan itu.
Sebelum mendirikan depot yang dinamai Warung Rujak Cingur'e Asmuni di Dusun/Desa Jatipasar, Trowulan, Mojokerto, Antina dan suaminya sukses membangun depot bernama sama di Slipi, Jakarta Barat pada 1984 silam.
Pada 1993 lalu, lokasi Depot Asmuni itu sangat strategis. Berada di jalur arteri yang selalu ramai sedangkan secara filosofis lokasi itu ada di tengah-tengah tanah kelahiran pasangan suami istri itu. Asmuni lahir di Desa/Kecamatan Diwek, Jombang sedangkan Antina lahir di Desa Brangkal, Sooko, Mojokerto.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain karena nama besar Asmuni yang terkenal sebagai pelawak pencetus ungkapan 'hil yang mustahal' dan 'tunjep poin,' lokasi depot di jalan arteri yang saat itu sangat mudah diakses juga menunjang moncernya bisnis rumah makan pasangan Asmuni-Antina itu.
Bahkan, putri tunggal Asmuni, Astria menyebutkan, pada masa 90-an sebelum krisis moneter 1998 omzetnya sempat mencapai lebih dari Rp 2 juta per hari. "Sebelum krisis moneter tahun 1998 itu, omzet Rp 2 juta per hari itu paling sedikit," kata Astria kepada detikJatim.
Antina, istri Almarhum Asmuni mengenang masa kejayaan depot itu sebagai buah kerja keras yang dia lakukan bersama suaminya. Meski, saat itu, Asmuni sedang sibuk menekuni karir lawaknya bersama Srimulat yang sedang kembali bersinar di televisi.
"Bapak (Asmuni) di Jakarta bagian mencari uang, saya di sini mengembangkan bisnis. Bapak waktu itu sudah di grup lawak Srimulat," kata Antina ketika ditemui pada kesempatan yang sama di Depot Asmuni.
Berdasarkan sejumlah sumber yang dihimpun detikJatim, pada tahun-tahun ketika depot itu baru berdiri, Srimulat yang berada di bawah kepemimpinan Jujuk kembali diterima masyarakat melalui program Aneka Ria Srimulat di salah satu stasiun televisi swasta.
Warung Rujak Cingur'e Asmuni saat itu menyajikan menu yang cukup variatif. Mulai dari rujak cingur, rawon, soto daging, gado-gado, pecel lele, krengsengan hati, krengsengan daging, ayam bumbu rujak, kare ayam, sate dan gulai kambing, nasi rames, hingga sop buntut.
"Dulu yang paling laris sop buntut, kedua rawon dan rujak cingur," kata putri tunggal Asmuni yang telah memberikan tiga cucu untuk Asmuni-Antina.
Memasuki 2000-an, depot itu pun terus meredup seiring pembangunan yang dilakukan pemerintah Kabupaten Mojokerto, termasuk dalam hal pembangunan jalan. Menurut Astria, salah satu sebabnya karena pembangunan median jalan.
"Sebelum ada median jalan, dari arah Jombang bisa langsung belok ke kanan. Lalu ada Bypass Mojokerto yang banyak pujasera, pengguna jalan berhentinya di sana dulu. Ditambah lagi sudah ada jalan tol," ungkap Astria.Adanya median jalan jalan arteri tempat Depot Asmuni berada membuat kendaraan dari arah Jombang harus berputar balik sekitar 100 meter dari warungnya. Tepatnya di depan pusat perkulakan sepatu Trowulan (PPST). Depot itu berada di sisi kiri jalan di jalur Surabaya-Jombang.
Meski begitu, di masa-masa depot itu meredup, sejumlah anggota grup lawak Srimulat masih tetap mampir ke Warung Rujak Cingur'e Asmuni bahkan setelah Asmuni meninggal pada 21 Juli 2007 silam karena salah meminum obat pereda sakit gigi serta sakit komplikasi.
Sebut saja Tukul Arwana, Tarzan, Mamiek Prakoso, Gogon, dan Bambang Gentolet. Tiga nama yang terakhir disebut juga telah meninggal antara kurun waktu 2014-2018. Sahabat-sahabat Asmuni itu masih sering mampir ke depot ketika ada pekerjaan di Jatim meski Asmuni telah tiada.
"Om Tarzan kesukaannya rawon dan mendol. Kalau pulang ke Malang mampir ke sini. Sekarang tidak pernah mampir ke sini," jelas Astria. Dia menyebutkan, terakhir kali para sahabat ayahnya itu datang ke depot tiga tahun lalu sebelum pandemi COVID-19. Pengunjung depot di Mojokerto itu pun makin sepi.
Sementara, Warung Rujak Cingur'e Asmuni di Jakarta lebih dulu gulung tikar sekitar 2006 silam. Astrai mengatakan, penyebab depot di Jakarta Barat itu gulung tikar karena pemilik bangunan terus menaikkan tarif sewa hingga Rp 35 juta per tahun hingga besar pasak daripada tiang.
(dpe/dte)