Spesies Baru Cacing Nematoda Ditemukan Tim Peneliti Universitas Brawijaya

Spesies Baru Cacing Nematoda Ditemukan Tim Peneliti Universitas Brawijaya

Muhammad Aminudin - detikJatim
Kamis, 07 Agu 2025 21:00 WIB
Temuan spesies baru cacing Nematoda oleh tim peneliti Universitas Brawijaya Malang.
Temuan spesies baru cacing Nematoda oleh tim peneliti Universitas Brawijaya Malang. (Foto: Istimewa)
Malang -

Spesies baru cacing Nematoda yang menjadi parasit sekaligus penting bagi dunia pertanian ditemukan Tim Peneliti Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya (UB). Ada 5 spesies baru yang ditemukan tim ini.

Tim penemu spesies baru Nematoda yang terdiri dari dosen Fakultas Pertanian (FP) UB dipimpin Prof. Dr. Agr. Sc. Ir. Hagus Tarno, S.P., M.P telah menemukan 5 spesies baru cacing nematoda dari genus Caenorhabditis.

Temuan spesies baru hasil penelitian Nematoda dari berbagai wilayah Indonesia itu telah dipublikasikan di jurnal ilmiah internasional bereputasi G3: Genes|Genomes|Genetics, yang diterbitkan Oxford University Press pada Juli 2025.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Temuan Spesies Baru Nematoda

Dalam penelitian ini UB bekerja sama dengan Centre National de la Recherche Scientifique (CNRS) Prancis, didukung peneliti dari Academia Sinica Taiwan, dan New York University, Amerika Serikat.

Riset yang memanfaatkan keahlian lintas disiplin mulai dari taksonomi, genetika molekuler, hingga ekologi Nematoda ini menjadi salah satu kontribusi penting Indonesia dalam riset biodiversitas Nematoda secara global.

ADVERTISEMENT

Hasil penelitian itu, 5 spesies baru yang berhasil diidentifikasi ialah Caenorhabditis Indonesiana, Caenorhabditis Malinoi, Caenorhabditis Ceno, Caenorhabditis Brawijaya, dan Caenorhabditis Ubi.

Sebagai bentuk apresiasi terhadap para peneliti UB, 2 dari 5 nama spesies baru itu diberi nama yang identik dengan Universitas Brawijaya. Yakni Caenorhabditis Brawijaya, dan Caenorhabditis Ubi.

Penamaan Caenorhabditis Brawijaya ini diambil dari nama pangeran Jawa yang jadi inspirasi nama universitas, sedangkan Caenorhabditis Ubi adalah akronim dari Universitas Brawijaya.

Bukan Sekadar Penghargaan

Prof Hagus selaku Ketua Tim Peneliti UB mengatakan pemberian nama ini bukan cuma simbol penghargaan tetapi juga strategi untuk memperkuat branding UB di dunia ilmiah internasional.

"Ini adalah cara kami memberikan penghargaan kepada UB. Kami ingin nama universitas tetap hidup dan dikenal luas di dunia ilmiah melalui penelitian biodiversitas seperti ini," ujar Hagus kepada wartawan, Kamis (7/8/2025).

Ia menambahkan bahwa pemakaian nama UB pada spesies baru akan membuat nama universitas terus muncul dalam publikasi dan basis data ilmiah internasional setiap kali spesies itu dikaji peneliti lain.

Penelitian ini dilakukan melalui serangkaian ekspedisi lapangan pada April hingga Mei 2024 di 4 pulau besar Indonesia, yakni Jawa, Bali, Lombok, dan Sulawesi Selatan.

Dari total 204 sampel yang diambil, sebanyak 58 di antaranya positif mengandung nematoda Caenorhabditis. Sampel-sampel itu dikumpulkan dari berbagai tipe habitat, baik dari hutan, kawasan agroforestri, lahan pertanian, taman kota, hingga area pegunungan dengan ketinggian beragam.

Di Jawa Timur, pengambilan sampel dilakukan di UB Forest di Malang, kawasan hutan Batu, dan lereng Gunung Bromo. Di Sulawesi Selatan, spesies baru ditemukan di kawasan Malino dan Lanna.

Sedangkan dari Lombok diperoleh sampel di wilayah Lingsar dan Setiling, serta dari Bali diambil dari daerah Sayan, Ubud, Marga, Ababi, dan Besakih.

Proses pengambilan sampel difokuskan pada bahan tanaman yang membusuk seperti bunga, buah, batang, daun, kayu, dan jamur, yang diketahui jadi habitat alami nematoda Caenorhabditis.

Temuan spesies baru cacing Nematoda oleh tim peneliti Universitas Brawijaya Malang.Temuan spesies baru cacing Nematoda oleh tim peneliti Universitas Brawijaya Malang. Foto: Istimewa)

Contohnya, C. Indonesiana ditemukan pada bunga pisang membusuk di hutan Batu, sementara C. Brawijaya ditemukan pada batang pisang (Musa) yang membusuk di lereng Bromo.

Sampel-sampel itu kemudian dibawa ke Laboratorium Fakultas Pertanian UB dan turut dianalisis di Institut de Biologie de l'École Normale Supérieure (IBENS), Paris untuk proses identifikasi dan karakterisasi lebih lanjut.

Metode identifikasi yang digunakan yakni dengan memadukan analisis morfologi dengan uji molekuler berbasis DNA. Analisis morfologi dilakukan dengan mikroskop Nomarski untuk mengamati detail struktur tubuh nematoda.

Sementara itu, analisis molekuler dilakukan dengan sekuensing DNA pada bagian ITS2 ribosomal DNA untuk membedakan spesies yang secara morfologi mirip.

Selain itu, dilakukan pula analisis RNA pada 1.861 gen ortolog tunggal untuk membangun pohon filogenetik yang menunjukkan hubungan kekerabatan antarspesies dalam kelompok Elegans (Elegans group).

Temuan Menonjol

Tak hanya berhenti pada tahap identifikasi, tim peneliti juga melakukan serangkaian uji hibridisasi atau persilangan antarspesies untuk mengetahui kompatibilitas reproduksi.

Hasilnya, ada pengecualian terhadap aturan Haldane, prinsip genetika tentang hibridisasi antarspesies bahwa jenis kelamin heterogamet (biasanya jantan) akan cenderung tidak subur atau tidak hidup.

Dalam penelitian ini, sejumlah persilangan justru menghasilkan hibrida jantan yang hidup, dan dalam beberapa kasus bahkan sebagian di antaranya tetap subur.

Salah satu temuan yang paling menonjol ada pada spesies C. Ubi asal Jawa Timur. Spesies ini terbukti mampu melakukan perkawinan silang sebagian dengan Caenorhabditis sp. 41 dari Kepulauan Solomon dan menghasilkan keturunan hibrida jantan yang fertil.

Fenomena ini sangat jarang ditemukan di dunia Nematoda dan menjadi model penelitian yang menarik untuk dipelajari. Terutama dalam hal proses spesiasi dan ketidakcocokan genetik antarspesies.

Prof Hagus menegaskan bahwa temuan ini membuktikan tingginya tingkat keanekaragaman hayati nematoda di Indonesia, khususnya di wilayah tropis.

"Hanya dengan eksplorasi di 4 pulau, kami sudah mendapatkan lima spesies baru. Bayangkan jika eksplorasi dilakukan lebih luas, potensi penemuan akan jauh lebih besar," bebernya.

Ia juga menekankan penelitian ini menjadi pintu masuk bagi studi lanjutan tentang ekologi, evolusi, dan genetika nematoda, serta membuka peluang riset terapan di bidang pertanian dan lingkungan.

Bagi UB, keberhasilan ini tidak hanya menjadi prestasi ilmiah, tetapi juga memperkuat posisi universitas di panggung riset internasional.

"Penamaan dua spesies dengan nama UB menjadi simbol bahwa kontribusi akademik dan ilmiah universitas tidak hanya diakui di tingkat nasional, tetapi juga diabadikan dalam sejarah ilmu pengetahuan dunia," pungkasnya.

Kolaborasi dengan peneliti asing memungkinkan UB mengakses teknologi mutakhir, sumber daya penelitian, dan membuka peluang pertukaran peneliti maupun mahasiswa.

"Kolaborasi internasional sangat penting untuk membangun jejaring penelitian dan memperluas peluang publikasi di jurnal bereputasi," tambah Prof Hagus.




(dpe/abq)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads