Tak hanya menyandang gelar akademik tertinggi, Almas juga mencatatkan 35 publikasi bereputasi dan aktif dalam berbagai kolaborasi internasional.
Mahasiswa doktoral yang akrab disapa Almas itu tak sekadar menyelesaikan studi doktoralnya lebih cepat, tapi juga mencatatkan prestasi luar biasa di kancah akademik nasional dan internasional.
Ia telah menghasilkan 35 publikasi, di antaranya sembilan artikel jurnal internasional Quartile 1 (Q1), tujuh artikel Q2, dua artikel Q3, serta belasan lainnya di jurnal dan konferensi bereputasi.
Keberhasilan Almas menyandang gelar doktor di usia 25 tahun dimulai saat ia mengikuti program Pendidikan Magister menuju Doktor untuk Sarjana Unggul (PMDSU) dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi RI. Program fast-track ini memungkinkan mahasiswa menempuh pendidikan magister dan doktor hanya dalam waktu empat tahun.
"Sejak awal saya mengikuti PMDSU, target saya memang bisa menyelesaikan doktoral dalam waktu yang cepat," ungkap Almas.
Tak hanya itu, ia juga menjadi penerima beasiswa Peningkatan Kualitas Publikasi Internasional (PKPI) dari Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi RI. Program tersebut menjadi tonggak penting dalam perjalanan akademiknya.
Selama menjalani studi, Almas aktif terlibat dalam 15 skema hibah riset dan pengabdian kepada masyarakat. Ia juga menjalin kolaborasi global dengan profesor ternama seperti Prof Shigemasa Takai dari Osaka University (Jepang), Prof Alberto Borghetti dari University of Bologna (Italia), dan Prof Nien-Che Yang dari National Taiwan University of Science and Technology (Taiwan).
Di program PKPI, Almas menjalani riset selama empat bulan di laboratorium Dr Ryo Nishimura, Tottori University, Jepang. Kini, ia terus memperluas jejaring riset melalui pengajuan proposal ke beberapa universitas di Luxembourg dan Uzbekistan bersama dosen pembimbingnya, Prof Dr Ir Imam Robandi MT IPU.
Salah satu topik unggulan Almas adalah soal stabilitas Sistem Tenaga Listrik (STL) berskala besar. Dalam penelitiannya, ia berhasil merumuskan konsep baru untuk meningkatkan stabilitas STL melalui pengaturan terkoordinasi Power System Stabilizer (PSS) dan Virtual Inertia Control (VIC) berbasis kecerdasan buatan.
"Konsep ini diteliti lebih efektif, skalabel, sesuai grid code, dan mendukung sistem energi berkelanjutan sesuai SDGs poin ke-7 tentang energi terjangkau dan bersih," jelasnya.
Tak hanya itu, Almas juga berhasil memodifikasi algoritma terbaru yakni Harris Hawk Optimization (HHO) dengan strategi penyimpanan memori (MSS).
"Algoritma ini terbukti memiliki akurasi dan konsistensi lebih tinggi dibanding algoritma lainnya," tambahnya.
Almas menyampaikan, capaian ini tak lepas dari suasana akademik yang intensif dan suportif di kelompok riset Power System Operation and Control (PSOC) serta Power System Simulation Laboratory (PSSL).
"Suasana di lab sangat mendukung, saya bahkan berdiskusi dengan dosen pembimbing lebih dari tiga kali dalam sepekan," tutur putra pasangan Moh Surya Prakasa dan Mariana Eka Lestari tersebut.
Selain bimbingan akademik, Almas juga mengakui peran besar Prof Imam Robandi yang memberikan pendampingan secara personal.
"Prof Imam Robandi tak hanya membimbing secara akademik, tetapi juga membangun ikatan personal yang mendorong semangat saya," ujarnya.
Lahir di Brebes, Jawa Tengah, pada 1 September 1999, Almas yang lulus S1 dalam waktu 3,5 tahun ini kini menjadi inspirasi mahasiswa lain. Ia berpesan agar mahasiswa tak ragu menempuh studi hingga jenjang doktoral.
"Menempuh pendidikan S3 bukan soal siapa yang paling pintar, tapi soal bagaimana menyusun strategi belajar," ucap lelaki berkacamata itu.
Di akhir, Almas menyampaikan harapannya untuk terus mengabdi sebagai peneliti dan dosen di ITS.
"ITS telah memberi saya ruang dan dukungan yang luar biasa. Saya ingin terus berkarya di sini," tandasnya penuh semangat.
(auh/hil)