Kejari Tanjung Perak menahan 6 tersangka dugaan kasus korupsi kolam pelabuhan. Keenamnya disebut memiliki peran masing-masing dalam melancarkan kejahatan tersebut.
Keenamnya adalah AWB selaku Regional Head PT Pelabuhan Indonesia (Persero) Regional 3 periode Oktober 2021 hingga Februari 2024, HES selaku Division Head Teknik PT Pelabuhan Indonesia (Persero) Regional 3, juga EHH selaku Senior Manager Pemeliharaan Fasilitas Pelabuhan PT Pelabuhan Indonesia (Persero) Regional 3.
Selain itu juga F selaku Direktur Utama PT Alur Pelayaran Barat Surabaya periode tahun 2020 hingga 2024, MYC selaku Direktur Komersial, Operasi, dan Teknik PT APBS Periode 2021 sampai 2024, dan DWS selaku Manager Operasi dan Teknik PT APBS Periode 2020 sampai 2024.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kepala Kejari Surabaya Darwis Burhansyah mengatakan salah satu tersangka berinisial EHY dan AWB secara bersama-sama melakukan pemeliharaan kolam pelabuhan Tanjung Perak. Menurutnya, keduanya melaksanakan tugas tanpa surat penugasan baru dari Kemenhub terkait pemeliharaan kolam.
"Tanpa adanya addendum perjanjian konsesi serta tanpa meminta kepada KSOP Utama Tanjung Perak untuk melakukan pemeliharaan kolam Pelabuhan Tanjung Perak sesuai kewajiban dalam perjanjian konsesi," kata Darwis, Kamis (27/11/2025).
Kemudian AWB, HES, dan EHY secara bersama-sama melakukan penunjukan langsung terhadap PT APBS yang menurut Darwis tidak memiliki kemampuan dan kompetensi dalam melakukan kerja keruk.
Penunjukan langsung itu dinilai sama sekali tidak memiliki kapal keruk sebagai sarana dasar dalam melakukan pekerjaan kerja keruk serta memberikan justifikasi PT APBS sebagai Perusahaan Terafiliasi PT Pelindo (Persero).
"Faktanya, PT APBS bukan merupakan perusahaan terafiliasi berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan, dimana pada akhirnya pengerukan kolam pelabuhan Tanjung Perak dikerjakan oleh PT Rukindo yang mempunyai kapal keruk dan merupakan Perusahaan Terafiliasi PT Pelindo (Persero)," ujarnya.
HES dan EHH selanjutnya disebut tengah mengkondisikan HPS/OE sedemikian rupa menjadi Rp 200.583.193.000 atau sekitar Rp 200 miliar. Sehingga, lanjut Darwis, ini memungkinkan PT APBS mengalihkan pekerjaan keruk kolam kepada PT SAI dan PT Rukindo dengan cara yakni menggunakan data tunggal dari PT SAI.
Selain itu, juga menyusun HPS/OE tidak menggunakan Konsultan, dan tidak menggunakan engineering estimated (EE), hingga dengan sengaja membuat Rencana Kerja dan Syarat (RKS) yang memungkinkan PT APBS yang tidak memiliki kapal keruk dapat menjadi calon penyedia yang 'memenuhi syarat'.
"AWB dan HES tidak melakukan monitoring terhadap pelaksanaan pekerjaan konstruksi, sehingga PT APBS mengalihkan pekerjaan pengerukan kolam pelabuhan," imbuhnya.
Darwis mengungkapkan PT Pelindo (Persero) Regional 3 melakukan pengadaan pengerjaan pengerukan kolam pelabuhan tanpa dilengkapi dokumen KKPRL atau Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut). Kemudian MYC dan DWS disebut melakukan mark up dalam penyusunan HPS/OE untuk mendekati HPS/OE yang ditetapkan oleh PT. Pelindo (Persero).
"F menyetujui HPS/OE yang telah di mark up dan menggunakannya dalam Surat Penawaran kepada PT Pelindo (Persero) Regional 3. F, MYC, dan DWS tidak melaksanakan pekerjaan pengerukan kolam pelabuhan melainkan mengalihkan pekerjaan pengerukan kolam pelabuhan Tanjung Perak kepada vendor yakni PT SAI dan PT Rukindo," tuturnya.
(dpe/abq)











































