Duduk Perkara PPPK Lempar Botol ke ASN Gresik Berujung Laporan Polisi

Duduk Perkara PPPK Lempar Botol ke ASN Gresik Berujung Laporan Polisi

Jemmi Purwodianto - detikJatim
Sabtu, 15 Nov 2025 13:40 WIB
Pegawai PPPK, Koordinator URC DPUTR yang dilaporkan melempar botol kepada ASN Pemkab Gresik
Pegawai PPPK, Koordinator URC DPUTR yang dilaporkan melempar botol kepada ASN Pemkab Gresik. Foto: Jemmi Purwodianto/detikJatim
Gresik -

Kasus dugaan penganiayaan ASN (aparatur sipil negara) kembali mencuat di lingkungan Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (DPUTR) Gresik. Seorang ASN bernama DRA (31), melaporkan SB salah satu PPPK ke polisi setelah mengaku mengalami kekerasan dari rekannya sendiri saat terjadi cekcok soal pekerjaan.

Peristiwa yang sebenarnya terjadi pada Mei 2024 itu baru dilaporkan lebih dari setahun kemudian. Usai dilaporkan polisi dan beritanya viral di media sosial, SB pun memutuskan untuk buka suara.

Ia menceritakan awal permasalahan tersebut bermula setelah dirinya melaporkan aksi pencurian grill tangkapan air. SB dan rekan-rekan URC berhasil mengamankan pelaku pencurian itu dan menyerahkan ke Polres Gresik.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Karena saya saat itu merasa ini aset pemerintah, jadi saya dan teman-teman menyanggong pelaku. Setelah tertangkap, saya serahkan ke Polres Gresik," kata SB kepada detikJatim, Sabtu (15/11/2025).

SB menambahkan, sehari setelah menyerahkan ke polisi, Polres Gresik meminta kelengkapan berkas. Jika tidak bisa melengkapi, polisi tidak bisa menahan pelaku karena tidak cukup bukti.

ADVERTISEMENT

"Setelah itu, besoknya saya minta tolong minta berkas ke DRA. Ternyata dia malah marah-marah dan maki saya," kata SB.

"'Koen iku sopo ngongkon-ngongkon aku, kabid e ae gak wani ngongkon aku (Kamu itu siapa nyuruh-nyuruh aku, kabid saja nggak berani nyuruh aku)', sambil ngedumel nggak jelas seperti itu. Apa karena saya saat itu pegawai honorer, jadi dia bisa ngomong kayak gitu," lanjut SB menirukan perkataan DRA saat itu.

Karena perkataan DRA itu, SB pun emosi hingga mengambil botol air mineral yang berada di mejanya. Dengan spontan, SB melempar botol tersebut ke arah DRA.

"Saat itu setahu saya tidak kena mukanya langsung, tapi dia menghindar, terus nabrak rak atau pigora gitu, yang membuat hidungnya berdarah," terangnya.

Menurut SB, botol yang ia lempar sebenarnya tidak mengenai wajah DRA secara langsung. Saat kejadian, ia berada di belakang DRA dan terhalang sekat rak.

"Botol yang saya lempar kayaknya tidak kena mukanya langsung karena saya lemparnya dari samping. Lemparan spontan botol air mineral 600 mililiter itu pun belum tentu kena, karena posisi saya tidak saling berhadapan," pungkasnya.

Meski demikian, SB mengaku bersalah dan meminta maaf keesokan harinya kepada DRA. Ia sempat mendatangi DRA ke rumah sakit yang saat itu mendapat perawatan.

"Saat itu, saya mendatanginya dan meminta maaf. Kami berdua saling memaafkan dan merasa bersalah waktu itu," jelasnya.

Setelah mendapat perawatan, keduanya melakukan mediasi yang ditengahi pihak terkait. Bahkan, pelapor juga diberikan uang pengobatan sebesar Rp 10 juta melalui atasannya.

"Namun, uang Rp 10 juta itu dikembalikan pada Mei 2025, dikembalikan lagi melalui staf lainnya. Setelah mengembalikan uang itu, kemudian dia laporkan saya ke polisi," beber SB.

Sementara itu, DRA mengatakan dirinya telah mengadukan SB ke polisi usai mengalami kekerasan fisik pada 17 Mei 2024. Saat itu, keduanya terlibat cekcok gegara suatu urusan pekerjaan.

"Saya mendapat tugas untuk mengerjakan data. Namun, saya meminta waktu, mengingat harus menyiapkan data," kata DRA.

DRA menambahkan, setelah berselang satu hari, SB kembali menagih data tersebut. Sayangnya, keduanya terlibat cekcok adu mulut dan membuat SB emosi.

"Dilempar botol air mineral tepat di wajah saya, hingga membuat hidung berdarah dan patah tulang," bebernya.

Warga asal Menganti itu berusaha memaklumi hal tersebut atas dasar kesalahpahaman. Sebagai jalan keluar, dia pun mengajukan permohonan mutasi pegawai pasca-peristiwa terjadi.

"Namun, sampai sekarang juga tidak ada tindak lanjutnya. Terlapor juga tidak mendapat sanksi, padahal saat itu berstatus sebagai honorer," pungkasnya.




(irb/hil)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads