Ortu Korban Bully di Ponpes Lamongan Lapor Polisi, Harap Pelaku Dikeluarkan

Ortu Korban Bully di Ponpes Lamongan Lapor Polisi, Harap Pelaku Dikeluarkan

Esti Widiyana - detikJatim
Selasa, 04 Nov 2025 17:45 WIB
Unrecognizable teenager boy crying desperate for bullying with mobile lying on the floor in foreground. Selective focus on mobile in foreground
Ilustrasi bullying/Foto: Getty Images/iStockphoto/doble-d
Surabaya -

Kasus perundungan hingga pemukulan terjadi di salah satu pondok pesantren (ponpes) di Lamongan. Korbannya, FAR (14) asal Wonorejo, Surabaya, mengalami luka cukup parah hingga trauma untuk kembali mondok. Orang tua korban pun melapor ke Polres Lamongan.

Sejak awal masuk kelas 7 atau baru dua bulan mondok pada 2024, FAR sudah menjadi korban perundungan oleh teman sekamarnya, RR (14). Korban di-bully secara verbal dan nonverbal, bahkan barang miliknya kerap diambil tanpa izin.

Puncaknya terjadi pada 7 Oktober 2025. Saat itu, FAR melihat bajunya yang hilang berada di jemuran RR. Ia menegur pelaku di kamar dan menanyakan soal bajunya yang sering hilang.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Bukannya meminta maaf, RR justru mengelak, mengolok-olok, hingga terlibat adu mulut dengan korban. Perkelahian pun terjadi sekitar tiga menit. Di menit terakhir, seorang santri berinisial AA (14) ikut menendang korban sebelum akhirnya dilerai oleh santri lain.

ADVERTISEMENT

Keesokan harinya, 8 Oktober, orang tua FAR menjemput anaknya. Melihat kondisi anak yang penuh luka lebam, mereka melapor ke Polres Lamongan pada 9 Oktober.

"Anak saya sering di-bully sampai dengan 7 Oktober (puncaknya). Pemicunya anaknya itu memang tukang bully, teman-temannya, juga anak saya itu banyak korban-korban lainnya. (FAR di-bully) Cemen, banci, diolok-olokan gitu. Tiap bulan tuh sakit anak saya," cerita Winda Nurjanah (32), ibu FAR, di rumahnya Surabaya, Selasa (4/11/2025).

Winda mengaku sempat mengadukan kasus perundungan itu ke pihak ponpes sejak awal. Ia masih berharap pesantren menindak tegas pelaku.

"Tapi kok malah kejadian kayak gini. (Waktu 7 Oktober) Tahunya saya dikabari anak saya tanggal 8 Oktober, minta pulang soalnya sakit panas. Jam 9 malam sampai sana, kaget, hancur sudah. Kok anak saya bisa lebam semua kayak gini. Salah apa kok separah ini? Siapa yang melakukan? Ternyata anak itu lagi (RR)," katanya.

Ia menuturkan, perkelahian terjadi karena FAR memprotes baju dan barangnya yang kerap diambil RR. "Anak saya enggak niat berantem, enggak niat berkelahi. Anak saya hanya tanya, 'Ini bajuku kenapa kamu ambilin terus?' Sering kan dikerjain gitu. Malah (RR) nantang, ngolok-ngolok yang banci, kamu itu takut, enggak sengaja. Padahal memang ada video CCTV-nya juga kalau memang dia ngambil," jelasnya.

Winda mengaku sempat mengirim pesan di grup WhatsApp wali santri terkait kasus bully tersebut. Ternyata, banyak orang tua lain yang juga mengaku anaknya menjadi korban RR.

"Padahal sudah banyak korban dari 2024. Ada yang dipukul dadanya, ditendang-tendang kepalanya, badannya sama si RR ini. Banyak itu orang tuanya itu di grup wali santri itu ngomong semua. Cuman ibunya (RR) klarifikasi di grup ini enggak ada masalah sama anaknya. Kalau ada masalah pun pasti dipanggil, enggak ada," ujarnya.

Akibat insiden itu, FAR mengalami sakit kepala, benjolan di kepala, mata merah, serta lebam di wajah dan leher karena dipiting. Winda mengaku tak bermasalah dengan pihak ponpes, namun kecewa karena pelaku belum dikeluarkan dari pesantren.

"Kenapa kok sampai seperti ini tidak ada ketegasan. Tidak ada dikeluarkan dari pondok, karena kan banyak teman-temannya juga mengalami korban. (Sampai) saya laporkan RR ke polisi (tanggal 9 Oktober)," tegasnya.

Ia menuturkan, saat menghubungi orang tua RR pada 9 Oktober, pihak pelaku justru menuduh FAR yang menyerang terlebih dahulu. Mereka bahkan mempersilakan kasus dibawa ke jalur hukum, hingga akhirnya laporan resmi dibuat.

Hari ini, orang tua FAR dipanggil Polres Lamongan untuk proses mediasi dengan pihak terlapor. Sejak kejadian, keluarga fokus memulihkan kesehatan FAR. "Dibolehkan (ponpes agar FAR keluar). Saya mengundurkan diri. Sedangkan pelakunya masih di sana," ujarnya.

Winda berusaha menguatkan anaknya yang kini tak mau lagi mondok. "Memang keinginannya sejak SD mondok, jadi ustad. Sekarang dia nggak mau mondok lagi. Ada jalan lain menjadi ustad selain mondok," pungkasnya.

Kini, FAR sudah kembali bersekolah di salah satu SMP Islam di Surabaya untuk melanjutkan kelas 8.




(esw/hil)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads