Kata Pakar Soal Sidang Terbuka Perkara Pembunuhan-Pemerkosaan Siswi MI

Kata Pakar Soal Sidang Terbuka Perkara Pembunuhan-Pemerkosaan Siswi MI

Eka Rimawati - detikJatim
Rabu, 15 Okt 2025 18:45 WIB
Pengadilan Negeri Banyuwangi
Pengadilan Negeri Banyuwangi (Foto: Eka Rimawati/detikJatim)
Banyuwangi -

Orang tua terdakwa anak berhahadapan dengan hukum (ABH) meminta sidang perkara pembunuhan dan pemerkosaan siswi SD di Banyuwangi digelar terbuka. Pengamat hukum buka suara soal permintaan itu.

Pengamat hukum Fakultas Hukum Universitas Jember Nurul Ghufron mengatakan selama ini kasus asusila apalagi yang melibatkan terdakwa yang masih anak selalu dilakukan tertutup.

Ghufron menyebut, Prinsip pengadilan Anak adalah tertutup hal itu demi dan untuk tujuan melindungi kepentingan anak. Namun, ada kemungkinan sidang dibuka untuk umum tetap ada meskipun prinsipnya tertutup.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ghufron lantas menyinggung UU Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA) Pasal 21 memberikan pengecualian yang sangat ketat.

ADVERTISEMENT

"Dalam hal diperlukan untuk kepentingan umum dan untuk kepentingan anak, hakim dapat memutuskan sidang terbuka untuk umum setelah mendengarkan pendapat anak, orang tua/Wali, dan pembimbing Kemasyarakatan," kata Ghufron, Rabu (15/10/2025).

"Jadi, jika demi kepentingan lebih besar maka pengadilan dapat dibuka, tetapi dengan syarat yang sangat berat," tambahnya.

Beberapa syarat tersebut diantaranya, Harus untuk Kepentingan Umum. Misalnya, kasus tersebut telah menimbulkan keresahan di masyarakat yang sangat luas, dan keterbukaan diperlukan untuk menciptakan kepercayaan publik terhadap proses peradilan.

Namun, menurut Ghufron, interpretasi kepentingan umum ini sangat sempit dan harus dipertimbangkan dengan hati-hati. Selanjutnya Harus untuk kepentingan anak itu sendiri.

Ini adalah syarat yang paling krusial dimana harus dibuktikan bahwa sidang terbuka justru akan menguntungkan si anak. Misalnya, jika anak merasa bahwa dengan sidang terbuka, ia bisa membersihkan namanya di depan publik.

"Namun, argumen ini sangat jarang dan berisiko tinggi," ujar Ghufron.

Sidang terbuka juga harus dengan persetujuan di mana hakim wajib mendengarkan dan mempertimbangkan pendapat dari anak yang bersangkutan, orang tua atau Wali anak dan pembimbing Kemasyarakatan (BAPAS).

Lebih lanjut Ghufron menjelaskan, meski dengan syarat-syarat khusus. Bukan tidak mungkin sidang digelar terbuka untuk umum. Ini agar meluluskan permintaan orang tua terduga pelaku yang meminta sidang digelar terbuka.

Dari seluruh proses tersebut, Ghufron menjelaskan bahwasanya seluruh pihak harus siap dengan setiap resiko yang akan terjadi dengan sidang terbuka.

Berkaca pada kasus siswi MI korban pembunuhan dan perkosaan di Banyuwangi, ia menerangkan keragu raguan orang tua terduga pelaku sepatutnya dapat dipatahkan dengan minimal 2 alat bukti yang ditunjukkan meski dalam keterbatasan lantaran disebutkan Tempat Kejadian Perkara (TKP) telah rusak saat penyelidikan berlangsung.

"TKP rusak atau apapun alasannya itu tantangan bagi penegak hukum dan tidak mengurangi kewajiban nya untuk menampilkan 2 alat bukti yang cukup. Sebaliknya jika penegak hukum tidak mampu mengumpulkan 2 alat bukti yang cukup tentang siapa pelaku maka tidak boleh men tersangka kan seseorang," pungkas Ghufron.




(auh/abq)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads