Akal Bulus Soendari 11 Tahun Lalu Jual Aset Pemkot Surabaya Rp 2,1 M

Round Up

Akal Bulus Soendari 11 Tahun Lalu Jual Aset Pemkot Surabaya Rp 2,1 M

Denza Perdana - detikJatim
Senin, 29 Sep 2025 07:02 WIB
Soendari, DPO kasus korupsi aaset Pemkot Surbaya saat ditangkap petugas Kejari di Blitar
Soendari, DPO kasus korupsi aset Pemkot Surbaya saat ditangkap petugas Kejari di Blitar. (Foto: Dok. Istimewa/Kejari Surabaya)
Surabaya -

Buron 11 tahun kasus korupsi penjualan aset Pemkot Surabaya, Soendari (56) baru bisa ditangkap tahun ini usai menjual bangunan dan lahan yang bukan miliknya senilai Rp 2,1 miliar pada 2014. Dengan akal bulusnya dia berhasil mengelabui Pemkot Surabaya hingga berhasil menjual bangunan bekas Kelurahan Rangka itu.

Soendari yang melihat peluang mengajukan dokumen peta bidang tanah ke Badan Pertanahan Nasional. Padahal, dia menyadari bahwa lahan dan bangunan itu bukan miliknya. Yang lebih mengherankan lagi, Pemkot Surabaya sempat menawarkan ganti rugi kepada Soendari atas lahan tersebut tapi ditolak. Berikut ini kronologinya.

Akal Bulus Soendari Jual Aset Pemkot Surabaya Rp 2,1 Miliar

Ajukan Peta Bidang Tanah ke BPN

Semua bermula ketika Soendari yang entah bagaimana menguasai dan menempati lahan dan bangunan milik Pemkot Surabaya yang tidak terpakai seluas 537 meter persegi di Jalan Kenjeran Nomor 254 tersebut.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Berdasarkan Besluit 4276, lahan yang dikuasai dan ditempati Soendari merupakan bekas Kantor Kelurahan Rangkah yang sudah tak difungsikan lagi dan merupakan milik Pemkot Surabaya sejak 1926.

Setelah beberapa lama menempati bangunan dan lahan itu, 2003 Soendari mengajukan pembuatan peta bidang atas tanah ke BPN meski dirinya sadar tidak memiliki bukti kepemilikan yang sah.

ADVERTISEMENT

Peta bidang tanah merupakan dokumen yang menjadi dasar penting untuk proses penerbitan sertifikat hak atas tanah yang diterbitkan oleh BPN. Dokumen itu menyediakan data spasial yang akurat dan menjadi acuan formal soal kepemilikan dan mencegah tumpang tindih batas tanah.

Proyek Pelebaran Akses Suramadu

Pada 2004, Pemkot Surabaya bermaksud melebarkan akses untuk mengembangkan Jembatan Suramadu. Lahan dan bangunan milik Pemkot Surabaya yang ditempati Soendari terkena dampak.

Namun karena Soendari yang seolah memiliki bukti kepemilikan menunjukkan peta bidang atas tanah, Pemkot Surabaya menawarkan ganti rugi bangunan Rp 116 juta. Soendari kembali menjalankan akal bulusnya. Dia menolak mentah-mentah tawaran ganti rugi itu.

Soendari justru melayangkan gugatan ke pengadilan terhadap Pemkot Surabaya atas dampak dari proyek pengembangan akses ke Jembatan Suramadu. Entah bagaimana gugatan Soendari diterima pengadilan.

Gugatan ini justru semakin menguntungkan perempuan asal Rangkah, Tambaksari, Surabaya itu. Soendari semakin memiliki nilai tawar atas tanah dan bangunan yang bukan miliknya.

Menjual Aset Milik Pemkot Surabaya

Dengan berbagai langkah yang telah dia tempuh, Soendari yang semakin mantap dianggap sebagai pemilik sah lahan dan bangunan bekas Kantor Kelurahan Rangkah itu. Hingga ia memiliki nilai tawar untuk menjualnya kepada orang lain pada 2014.

Soendari menjual lahan itu kepada orang lain bernama Indra Permata Kusuma dengan nilai lebih dari Rp 2,1 miliar. Dalam artian, dia telah meraup keuntungan dari lahan dan bangunan yang bukan merupakan miliknya.

Selanjutnya, Soendari kabur dan menetap di Desa Papungan, Kecamatan Kanigoro, Kabupaten Blitar. Dia melanjutkan hidupnya dan menikmati uang hasil penjualan aset milik Pemkot Surabaya itu di sana.

Lambat laun akal bulus Soendari terendus. Dia diperkarakan hingga dinyatakan telah merugikan keuangan negara dan dinilai melanggar Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke I KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Dalam sidang tuntutannya, Jumat 27 Juli 2018, jaksa menuntut Soendari dengan hukuman 5 tahun pidana penjara dan denda Rp 200 juta subsidair 6 bulan kurungan. Namun, pada sidang putusan pada Kamis, 30 Agustus 2018, majelis hakim PN Tipikor Surabaya yang dipimpin Agus Hamzah dan dua anggotanya Sangadi dan Bagus Handoko menjatuhkan vonis bebas.

Pada Senin, 17 Juni 2019 Mahkamah Agung (MA) menjatuhkan putusan kasasi terhadap Soendari dengan hukuman 4 tahun penjara dan denda Rp 200 juta dan pidana denda jika tak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan.

Putusan Hakim MA itu diketuai Dr. Suhadi SH. MH, Prof. Dr. Krisna Harahap SH. MH serta hakim ad hoc Prof. Dr. Abdul Latief SH. MH tersebut mengabulkan kasasi JPU pada perkara nomor 87/Pid.Sus/TPK/2018/PN.Sby.

Soendari Akirnya Ditangkap

Atas putusan MA itu, Kejari Surabaya kemudian memburu terpidana Soendari. Ia ditangkap pada Senin (22/5) sekitar pukul 11.15 WIB di Desa Papungan, Kecamatan Kanigoro, Kabupaten Blitar. Saat itu Soendari melakukan perlawanan dengan berusaha melepas pakaiannya dan berteriak menolak ditangkap.

Namun petugas gabungan kejaksaan tetap menangkapnya dan dibawa ke rutan Kejari Blitar. Di sana Soendari dijebloskan ke Lapas Surabaya di Porong, Sidoarjo untuk menjalani hukuman atas apa yang telah dia lakukan.

Kepala Kejaksaan Negeri Surabaya, Ajie Prasetya mengatakan, Soendari ditangkap tim Satgas Satuan Tugas Intelijen Reformasi dan Inovasi Kejaksaan Agung RI (SIRI). Satgas ini terdiri dari Kejari Kota Blitar dan Kejari Surabaya.

"Soendari merupakan terpidana dalam perkara korupsi aset Pemkot Surabaya di Jalan Kenjeran Nomor 254. Ia telah lama masuk dalam DPO dan terus berupaya menghindari proses hukum," kata Ajie Prasetya dalam keterangannya, Jumat (27/9/2025).

Simak Video 'Sindikat Pembobol Bank Rp 204 Miliar Mengaku Satgas Perampasan Aset':
(dpe/abq)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads