Satreskrim Polresta Sidoarjo berhasil membongkar praktik penyebaran konten asusila melalui media sosial yang dilakukan oleh jaringan komunitas sesama jenis di Kabupaten Sidoarjo. Tiga orang pelaku diamankan dalam kasus ini, salah satunya adalah admin grup Facebook "Cowok Manly Sidoarjo".
Kapolresta Sidoarjo Kombes Christian Tobing menyampaikan bahwa pengungkapan ini bermula dari laporan masyarakat dan pemberitaan di media sosial soal grup gay virtual yang aktif menyebar konten tidak senonoh sesama jenis secara terbuka.
"Kami menindaklanjuti informasi dari media sosial dan pemberitaan soal grup medsos yang menyebarkan konten asusila. Setelah dilakukan penyelidikan, tim berhasil mengamankan 3 pelaku yang terlibat aktif," kata Tobing dalam konferensi pers di Mapolresta Sidoarjo, Senin (11/8/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Salah satu pelaku yang diamankan adalah AY (22), warga Nganjuk yang memakai nama akun Facebook "Vinna Inces". AY diketahui membuat unggahan di grup komunitas "Cowok Manly Sidoarjo" dengan konten berbau seksual lengkap dengan mencantumkan nomor ponselnya.
"Unggahan itu berisi ajakan 'ngemot' yang merupakan istilah seksual. Lokasi disebutkan di Taman Pasar Wage. Ini jelas melanggar kesusilaan," tambah Tobing.
Dalam pemeriksaan, AY mengakui unggahan itu dibuat untuk mencari kenalan sesama jenis dan kerap melakukan hubungan seksual 2-3 kali dalam seminggu. Ia juga diketahui menyimpan video porno di ponsel pribadinya.
Selain AY, ada 2 pelaku lain yang diamankan yakni RM (22), warga Jombang, yang merupakan penghubung AY ke grup itu dan memiliki 17 grup WhatsApp komunitas LGBT lainnya.
Selain itu ada SM (32), warga Jember yang berperan sebagai admin grup dan juga membuka jasa pijat alat vital. Ia bahkan mengaku pernah melakukan hubungan seksual sesama jenis dengan pelanggannya.
Dari para pelaku, polisi menyita sejumlah barang bukti, 2 unit handphone (milik AY dan RM), tangkapan layar kiriman percakapan maupun video dalam grup WhatsApp terkait aktivitas asusila.
Kapolresta menegaskan bahwa tindakan ini tidak sekadar menyasar orientasi seksual, namun lebih kepada pelanggaran hukum dalam bentuk penyebaran konten pornografi dan tindakan asusila melalui media elektronik.
"Ini bukan soal pilihan pribadi, tapi soal pelanggaran hukum. Penyebaran konten berbau pornografi melalui media sosial memiliki konsekuensi hukum serius," tegasnya.
Para pelaku dijerat dengan, Pasal 45 ayat (1) Jo Pasal 27 ayat (2) UU No. 1 Tahun 2024 tentang ITE. Pasal 29 dan/atau 30 UU No. 44 Tahun 2008 tentang Pornografi. Ancaman hukumannya maksimal 6 tahun penjara dan/atau denda hingga Rp1 miliar.
"Kami mengimbau masyarakat untuk lebih bijak menggunakan media sosial dan tidak menyalahgunakan platform digital untuk menyebarkan konten melanggar hukum. Apabila ada konten-konten yang menyalahi hukum untuk segera melaporkan kepada kami," pungkasnya.
(dpe/abq)