Kepolisian Daerah Jawa Timur bersama Polresta Sidoarjo menggerebek gudang beras oplosan di Desa Keper, Kecamatan Krembung, Sidoarjo, Senin (4/8/2025). Dalam penggerebekan tersebut, polisi menangkap seorang pelaku berinisial LH (34) yang diduga menjalankan praktik pencampuran beras premium dengan beras medium selama lebih dari dua tahun.
Kapolda Jawa Timur Irjen Nanang Avianto menjelaskan, modus operandi pelaku adalah mencampur 1 kilogram beras premium merek pandan wangi dengan 10 kilogram beras medium, lalu mengemasnya kembali dengan label beras premium. Dalam sehari, pelaku mampu memproduksi sekitar 12 hingga 14 ton beras oplosan yang kemudian diedarkan di wilayah Sidoarjo dan Pasuruan.
"Ini tidak boleh berkelanjutan dan harus kita hentikan agar masyarakat mendapatkan produk beras berkualitas. Kami akan terus melakukan pengawasan dengan patroli dan sidak rutin ke pasar serta distribusi besar beras bersama instansi terkait," kata Irjen Nanang saat konferensi pers di Desa Keper Krembung Sidoarjo, Senin (4/8/2025)
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia menerangkan, pihak kepolisian bersama Disperindag Jawa Timur juga akan memverifikasi dan memetakan pabrik-pabrik pengolah beras agar tidak ada praktik serupa.
"Kami mengimbau masyarakat untuk lebih cermat dalam memilih beras, khususnya memastikan keaslian label Standar Nasional Indonesia (SNI)," ujarnya.
Ia menambahkan Polisi telah menjerat pelaku dengan sejumlah pasal, antara lain Undang-Undang Perlindungan Konsumen dan Undang-Undang Standarisasi Barang, dengan ancaman hukuman penjara hingga 8 tahun serta denda miliaran rupiah. Penyidikan masih terus berlangsung untuk mengungkap jaringan pemasok dan distribusi beras oplosan di Jawa Timur.
"Pelaku akan dijerat pasal yang di langgar menggunakan UU perlindungan konsumen pasal 8 tahun 1999 pasal 62 juncto pasal 8 ayat (1a ) dalam hukum pidananya paling lama 5 tahun dan denda paling banyak 2 M kemudian UU yang kedua adalah UU no 18 tahun 2012 pasal 144 juncto 100 ayat 2 yang ancamannya paling lama 3 tahun dan dendanya paling banyak 6 M dan kemudian yang ketiga UU standartitasi dengan kesusaian no 20 tahun 2014 pasal 68 juncto pasal 26 ayat 1 dimana ancamannya paling lama 8 tahun dan denda paling banyak 7.5 M kemudian tindak lanjut dari Polda Jawa Timur," imbuh Nanang
Kapolresta Sidoarjo Kombes Christian Tobing menyatakan, dari hasil pemeriksaan sementara, kerugian akibat praktik pengoplosan ini mencapai Rp 13 miliar selama 2 tahun 4 bulan. Barang bukti yang disita berupa beras sebanyak 12,5 ton, termasuk beras kemasan 25 kg, 5 kg, bahan baku beras pecah kulit, beras pandan wangi, serta alat produksi seperti mesin pres, timbangan, dan kendaraan.
"Kami masih melakukan pendalaman terkait jaringan distribusi beras oplosan ini, terutama di wilayah Sidoarjo dan Pasuruan. Penarikan beras oplosan yang sudah beredar juga terus kami lakukan," jelas Tobing.
Sementara itu, Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Jawa Timur, Dr. Iwan, S., menyampaikan hasil pengujian laboratorium terhadap sampel beras yang dikirimkan oleh Polresta Sidoarjo. Dari dua sampel beras dengan kemasan 5 kg dan 25 kg, hasil lab menunjukkan beras tersebut masuk kategori medium, tidak sesuai dengan label premium yang tertera.
"Kami berkomitmen untuk bersinergi dengan kepolisian dan instansi terkait guna melindungi konsumen dari produk beras oplosan. Beras adalah bahan pokok yang sangat penting, sehingga kualitas dan harga harus sesuai standar yang berlaku," kata Iwan.
Menurutnya, harga beras medium di Jawa Timur saat ini berkisar Rp 12.500 per kilogram, sedangkan beras premium mencapai Rp 14.900 per kilogram.
"Praktik oplosan ini merugikan konsumen dan pemerintah, sehingga pengawasan akan terus ditingkatkan," tambahnya.
Polisi telah menjerat pelaku dengan sejumlah pasal, antara lain Undang-Undang Perlindungan Konsumen dan Undang-Undang Standarisasi Barang, dengan ancaman hukuman penjara hingga 8 tahun serta denda miliaran rupiah. Penyidikan masih terus berlangsung untuk mengungkap jaringan pemasok dan distribusi beras oplosan di Jawa Timur.
(auh/hil)