Janji manis makan bergizi gratis (MBG) jadi kedok kejahatan digital di Nganjuk. Seorang pria berinisial TD memanfaatkan data pribadi puluhan warga untuk meraup keuntungan puluhan juta rupiah per bulan lewat program Shopee Affiliate.
Modusnya licin, warga hanya diminta menyerahkan fotokopi KTP dan selfie untuk dibuatkan NPWP elektronik. Tanpa disadari, data itu dipakai TD membuat 130 akun toko online tanpa izin pemiliknya.
Aksi ilegal ini akhirnya terendus aparat. Tim Ditreskrimsus Polda Jatim membekuk TD beserta barang bukti mengejutkan, yakni ratusan ponsel, akun Shopee, e-wallet Seabank, hingga tumpukan KTP dan NPWP palsu. Keuntungan hingga Rp 20 juta per bulan dikantongi pelaku, sementara pemilik identitas tak tahu data mereka diperdagangkan di dunia maya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kabid Humas Polda Jatim Kombes Jules Abraham Abast mengatakan, tersangka dibantu oleh seseorang dengan Inisial K untuk memberitahukan warga apabila ingin mendapatkan Makan Bergizi Gratis (MBG). Namun, dengan persyaratan harus memiliki NPWP.
Lalu, TD menyebut warga dapat mengurus dengan mudah dan cepat melalui tersangka tanpa harus datang ke kantor KPP Pratama. Dengan catatan harus menyerahkan data berupa foto copy KTP dan foto selfie ke rumah tersangka.
Selanjutnya data-data warga tersebut dibuatkan NPWP elektronik, register simcard. Lalu, didaftarkan rekening e-wallet Seabank secara online dan juga digunakan untuk membuat akun toko online dalam aplikasi Shopee Affiliate.
Baca juga: Program MBG di Surabaya Berhenti Sementara |
"Tersangka membuatkan NPWP elektronik register simcard, e wallet Seabank. Data itu kemudian dibuatkan akun Shoppee Affiliate, ada ratusan akun affiliate data milik orang lain dan tentunya tanpa seizin pemilik data," kata Abat saat konferensi pers di Bid Humas Polda Jatim, Senin (23/6/2025).
Tersangka diketahui berinisial TD. Pria kelahiran Nganjuk, Maret 1987 asal Prambon, Kabupaten Nganjuk. TD disebut telah membuat 130 akun toko online dengan menggunakan data milik orang lain dan tanpa sepengetahuan serta ijin dari pemilik data tersebut.
Selanjutnya TD menggunakannya melalui para pegawai yang bertugas sebagai admin untuk melakukan live streaming di toko online Chaila Shop sejak bulan Desember 2024. Tercatat, ada 7 orang yang dipekerjakan TD dengan sistem kerja secara shift setiap harinya.
"Melalui live streaming, menawarkan produk-produk orang lain, 5 sampai 25 persen dari pihak Shopee. Setelah keuntungan didapatkan kemudian disimpan di e-wallet," imbuhnya.
Melalui live streaming tersebut, TD mempromosikan barang atau produk milik orang lain pada aplikasi Shopee affiliate. Ia mendapatkan keuntungan antara 5 hingga 25% dari pihak Shopee apabila berhasil menjual barang atau produknya tersebut.
Namun, keuntungan yang tersangka dapat dari aksinya itu tak diberikan kepada pemilik identitas. Melainkan disimpan di e-wallet yang telah disiapkan untuk kepentingan pribadi.
Kanit I Subdit I Ditressiber Kompol R.W. Raja Pratama menerangkan hal senada. Menurutnya, TD sengaja membuat 130 akun toko online menggunakan data milik orang lain tanpa sepengetahuan dan seijin pemilik data.
"Data didapatkan secara acak, dia (tersangka TD) mengiming-imingi MBG harus punya NPWP," ujarnya.
Raja menuturkan barang yang diperdagangkan adalah resmi atau legal. Meski begitu, ia memastikan pihaknya masih mendalami dan mengembangkan kasus itu.
"Barang legal, bukan pembeli fake, hasil penjualan, dapat bagi hasil. Masih proses penyidikan, tidak menutup kemungkinan admin menjadi tersangka tentu bisa masih berjalan apabila nanti penyidikan kita lakukan," tuturnya.
Akibat ulahnya itu, TD mengaku meraup keuntungan hingga puluhan juta. Keuntungan diperoleh secara rutin sejak Desember 2024.
"Keuntungan (Tersangka TD) Rp 20 juta setiap bulan," sambungnya.
Selain mengamankan TD, polisi juga menyita 187 ponsel, 129 akun toko online di aplikasi Shopee, 129 rekening Seabank berbagai nama, 129 KTP dan foto NPWP elektronik nama orang lain, 2 monitor Lenovo, 2 PC atau komputer rakitan warna putih, hingga 1 akun Dana sebagai barang bukti. Akibat ulahnya itu, TD disangkakan melanggar Pasal 51 ayat (1) Juncto Pasal 35 ayat (1) UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE sebagaimana terakhir diubah dengan UU Nomor 1 Tahun 2024 tentang perubahan Kedua atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE dan/atau Pasal 67 ayat (3) juncto Pasal 65 ayat (3) UU RI Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi.
"Ancaman pidana penjara paling lama 12 tahun dan atau denda paling banyak Rp 12 miliar," tutupnya.
(pfr/hil)