Pengadilan Negeri (PN) Sidoarjo akhirnya mengeksekusi lahan sengketa seluas 9,85 hektare di Desa Tambakoso, Kecamatan Waru, Rabu (18/6/2025). Eksekusi itu dilakukan setelah sebelumnya sempat tertunda akibat perlawanan warga.
Dirut PT Kejayan Mas, Anthony Rusli menyayangkan pihaknya disebut sebagai mafia tanah. Apalagi, PT Kejayan Mas memenangkan perkara hingga tingkat kasasi.
"PT Kejayan Mas telah bertransaksi secara sah dan nyata dengan pemilik tanah yaitu Musofaini & Elok Wahiba. Saya menyesalkan adanya tindakan framing di media soal mafia tanah, saya kira itu menyesatkan," kata Anthony dalam keterangannya, Sabtu (21/6/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam perkara ini, tanah yang sebelumnya atas nama Elok Wahibah dan Miftahur Royyan dinyatakan sah milik PT Kejayan Mas oleh pengadilan.
Anthony mengatakan, PT Kejayan Mas adalah suatu anak perusahaan dari Developer Properti di Jawa Timur, yang sudah bertahun-tahun berinvestasi dan membangun ribuan Gudang dan Ruko di Jawa Timur. Dia menyayangkan tuduhan sepihak yang menggunakan kalimat 'Mafia Tanah'. Padahal, PT Kejayan Mas telah bertransaksi secara sah dan nyata dengan pemilik tanah.
"PT Kejayan Mas adalah pembeli beritikad baik, dan dijelaskan juga bahwa SHGB No. 413, SHGB 414, SHGB 415 adalah sebuah bukti kepemilikan atas tanah yang Sah," jelasnya.
"Bahkan saya masih menyimpan foto transaksi di notaris saat pembayaran pembelian tanah tersebut," tambahnya.
Anthony menyebut pihak Agung Wibowo (Saksi saat transaksi antara Mushofaini dengan PT Kejayan Mas di Notaris) tidak pernah memposisikan diri sebagai pihak tengah atau broker, bahkan Agung Wibowo memposisikan sebagai seseorang yang dianggap keluarga dekat oleh pemilik, yaitu Mushofaini & Elok Wahiba.
Anthony juga mengungkap sebelum pelaksanaan Eksekusi, PT Kejayan Mas telah melakukan mediasi yang berjalan sangat lancar dengan Miftahur Royyan yang merupakan Anak atau Ahli Waris dari Almarmhum Mushofaini dan Almarhum Elok Wahiba. Dalam mediasi tersebut, Miftahur Royyan sudah bersedia untuk damai.
"Namun, terdapat pihak-pihak lain yang tidak memiliki kepemilikan atas tanah tersebut, namun menghalangi proses terjadinya perdamaian dan membuat narasi bahwa seolah-olah PT Kejayan Mas telah berhubungan dengan Agung Wibowo terkait transaksi tanah ini," tuturnya.
"Bahwa menurut kami, justru pihak yang menghalangi terjadinya perdamaian dalam transaksi inilah yang patut diduga sebagai 'Mafia Tanah'. Ini karena mereka tidak memiliki lahan tersebut, tidak membeli tanah tersebut, namun menghalangi proses perdamaian. Sehingga, kami mendorong untuk segera dilakukannya eksekusi penguasaan lahan tersebut, agar tidak dimanfaatkan pihak-pihak yang tidak berkepentingan, namun ingin mendapatkan penguasaan lahan tersebut," imbuhnya.
Anthony juga menyebut permasalahan yang berlarut-larut sangat merugikan PT Kejayan Mas. Sebab, pihaknya baru mendapat kepastian hukum terkait transaksi tanah yang sudah dilunasinya sejak 6 tahun lalu.
"Bahwa berapa ratus pembangunan properti berhenti, karena kami tidak segera mendapatkan kepastian hukum terkait transaksi tanah kami ini. Bahwa tindakan premanisme yang dilakukan di tanah kami ini sangat menghambat kami dalam melakukan usaha dan mengganggu perekonomian Sidoarjo dan juga Jawa Timur. Bahwa, kepastian hukum untuk investor adalah kunci dari pertumbuhan ekonomi nasional," paparnya.
"Bahwa PT. Kejayan Mas telah menerima berita acara hasil eksekusi pada tanggal 18 Juni 2025. Kami selaku Direktur Utama PT. Kejayan Mas memohon perlindungan hukum, serta mohon dilakukan pengeluaran orang-orang yang tidak punya hak dari tanah kami. Karena perkara ini telah selesai dengan suksesnya eksekusi tersebut," pungkasnya.
Diketahui, proses eksekusi ini merupakan buntut dari sengketa lahan antara warga dengan PT Kejayan Mas, yang sebelumnya telah memicu aksi demonstrasi ratusan buruh pada Februari 2025. Para buruh yang tergabung dalam Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) Kabupaten Sidoarjo menuntut agar PN Sidoarjo segera melaksanakan eksekusi atas tanah yang telah dimenangkan PT Kejayan Mas hingga tingkat kasasi.
"Secara sah atau berkekuatan hukum tetap, tanah itu milik atau dimenangkan oleh PT Kejayan Mas. Tanah tersebut sudah dibeli secara sah dari keluarga almarhumah Elok Wahibah dan almarhum Mushofaini," jelas Sekjen SPSI Sidoarjo, Sholeh.
Menurutnya, tanah tersebut akan digunakan untuk pembangunan perumahan buruh, dan tidak ada alasan bagi PN Sidoarjo untuk menunda eksekusi. "Kami mengingatkan dan meminta kepada PN Sidoarjo untuk segera mengeksekusi tanah tersebut," tambahnya.
Kuasa hukum PT Kejayan Mas, Abdul Salam menegaskan, bahwa permohonan eksekusi telah diajukan ke PN Sidoarjo sejak 2019. Objek lahan disebut telah dibeli secara lunas dari pemilik sebelumnya, yakni Miftahur Royyan dan Elok Wahibah. Ia mendesak aparat keamanan untuk bertindak tegas jika terjadi penghalangan proses eksekusi.
Setelah melalui proses panjang karena mendapat hadangan ratusan massa termohon, PN Sidoarjo akhirnya berhasil mengeksekusi lahan sengketa seluas 9,85 hektare di Desa Tambakoso, Kecamatan Waru, Rabu (18/6/2025).
Kuasa hukum PT Kejayan Mas, Abdul Salam bersyukur eksekusi akhirnya bisa dilakukan meski sempat terjadi penolakan keras dari warga. Ini ditandai dengan pembacaan eksekusi perkara nomor 36/Juli/2021 dan penetapan nomor 36/S./2021/PN.SDA di samping objek.
"Kami bersyukur eksekusi ini berjalan dengan baik meski pembacaan eksekusi tidak dilakukan di depan obyek utama karena banyak warga menduduki area tersebut. Pembacaan dilakukan dari sisi samping obyek," ujar Abdul Salam kepada wartawan selesai pembacaan eksekusi, Rabu (18/6/2025).
Ia juga menyebutkan bahwa eksekusi kali ini merupakan yang ketiga kalinya setelah 2 kali upaya sebelumnya gagal pada Februari 2025 akibat penghadangan warga.
(faa/hil)