Pengadilan Negeri (PN) Sidoarjo akhirnya mengeksekusi lahan sengketa seluas 9,85 hektare di Desa Tambakoso, Kecamatan Waru, Rabu (18/6/2025). Eksekusi itu dilakukan setelah sebelumnya sempat tertunda akibat perlawanan warga.
Pantauan detikJatim, ratusan aparat gabungan dari TNI, Polresta Sidoarjo, dan Brimob Polda Jatim diterjunkan untuk mengamankan proses eksekusi. Meski dijaga ketat, warga yang mengaku pemilik sah lahan itu tetap melakukan penolakan.
Warga sempat menutup beberapa titik akses jalan menuju objek tanah yang bersengketa dan membentangkan spanduk bertuliskan 'Tolak Eksekusi, Usut Tuntas Mafia Tanah' serta 'Selamatkan Kami dari Korban Mafia Tanah'.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mereka bahkan sempat bersitegang saat menolak kedatangan petugas yang hendak memasuki lahan yang hendak dieksekusi. Beruntung situasi bisa dikendalikan oleh petugas terkait.
Eksekusi lahan ini adalah buntut dari sengketa hukum antara warga dengan PT Kejayan Mas yang telah berkekuatan hukum tetap (inkrah) hingga tingkat kasasi. Dalam perkara ini, tanah yang sebelumnya atas nama Elok Waibah dan Mifthakhul Royian dinyatakan sah milik PT Kejayan Mas.
Kuasa hukum PT Kejayan Mas, Abdul Salam bersyukur eksekusi akhirnya bisa dilakukan meski sempat terjadi penolakan keras dari warga. Ini ditandai dengan pembacaan eksekusi perkara nomor 36/Juli/2021 dan penetapan nomor 36/S./2021/PN.SDA di samping objek.
"Kami bersyukur eksekusi ini berjalan dengan baik meski pembacaan eksekusi tidak dilakukan di depan obyek utama karena banyak warga menduduki area tersebut. Pembacaan dilakukan dari sisi samping obyek," ujar Abdul Salam kepada wartawan selesai pembacaan eksekusi, Rabu (18/6/2025)
Ia juga menyebutkan bahwa eksekusi kali ini merupakan yang ketiga kalinya setelah 2 kali upaya sebelumnya gagal pada Februari 2025 akibat penghadangan warga.
Namun di sisi lain, kuasa hukum pihak termohon, Andi Fajar Julianto menilai eksekusi ini cacat formil dan tidak seharusnya dilakukan. Pemberitahuan eksekusi baru diterima pagi hari, padahal dalam surat tertulis tanggal 12 Juni.
"Kami baru menerima surat fisik tadi sekitar jam 10 pagi. Berdasarkan investigasi tim kami, surat itu baru disampaikan ke kepala desa kemarin, tanggal 17 Juni pukul 2 siang. Ini sudah menyalahi aturan administratif," ujar Andi.
Bukan hanya itu, dia juga menegaskan bahwa secara pidana rangkaian transaksi atas tanah yang sedang dipersengketakan itu telah terbukti mengandung unsur tipu muslihat.
"Dalam putusan pidana, Agung Wibowo dinyatakan bersalah karena melakukan penipuan terkait transaksi objek ini. Bahkan dinyatakan tiga sertifikat atas nama klien kami harus dikembalikan kepada pemilik asal," tambahnya.
Andi juga menyebut bahwa pihaknya akan tetap memperjuangkan hak atas tanah tersebut dan menilai negara seharusnya hadir secara profesional tanpa berpihak dalam perkara ini.
"Negosiasi tidak ada sangkut-pautnya dengan aparat. Justru kami minta negara bersikap profesional. Kalau surat pemberitahuan saja cacat, bagaimana mungkin eksekusi bisa dianggap sah," pungkas Andi.
Saat berita ini diturunkan situasi di lokasi sudah kondusif meski sejumlah warga masih terlihat bertahan di sekitar area lahan sengketa yang telah dieksekusi oleh PN Sidoarjo.
(dpe/abq)