Husan Hasan Mustofa (43) datang jauh-jauh dari Irak ke Indonesia dengan harapan membangun kehidupan baru. Tujuannya sederhana: memulai bisnis pengepulan arang batok kelapa di Pacitan, Jawa Timur. Tapi siapa sangka, niat baik itu justru menyeretnya ke persoalan hukum yang berujung pada deportasi.
Kisah Hasan bermula pada April lalu. Ia menyewa sebuah kontrakan di Desa Bangunsari, Kabupaten Pacitan. Di sana, ia tinggal bersama seorang warga negara Indonesia berinisial SAS. Bersama SAS pula, ia berharap bisa membangun usaha dari nol.
Namun bukan kesuksesan yang ia temukan, melainkan penipuan. Hasan mengaku kehilangan uang hingga Rp 33 juta setelah ditipu oleh SAS. Tak tinggal diam, ia pun memilih jalur hukum dengan melaporkan SAS ke pihak kepolisian. Tapi justru dari sinilah semuanya berubah.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dia datang ke Indonesia dengan visa penanaman modal asing. Tapi setelah kami telusuri, tidak ada investasi yang ia lakukan di sini," ujar Kepala Kantor Imigrasi Kelas II Non TPI Ponorogo, Happy Reza Dipayuda saat ditemui detikJatim, Jumat (9/5/2025).
Dari penyelidikan imigrasi, diketahui bahwa Hasan datang ke Indonesia dengan Izin Tinggal Terbatas (ITAS). Izin itu seharusnya disponsori oleh sebuah perusahaan. Sayangnya, perusahaan tersebut kini bangkrut dan tak lagi beroperasi. Lebih parah lagi, Hasan bahkan mengaku tak tahu siapa nama sponsornya.
"Bisa dikatakan sponsornya fiktif. Hasan juga tidak melakukan pengembalian dokumen Exit Permit Only saat keluar dari wilayah izin tinggal. Ini jelas pelanggaran," tambah Happy.
Ironisnya, Hasan yang semula berniat jujur dengan melapor ke polisi, justru tersandung aturan keimigrasian. Bukan hanya kehilangan uang, ia kini harus kehilangan harapan tinggal di Indonesia.
"Semestinya yang mengurus perizinan tinggal ini adalah sponsornya. Tapi orangnya tidak jelas. Ada dugaan kuat dia juga jadi korban penipuan sejak awal masuk Indonesia," kata Happy.
Kini, Hasan hanya bisa menunggu proses deportasi ke negara asalnya, Irak. Harapannya untuk hidup dan membangun usaha di negeri orang harus kandas, hanya karena kesalahan prosedur dan sponsor yang tak bertanggung jawab.
(auh/abq)