Kiai Imam Syafi'i alias Supar, pengasuh Pondok Pesantren MH di Trenggalek divonis 14 tahun penjara atas pidana asusila terhadap santriwatinya hingga hamil. Terungkap dalih aneh Kiai Supar demi menolak semua tuduhan bahwa yang melakukan perbuatan itu bukan dirinya, melainkan dirinya yang lain.
Sidang putusan kasus asusila yang dihadiri Kiai Supar sebagai terdakwa dan kuasa hukumnya serta Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Trenggalek itu digelar di Ruang Cakra Pengadilan Negeri (PN) Trenggalek pada Kamis (27/2).
Dalam amar putusan majelis hakim terungkap fakta dalam persidangan yang sedikit nyeleneh itu. Supar selaku terdakwa sempat menyampaikan dirinya bisa menggandakan diri menjadi beberapa orang saat ditemui perwakilan keluarga korban yang meminta pertanggungjawaban atas perbuatannya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kiai Supar menyampaikan dalih itu demi membantah bahwa bukan dirinya yang melakukan pemerkosaan terhadap korban hingga santriwatinya itu hamil. Dalih di luar dugaan keluarga korban itu disertai sikap sang kiai yang tidak merasa bersalah, enggan meminta maaf, apalagi bertanggung jawab.
"Lalu, terdakwa mengatakan bisa menjadi beberapa orang dan yang melakukan persetubuhan kepada anak korban adalah 'rewangnya' atau jin terdakwa," demikian kata Ketua Majelis Hakim PN Trenggalek Dian Nur Pratiwi saat membacakan amar putusannya.
Mirisnya, dalam amar putusan itu termuat fakta persidangan bahwa Kiai Supar terbukti telah melakukan kekerasan seksual terhadap korban sebanyak 5 kali dalam rentang waktu 2022-2024.
Biadabnya, seluruh perbuatan asusila itu dilakukan oleh Supar di lingkungan pesantren yang dia asuh. Bukan cuma di ruangan kelas lantai atas, perbuatan bejat itu juga dilakukan di kamar khusus yang berada di samping imaman masjid.
Majelis hakim pun menyampaikan pendapat berdasarkan analisis dari sejumlah fakta dalam perkara itu, bahwa perbuatan asusila itu terjadi karena adanya relasi kuasa antara pelaku dengan korban.
"Relasi kuasa dalam hal ini ada hubungannya secara horizontal, guru kepada murid. Dalam hal ini terdakwa adalah orang yang lebih tua dari pada anak korban sekaligus guru dan pengasuh pondok pesantren. Sehingga korban tidak berdaya untuk menolak keinginan terdakwa," ucapnya.
Meski dalam rangkaian persidangan yang berlangsung terdakwa menolak semua tuduhan asusila tersebut, majelis hakim menyatakan dakwaan jaksa bisa dibuktikan dan dikuatkan dengan kesesuaian keterangan korban, saksi, dan sejumlah alat bukti yang ada.
Sikap Kiai Supar yang menolak semua tuduhan dalam persidangan menjadi hal yang memberatkan dirinya sendiri sehingga majelis hakim menjatuhkan hukuman 14 tahun penjara. Bukan cuma itu, dia juga didenda Rp 200 juta dan restitusi atau uang pengganti kerugian kepada korban sebesar Rp 106 juta.
Apabila sesuai dengan batas waktu yang ditentukan terdakwa tidak membayarkan restitusi, maka jaksa diperintahkan untuk menyita aset terdakwa untuk dilelang dan hasil lelang itu diberikan kepada korban.
(dpe/iwd)