Terbukti Hamili Santri, Kiai di Trenggalek Divonis 14 Tahun Penjara

Terbukti Hamili Santri, Kiai di Trenggalek Divonis 14 Tahun Penjara

Adhar Muttaqin - detikJatim
Kamis, 27 Feb 2025 18:11 WIB
Terdakwa saat menjalani sidang putusan di PN Trenggalek
Terdakwa saat menjalani sidang putusan di PN Trenggalek (Foto: Adhar Muttaqin/detikJatim)
Trenggalek -

Imam Syafi'i alias Supar, kiai di Trenggalek divonis 14 tahun pidana penjara karena terbukti menghamili santriwatinya hingga hamil. Terdakwa juga dibebankan denda Rp 200 juta dan restitusi Rp 106 juta.

Sidang putusan kasus asusila tersebut digelar di Ruang Cakra, Pengadilan Negeri (PN) Trenggalek dengan dipimpin oleh hakim ketua Dian Nur Pratiwi, dengan dihadiri terdakwa Supar beserta kuasa hukumnya dan Jaksa Penuntut Umum (JPU).

Dalam amar putusannya yang dibacakan majelis hakim, terdakwa Supar pimpinan Pondok Pesantren MH di Desa Sugihan, Kecamatan Kampak, Trenggalek telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana kekerasan memaksa korban melakukan hubungan seksual.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 14 tahun dan denda sebesar Rp 200 juta dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan," kata Ketua Majelis Hakim PN Trenggalek, Dian, Kamis (27/2/2025).

Selain itu hakim juga mewajibkan terdakwa membayar restitusi atau ganti rugi kepada korban sebesar Rp 106.541.500. Jika dalam kurun waktu 30 hari sejak diterimanya putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, restitusi tidak dibayar maka aset milik terdakwa akan disita oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dan dilelang.

ADVERTISEMENT

Hasil lelang akan diberikan kepada korban sesuai putusan majelis hakim. Jika terdapat sisa dari harta yang dilelang maka akan dikembalikan kepada terdakwa.

Namun, jika harta terdakwa tidak mencukupi, maka akan diganti dengan penjara selama satu tahun.

Dalam perkara ini terdakwa Imam Syafi'i alias Supar terbukti pada dakwaan alternatif kedua, yakni melanggar Pasal 81, Ayat 1,2 dan 3 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak dan diubah menjadi Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016.

Dalam pertimbangannya, hakim menilai terdapat beberapa hal yang memberatkan di antaranya meresahkan masyarakat, mencoreng citra lembaga keagamaan, terdakwa menimbulkan kesengsaraan kepada anak korban.

"Tidak ada penyesalan dari terdakwa," ujarnya.

Sementara itu hanya ada satu hal yang meringankan terdakwa, karena yang bersangkutan belum pernah dipenjara.

Vonis hukuman badan terhadap terdakwa sama dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yaitu 14 tahun penjara.

Dalam amar putusannya, majelis hakim menolak atau mengabaikan pembelaan yang dilakukan oleh kuasa hukum terdakwa.

Hakim menilai dari fakta-fakta persidangan telah terjadi inkonsistensi pada terdakwa, karena yang bersangkutan tidak mengakui hasil tes DNA. Namun, saat hakim meminta terdakwa untuk melakukan tes DNA secara mandiri justru ditolak.

Sedangkan dari hasil tes psikologi, keterangan terdakwa dinilai konsisten, namun, tidak dapat dipercaya karena cenderung hanya menyampaikan hal baik dan terdapat hal yang disembunyikan.

Di sisi lain hakim menemukan benang merah atau kesesuaian antara keterangan korban dengan para saksi, termasuk dengan beberapa alat bukti lainnya seperti hasil tes DNA dan buku catatan pribadi korban. Sehingga hakim yakin telah terjadi persetubuhan secara paksa antara pelaku dengan korban.

Terkait putusan ini kuasa hukum terdakwa Eko Budiono menyatakan masih pikir-pikir. Pihaknya akan berkonsultasi terlebih dahulu dengan terdakwa dan keluarganya.

"Kami akan komunikasi ke keluarga, keluarganya bagaimana apakah melakukan upaya banding atau tidak. Kita punya waktu tujuh hari untuk pikir-pikir," kata Eko.

Dikonfirmasi terpisah Kasi Intelijen Kejari Trenggalek Rio Irnanda menyatakan juga masih pikir terhadap putusan hakim. "Kami akan pelajari dulu putusannya," kata Rio.

Sebelumnya Imam Syafi'i alias Supar ditangkap polisi karena menggauli salah seorang santriwatinya hingga hamil dan melahirkan. Perbuatan Supar dilakukan hingga lima kali di lingkungan pesantren yang dipimpinnya, selama 2022-2023.

Namun, selama proses hukum berlangsung, Supar menolak semua tuduhan tersebut. Bahkan ia justru berkilah jika yang menyetubuhi korban adalah jin yang selama ini menemaninya.




(abq/iwd)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads