4 Orang Jadi Tersangka Pemalsuan Dokumen SHGB-SHM Pagar Laut Tangerang

Kabar Nasional

4 Orang Jadi Tersangka Pemalsuan Dokumen SHGB-SHM Pagar Laut Tangerang

Rumondang Naibaho - detikJatim
Selasa, 18 Feb 2025 21:47 WIB
Dirtipidum Bareskrim Polri Brigjen Djuhandani Rahardjo Puro. (Rumondang/detikcom)
Dirtipidum Bareskrim Polri Brigjen Djuhandani Rahardjo Puro. (Foto: Rumondang/detikcom)
Surabaya -

Kepala Desa (Kades) Kohod, Arsin telah ditetapkan sebagai tersangka pemalsuan dokumen sertifikat hak guna bangunan (SHGB) dan sertifikat hak milik (SHM) di wilayah pagar laut Tangerang. Bareskrim Polri mengumumkan penetapan tersangka ini setelah gelar perkara yang dihadiri pihak eksternal.

"Kemudian dari hasil gelar perkara, pada kesempatan ini kami seluruh penyidik dengan seluruh peserta gelar telah sepakat menentukan empat tersangka," kata Dirtipidum Bareskrim Polri Brigjen Djuhandani Rahardjo Puro dilansir dari detikNews, Selasa (18/2/2025).

"Kami menetapkan Saudara A selaku Kades Kohod, Saudara UK (atau OK) Sedkes Kohod, Saudara SP selaku penerima kuasa, dan saudara CE selaku penerima telah kita sepakat kita tetapkan sebagai tersangka," lanjutnya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Keempat tersangka, kata dia, terbukti terlibat melakukan pemalsuan surat permohonan hak atas tanah. Praktik pemalsuan hak atas tanah itu telah dilakukan sejak 2023.

"Di mana diduga keempatnya telah bersama-sama membuat dan menggunakan surat palsu berupa girik, surat pernyataan penguasaan fisik bidang tanah, surat pernyataan tidak sengketa, surat keterangan tanah, surat keterangan pernyataan kesaksian, surat kuasa pengurusan permohonan sertifikat dari warga Desa Kohod dan dokumen lain yang dibuat oleh Kades, Sekdes sejak Desember 2023 sampai November 2024," katanya.

ADVERTISEMENT

Keempat tersangka itu, kata Djuhandani, diduga melakukan pemalsuan dan mencatut identitas warga Desa Kohod dengan motif ekonomi. Namun penyidik masih mendalami berapa jumlah keuntungan yang mereka dapat dari tindakannya.

"Yang jelas tentu saja ini terkait dengan ekonomi, ekonomi tentang motif bagi mereka, ini yang terus kita kembangkan," ungkap Djuhandhani. "Belum bisa kita uji lebih lanjut (soal keuntungan yang didapat). Karena masing-masing masih memberikan keterangan yang berbeda-beda."

Djuhandhani juga memastikan pihaknya akan terus melakukan pengembangan terkait perkara itu. Namun dia mengatakan proses pengembangan atas kasus itu bakal membutuhkan waktu yang lama.

Sebab, penyidik, lanjut dia akan menelusuri pihak yang turut membantu dan juga menyuruh keempat tersangka untuk memalsukan dokumen SHGB dan SHM.

"Kemudian, perkara ini tidak sampai di sini saja, kami tetap mengembangkan perkara ini sampai tuntas," pungkasnya.

Sebelumnya, Bareskrim Polri telah melakukan penggeledahan di tiga lokasi dalam perkara itu. Di antaranya di kantor Desa Kohod, Rumah Kepala Desa Kohod Arsin, dan rumah Sekretaris Desa Kohod.

Berdasarkan penggeledahan tersebut, kata Djuhandani, pihaknya mengamankan sejumlah barang bukti, termasuk alat yang diduga digunakan untuk memalsukan girik wilayah yang dipasangi pagar laut.

"Hasil dari penggeledahan, kami mendapatkan satu unit printer, satu unit layar monitor, keyboard, stempel sekretariat Desa Kohod. Kemudian peralatan-peralatan lainnya yang kita duga sebagai alat yang digunakan untuk memalsukan girik dan surat-surat lainnya," kata Djuhandani kepada wartawan di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Rabu (12/2/2025).

Selain itu, penyidik menyita beberapa lembar kertas salinan bangunan baru atas nama pemilik yang terdiri dari beberapa orang, tiga lembar surat keputusan kepala desa, catatan rekapitulasi permohonan dana transaksi, serta beberapa rekening. Ada juga sisa-sisa kertas yang diduga digunakan untuk memalsukan dokumen karena identik dengan bahan kertas yang digunakan untuk warkat.

"Ini sudah kita dapatkan dari keterangan kepala desa maupun sekretaris desa yang juga mengakui bahwa alat-alat itulah yang digunakan," terangnya.

Surat-surat yang palsu itu digunakan untuk menjadi dokumen syarat permohonan untuk membuat warkat. Dari hasil pemeriksaan, diketahui bahwa identitas warga desa dicatut untuk memalsukan surat-surat.

"Beberapa warga memang benar dipakai, dicatut namanya dengan meminta salinan KTP yang akhirnya dimunculkan dalam surat-surat ini. Sementara itu, warga ini tidak mengetahui dan menyatakan tidak memiliki atau menguasai tanah tersebut," imbuhnya.

Artikel ini telah tayang di detikNews. Baca selengkapnya di sini.




(dpe/iwd)


Hide Ads