Siswi SD di Jember Dilecehkan 3 Temannya saat Hendak Pulang Sekolah

Siswi SD di Jember Dilecehkan 3 Temannya saat Hendak Pulang Sekolah

Yakub Mulyono - detikJatim
Rabu, 02 Okt 2024 06:01 WIB
Ilustrasi Pencabulan Anak. Andhika Akbarayansyah/detikcom.
Ilustrasi (Foto: Andhika Akbarayansyah)
Jember -

Seorang siswi kelas 2 SD swasta di Jember diduga menjadi korban pelecehan yang dilakukan 3 teman kelasnya. Siswi berusia 8 tahun itu kini enggan bersekolah karena mengalami trauma.

Pendamping keluarga korban, Isna Asaroh mengatakan aksi pelecehan itu bermula saat korban bersama satu teman perempuannya dan 3 teman laki-laki (terduga pelaku) hendak pulang.

Saat hendak pulang itu, berdasarkan hasil rekaman CCTV sekolah, 3 teman laki-lakinya meminta 1 orang lain untuk mencium korban.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Peristiwa itu, kata Isna, terjadi pada tanggal 28 Agustus 2024 lalu saat jam pulang sekolah, sekitar pukul 15.38 WIB. Terdapat 2 rekaman CCTV yang diberikan oleh pihak sekolah pada keluarga korban. Rekaman itu yang selanjutnya menjadi bukti kuat bahwa korban telah dilecehkan.

"Dari rekaman CCTV yang pertama, di salah satu sudut sekolah itu memperlihatkan korban sedang bersama salah satu teman wanitanya. Kemudian juga bersama 3 orang teman laki-lakinya dan seorang anak lagi dari kelas 1," kata Isna, Selasa (1/10/2024).

ADVERTISEMENT

"Nah dari rekaman CCTV pertama itu terlihat 3 orang pelaku ini menyuruh anak kelas 1 SD itu untuk mencium korban. Kemudian korban lari dan memeluk teman wanitanya. Nah 3 orang pelaku ini mendorong si anak SD itu, dan yang tercium itu tengkuk (leher bagian belakang) korban," sambung Ketua PC KOPRI PMII Jember itu.

Kemudian, lanjut Isna, pada rekaman CCTV yang kedua terjadi di ruang kelas korban. Saat itu, teman perempuan korban pulang terlebih dahulu karena telah dijemput oleh orang tuanya.

"Saat teman korban itu telah pulang, tinggalah korban bersama 3 pelaku. Kemudian 3 pelaku itu ada yang menutup pintu dan mengganjal dengan gagang sapu, pelaku lain memukul korban dengan peci (songkok) dan satu pelaku lagi menarik tangan korban," jelas Isna.

Isna menyampaikan saat itu korban ditahan agar tidak pulang. Pelaku meminta korban agar mau membuka pakaiannya (telanjang) jika ingin pulang.

"Jadi saat itu pelaku meminta korban agar membuka bajunya dan maaf, meminta untuk memegang bagian dada (payudara) milik korban agar diperbolehkan pulang," bebernya.

"Memang dalam rekaman CCTV itu, suara tidak terekam. Namun itu semua diketahui setelah kami bersama pihak sekolah dan orang tua korban maupun pelaku melakukan asesmen. Dan hal itu diakui oleh pelaku," imbuh Isna.

Korban baru bisa keluar dari ruangan kelas itu, lebih lanjut kata Isna, saat orang tua dari korban datang ke ruang kelas tersebut untuk menjemput korban.

"Jadi permintaan agar korban membuka bajunya ini tidak sampai terjadi. Ibu korban saat itu datang ke ruang kelas, kemudian korban lari ke ibunya itu sambil menangis," jelasnya.

Singkatnya, lanjut Isna, dari kejadian tersebut, orang tua korban yang tak terima langsung mengadukan peristiwa yang dialami oleh anaknya pada pihak sekolah.

"Kemudian, pihak sekolah langsung melakukan pemeriksaan terhadap saksi (teman wanita korban) pada 30 Agustus 2024. Temannya itu mengiyakan dan membenarkan peristiwa yang terjadi," jelas Isna.

Disebutkan oleh Isna, pihak sekolah juga melakukan mediasi dengan keluarga korban maupun keluarga terduga pelaku.

Dari hasil mediasi tersebut, pihak sekolah memberi keputusan untuk memindahkan ketiga terduga pelaku ke kelas yang berbeda dengan korban.

"Nah setelah dipindahkan itu, orang tua korban tetap tidak menerima keputusan tersebut dan masih merasa keberatan. Akhirnya, orang tua mengajukan banding menuju Dinas Pendidikan setempat," jelas Isna.

"Namun, hasil banding yang didapat adalah, Dispendik menyerahkan sepenuhnya keputusan itu pada pihak sekolah," sambungnya.

Hingga saat ini, lanjut Isna, proses tersebut masih berlanjut. Pihak keluarga korban enggan membawa permasalahan tersebut menuju ranah hukum dan memilih untuk diselesaikan secara musyawarah.

"Yang pasti karena korban masih anak-anak, pelaku juga masih anak-anak. Jadi kita usahakan bagaimana permasalahan ini bisa selesai secara kekeluargaan terlebih dahulu," ucapnya.

"Proses mediasi juga sudah dilakukan bersama dengan DP3AKB, pihak yayasan sekolah serta keluarga korban maupun pelaku. Sampai sekarang masih berlangsung, dan kami akan mendampingi korban hingga tuntas," imbuh Isna.

Akibat kejadian tersebut, kata Isna melanjutkan, korban saat ini enggan bersekolah karena mengalami trauma dan hanya menempuh ilmu secara daring sampai tuntutan dari orang tua dikabulkan oleh pihak sekolah.

"Jadi dari tanggal 28 Agustus 2024 kemarin sampai sekarang, kondisi korban menjalani sekolah secara daring. Tuntutan dari orang tua adalah memindahkan pelaku ke sekolah lain yang masih satu yayasan, baru nanti putrinya akan bersekolah secara normal kembali," tutupnya.

Sementara itu, Pendamping UPTD PPA Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Jember, Sindi Dwi Yunike membenarkan seluruh rangkaian peristiwa tersebut.

Menurutnya, UPTD PPA DP3AKB telah melakukan asesmen dengan pihak sekolah serta bertemu dengan orang tua korban maupun terduga pelaku untuk melakukan proses mediasi.

"Sejauh ini memang benar ada laporan dugaan pelecehan yang kami terima. Namun kami masih melakukan pendalaman kembali. Kami juga telah melakukan asesmen dengan pihak sekolah dan keluarga korban untuk langkah-langkah berikutnya," kata Sindi.

Secara resmi, lanjutnya, laporan tersebut diterima dari pihak sekolah pada tanggal 8 September 2024 sekitar pukul 20.00 WIB. Dan langsung dilakukan kunjungan ke sekolah tersebut keesokan harinya.

"Jadi setelah menerima laporan itu, besoknya kami langsung berangkat ke sekolah untuk proses asesmen itu. Kami juga berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait seperti Dinas Pendidikan," katanya.

Tak sampai di situ, sambung Sindi, pihaknya juga diminta untuk melakukan tes psikologi terhadap siswa-siswi yang terlibat dalam peristiwa tersebut, termasuk juga seluruh orang tua.

"Sampai sekarang proses pemeriksaan ke psikolog masih berlangsung. Untuk ranah kasusnya sendiri memang belum sampai ke kepolisian. Tapi apabila memang pihak keluarga meminta untuk menuju ke ranah hukum, kami siap mendampingi, namun sampai sekarang belum ke situ," tandasnya.




(abq/iwd)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads