Gregorius Ronald Tannur divonis bebas di kasus pembunuhan Dini Sera Afrianti. Menurut Kejaksaan Agung (Kejagung), vonis bebas anak mantan anggota DPR RI Fraksi PKB Edward Tannur itu berdasarkan pemikiran hakim sendiri.
Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar menilai hakim mendasarkan putusan bebas terhadap terdakwa Ronald pada pemikirannya sendiri. Vonis bebas Ronald bukan berdasarkan fakta yang tersaji dalam persidangan.
"Hakim hanya mengambil pertimbangan yang didasarkan dari pemikirannya saja, bukan fakta persidangan. Seharusnya kalau kita mengacu pada pasal 183 (KUHP), bahwa artinya di situ seseorang bisa dihukum apabila ada dua alat bukti yang membuat hakim menjadi yakin bahwa ada peristiwa pidana dan ada pelakunya," terang Harli dilansir dari detikNews.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebelumnya, Hakim Erintuah Damanik Cs menyatakan bahwa dakwaan pembunuhan, penganiayaan menyebabkan orang tewas, dan kealpaan menyebabkan orang lain mati yang didakwakan jaksa tidak terbukti.
Atas tiga pertimbangan itu, hakim PN Surabaya membebaskan Ronald dari segala dakwaan hingga memicu protes keras dari keluarga Dini dan banyak kalangan, serta jaksa merespons putusan itu dengan mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung.
Harli menyebut dalam kasus pembunuhan Dini, jaksa menuntut Ronald dengan pasal berlapis. Jadi, jaksa tidak hanya mendakwa Ronald dengan pasal 338 KUHP atau pasal pembunuhan.
"Jadi begini, kalau kita lihat pasal dakwaan jaksa disusun berlapis. Ada pasal 338, kemudian pasal 351 ayat 3 tentang penganiayaan yang mengakibatkan matinya orang, ada pasal 359 karena kelalaiannya mengakibatkan matinya orang, ada pasal 351 ayat 1 itu penganiayaan biasa," kata Harli.
Ia pun heran dengan putusan hakim yang membebaskan Ronald dari seluruh dakwaan jaksa. Ia menilai vonis hakim itu janggal, apalagi hasil visum menunjukkan adanya luka robek majemuk yang menjadi penyebab kematian korban.
"Ini nyata dipukul orang. Ada luka memar di tangan, bukan hanya di hati. Kalau kita mau berdebat soal misalnya CCTV yakin apa nggak yakin, tapi nggak (berakhir) bebas. Ya minimal (pasal) 359 karena kelalaiannya," ujar Harli.
Ia menjelaskan teori kesengajaan yang dipakai untuk menyusun menyematkan pasal 338 KUHP di kasus Ronald Tannur. Dalam hukum pidana kesengajaan memiliki tiga unsur, yakni kesengajaan sebagai maksud atau opzet als oogmerk, kesengajaan dengan sadar kepastian atau opzeet met zekerheidsbewutstzijn, dan kesengajaan dengan sadar kemungkinan atau dolus evantualis.
Dia menegaskan, perkara dengan terdakwa Ronald tersebut telah terpenuhi unsur dolus evantualis atau kesengajaan dengan sadar kemungkinan. Unsur itu juga sudah diperkuat dengan hasil visum dan autopsi terhadap Dini.
"Dolus evantualis itu artinya dalam konteks ini berlaku dengan memukul dengan emosinya lalu dia melindas, lalu visum membuktikan. Bahwa itu kalaupun akibat tidak dikehendakinya, tapi dia harus tanggung jawab. Itu namanya dolus evantualis, hanya mereka berdua. Hakim sepakat tidak ada saksi, hanya mereka berdua," terang Harli.
Bukan hanya tentang teori kesengajaan, Kejagung juga menyinggung perihal luka robek majemuk hasil autopsi terhadap korban yang seolah diabaikan dalam pertimbangan hakim menilai penyebab kematian korban.
(hil/fat)