Kasus Pemerkosaan di Pulau Merah Banyuwangi Jadi Perhatian Kemen PPPA

Kasus Pemerkosaan di Pulau Merah Banyuwangi Jadi Perhatian Kemen PPPA

Eka Rimawati - detikJatim
Kamis, 02 Mei 2024 11:03 WIB
Poster
Ilustrasi pemerkosaan. (Foto: Edi Wahyono/detikcom)
Banyuwangi -

Sebagai kabupaten menuju layak anak, Banyuwangi menjadi kabupaten yang berada di bawah pengawasan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen-PPPA).

Kasus pemerkosaan yang terjadi di sekitar wilayah wisata Pulau Merah di mana seorang anak yang menjadi korbannya, merupakan catatan penting bagi kota Gandrung satu ini.

Untuk memastikan hak-hak korban anak terpenuhi, Kemen PPPA secara intensif melakukan pengawasan melalui unit pelaksana tugas di tingkat kabupaten.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Deputi Perlindungan Khusus Anak Kemen PPPA Nahar mengungkapkan, upaya damai yang sempat dirajut oleh keluarga tersangka hingga upaya menikahkan paksa dengan membawa keluarga korban ke kediaman tersangka, tentu tidak sepatutnya terjadi. Menurut Nahar, tindakan demikian dapat dikenakan jerat hukum.

"Setiap orang yang secara melawan hukum memaksa, menempatkan seseorang di bawah kekuasaannya atau orang lain, atau menyalahgunakan kekuasaannya untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perkawinan dengan atau dengan orang lain, dapat dipidana," terang Nahar kepada detikJatim, Kamis (2/4/2024).

ADVERTISEMENT

Lebih lanjut, Nahar memaparkan, pasal 10 ayat (2) Undang-undang 12 tahun 2022 telah dengan jelas mengkategorikan pemaksaan perkawinan di dalamnya.

"Perkawinan anak, pemaksaan perkawinan dengan mengatasnamakan praktik budaya atau pemaksaan korban dengan pelaku kekerasan," imbuhnya.

Nahar menegaskan, pemaksaan perkawinan masuk dalam bagian dari Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS). Pasal 23 UU TPKS menegaskan bahwa perkara TPKS tidak dapat dilakukan penyelesaian di luar proses peradilan, kecuali terhadap pelaku anak sebagaimana diatur dalam UU 11/2012.

Ia menambahkan, pada Senin (29/4) tim Pusat Pelayanan Terpadu Perindungan Perempuan dan Anak (P2TP2A) telah melakukan jemput paksa keluarga korban dari tangan keluarga tersangka.

"Tim P2TP2A Banyuwangi menjemput paksa korban dan keluarga di rumah keluarga pelaku Senin kemarin, saat ini korban telah kembali ke rumahnya dengan tetap dipantau P2TP2A. Selanjutnya, sedang diupayakan juga agar anak korban dapat kembali sekolah," terang Nahar.

Sebagaimana tertulis pada UU TPKS, selain penegakan hukum, UU TPKS juga mengatur hak perlindungan hingga pemulihan korban yang meliputi hak atas penanganan terhadap kasusnya.

Sebelumnya pada Jumat (26/4) seorang remaja perempuan berusia 17 yang tengah berwisata di ka Pantai Pancer, kawasan Pulau Merah Banyuwangi menjadi korban pemerkosaan oleh dua orang pemuda dari Desa Pancer.

Korban bersama tiga temannya sedang menikmati matahari terbenam hingga makanan ringan di tepi pantai. Saat akan pulang pada pukul 20.30 WIB. Datang tersangka EK (21) dan DPP (20) warga Dusun Pancer, Desa Sumberagung, Kecamatan Pesanggaran yang meminta sejumlah uang.

Korban dan teman-temannya memberikan uang Rp 100 ribu dengan harapan pelaku segera pergi. Bukannya pergi, kedua tersangka justru menjambak dan menyeret korban lalu melakukan tindakan pemerkosaan.

Saat teman-teman korban ketakutan dan berlari mencari bantuan, korban dibawa ke tempat sepi dan kembali diperkosa secara bergantian oleh kedua pelaku. Saat ini, pelaku telah diamankan di Polsek Pesanggaran.

Atas perbuatannya tersangka dijerat dengan Pasal 81 ayat 2 Jo Pasal 76E Undang-Undang Repubik Indonesia Nomor 17 tahun 2016 tentang penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 tahun 2016 tentang perubahan kedua atas Undang-Unang Republik Indoensia Nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak.




(hil/dte)


Hide Ads