M Edy Suwarno mengaku sebagai pegawai KPK untuk menipu 2 calon pegawai negeri sipil (CPNS) di Mojokerto. Keculasannya menyebabkan korban rugi Rp 346 juta. Sedangkan ia divonis 3 tahun penjara.
Sidang pembacaan vonis untuk Edy digelar di ruangan Cakra, Pengadilan Negeri (PN) Mojokerto sekitar pukul 13.16-13.55 WIB. Jalannya sidang dipimpin Ketua Majelis Hakim Ida Ayu, serta hakim anggota Fransiskus Wilfrirdus Mamo dan Jenny Tulak.
Edy dihadirkan di ruang sidang. Warga Dusun/Desa Mlaten, Puri, Kabupaten Mojokerto ini didampingi tim penasihat hukukmnya. Jaksa penuntut umum (JPU) Yessi Kurniani juga hadir di ruang sidang tersebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam uraian fakta hukum yang dibacakan Fransiskus, Edy menipu tetangga satu desanya, Mohamad Qosim sejak Maret 2021 sampai Februari 2023. Awalnya, Qosim meminta bantuan terdakwa mencarikan pekerjaan untuk 2 anaknya, Anita Nislifiyah dan Ilham Prayugi Hidayat.
Edy pun menjanjikan kedua anak Qosim menjadi PNS guru di Pemkab Mojokerto dan Imigrasi. Syaratnya, korban harus membayar biaya pendaftaran Rp 150 juta/orang. Untuk meyakinkan korban, saat itu terdakwa mengaku sebagai anggota KPK yang mendapatkan jatah kursi PNS.
"Terdakwa mengaku sebagai anggota KPK, kemudian pindah bekerja di Imigrasi, lalu pindah ke ICW (Indonesia Corruption Watch)," terang Fransiskus di ruang sidang, Selasa (5/3/2024).
Tipu muslihat dan serangkaian kebohongan Edy, lanjut Fransiskus, rupanya mampu meyakinkan Qosim. Korban 15 kali menyetorkan uang kepada terdakwa dengan harapan kedua anaknya menjadi PNS. Yaitu mulai dari Rp 23,5 juta pada 23 Maret 2021, Rp 15 juta pada 25 Maret 2021, Rp 40 juta pada 7 April 2021, Rp 19,5 juta pada 21 April 2021, Rp 10 juta pada 24 April 2021.
Dilanjutkan pada 29 April 2021 Rp 5 juta, 4 Mei 2021 Rp 30 juta, 23 Mei 2021 Rp 20 juta, 29 Mei 2021 Rp 50 juta, 23 Juni 2021 Rp 35 juta, 20 Juni 2021 Rp 25 juta, 21 Agustus 2021 Rp 30 juta, 2 Juli 2021 Rp 25 juta, 24 jan 2023 Rp 21 juta, serta 1 Feb 2023 Rp 15 juta. Namun, sampai saat ini kedua anak korban tak kunjung diangkat menjadi PNS.
"Sampai saat ini kedua anak korban tidak juga diangkat menjadi PNS guru di Pemkab Mojokerto maupun di Imigrasi. Total uang milik korban yang diterima terdakwa Rp 346 juta," jelasnya.
Merasa ditipu, Qosim melaporkan Edy ke Polres Mojokerto. Sehingga Edy ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan sejak 23 November 2023. Setelah menjalani serangkaian persidangan, majelis hakim PN Mojokerto pun menjatuhkan vonis kepadanya.
Dalam putusannya, Fransiskus menyatakan Edy terbukti bersalah melakukan tindak pidana pasal 378 KUHP tentang Penipuan. "Menjatuhkan pidana kepada terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 3 tahun," tegasnya.
Vonis majelis hakim sama dengan tuntutan JPU pada 6 Februari 2024. Ketika itu, jaksa menuntut Edy dihukum 3 tahun penjara karena dinilai terbukti melakukan tindak pidana pasal 378 KUHP tentang Penipuan.
Merespons vonis tersebut, JPU dan tim penasihat hukum terdakwa kompak menyatakan pikir-pikir. Kedua pihak mempunyai waktu 7 hari untuk menerima putusan atau mengajukan banding.
"Apa pun kami kembalikan kepada terdakwa atas putusan tadi. Pandangan kami tentu beda dengan jaksa dan hakim. Kami akan melakukan upaya hukum, tapi kami konfirmasi dulu ke klien kami maupun keluarganya. Hari ini kami nyatakan pikir-pikir dulu," ujar Penasihat Hukum Edy, Kholil Askohar.
Kholil membenarkan kliennya mengaku sebagai anggota KPK untuk menipu korban. Menurutnya selama persidangan, Edy tidak bisa membuktikan legalitasnya sebagai anggota KPK, pegawai Imigrasi maupun anggota ICW. Terdakwa juga tidak mampu membuktikan dalihnya kalau menyetorkan uang korban kepada seorang pejabat di Jakarta.
"Selama ini dia tidak terbuka, ngakunya dia uang itu disetorkan kepada orang Jakarta. Namun, kan tidak cukup pengakuan, tidak ada bukti konkret. Yang jelas kami membela sesuai keadilan yang diinginkan dia, bukan kami membenarkan perbuatan dia," tandasnya.
(abq/iwd)