Orang tua siswa SMPN 2 Kota Mojokerto terpaksa melapor ke polisi usai putranya dianiaya kelompok murid teladan (MTd) di sekolah. Merespons kasus ini, kepala sekolah tersebut menampik tindak kekerasan itu sebagai penganiayaan, tapi sebatas perkelahian antarsiswa.
Kepala SMPN 2 Kota Mojokerto Mulib mengatakan, masalah berawal dari selisih paham antara korban dengan terlapor RM dan ED ketika bermain basket di sekolah. Pada jam istirahat itu, RM dan ED meminjam bola basket dari korban.
"Terus antara boleh dan ndak, akhirnya direbut (oleh RM dan ED). Informasi dari teman-temannya, tapi belum tentu benar, (korban) katanya mengucapkan kata-kata kotor. Berangkat dari itu, akhirnya tukaran (bertengkar), begitu lo ceritanya," kata Mulib kepada wartawan, Selasa (30/1/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mulib membenarkan tindak kekerasan itu menimpa korban pada Kamis (25/1) pada jam istirahat di SMPN 2 Kota Mojokerto. Namun, ia menampik apa yang menimpa siswa kelas 7 itu sebuah penganiayaan. Ia juga membantah saat itu korban dikerubungi banyak siswa yang merupakan gerombolan RM dan ED.
"Mungkin bahasanya kok seram ya kalau penganiayaan. Kalau penganiayaan itu kan bayangan saya anak ditawur banyak anak. Kalau menurut analisis saya setelah saya tanya berbagai saksi, ya itu tadi. Jadi, tukaran (berkelahi) lah karena salah paham. Kalau dikerubungi itu, namanya istirahat, anak-anak baru keluar dari ruang kelas, mungkin ada yang melihat gitu lo," terangnya.
Ketika dikonfirmasi soal adanya kelompok MTd di SMPN 2 Kota Mojokerto, Mulib juga menampiknya. Menurutnya, kelompok tersebut sebatas kumpulan siswa yang menyebut dirinya murid teladan. Ia mengaku sempat menanyakan tentang MTd kepada korban.
"(Korban) Saya tanya kok ada MTd. Ternyata Murid Teladan, tapi bukan sebuah kelompok yang kalau dilihat seram, ndak lah. (Apakah ada kelompok MTd?) Tidak bisa dikatakan ada kelompok ini, anggotanya siapa ya tidak bisa dikatakan begitu. Toh juga tidak jelas itu siapa. Makanya tindak lanjut kami, tim bergerak menelusuri itu," jelasnya.
Ironisnya, penganiayaan yang dialami siswa asal Kecamatan Jetis, Kabupaten Mojokerto itu terjadi di SMPN 2 Kota Mojokerto. Menurut Mulib, insiden tersebut terjadi di titik yang tidak terpantau.
Untuk pengawasan, selama ini pihaknya mempunyai Satgas Anti-Bullying yang anggotanya perwakilan 26 kelas dan Tim Penanggulangan Kekerasan yang anggotanya para guru.
"Namanya anak-anak mencari saja tempat-tempat yang dia tidak terpantau," ujarnya.
Alih-alih membantah beberapa hal, Mulib menyatakan kasus penganiayaan siswanya ini mendorong pihaknya untuk introspeksi diri. SMPN 2 Kota Mojokerto juga akan mengoptimalkan peran-peran satgas dan tim untuk mengawasi para siswa. Ia juga sudah memanggil RM dan ED bersama orang tua mereka.
"Mereka mengakui kesalahannya, bahasanya jangan penganiayaan, tapi tukaran lah (bertengkar), dan orang tuanya secara kekeluargaan berupaya menemui orang tua korban. (Kenapa tidak dimediasi di sekolah?) Karena orang tua korban merasa perlu menenangkan diri dulu. Pasti nanti kami pertemukan, (korban) sudah masuk, aman-aman saja, tidak ada hal yang perlu dikhawatirkan," cetusnya.
Terhadap RM dan ED, Mulib mengaku bakal menerapkan tindakan disiplin positif. Artinya, pihaknya tidak akan menjatuhkan sanksi skorsing, apalagi sampai mengeluarkan dua siswa tersebut. Sebab menurutnya, cara-cara lama itu justru tidak akan menyelesaikan persoalan.
"Kami menerapkan disiplin positif. Anak-anak yang melakukan pelanggaran dimediasi, diajak ngomong supaya mengidentifikasi dan menyadari kesalahannya. Sehingga dengan kesadaran pribadi, dia tidak mengulangi hal-hal negatif," jelasnya.
Mulib lantas menjawab kekhawatiran orang tua korban akan terjadi lagi penganiayaan terhadap putranya. Pihaknya akan mengundang orang tua korban dalam program parenting berkala setiap 2 pekan. Rencananya, ia akan menyampaikan juga tentang konsep disiplin positif.
"Intinya kami sampaikan terkait disiplin positif, tidak hanya sekolah, semua bergerak. Orang tua memberi pembinaan di keluarga. Tentu (ada jaminan keamanan), kami memberikan jaminan bahwa di sekolah ini aman. Dengan kejadian ini kami introspeksi apa yang harus dibenahi," tandasnya.
Sebelumnya, seorang siswa kelas 7 SMPN 2 Kota Mojokerto dianiaya 2 teman seangkatannya di sekolah tersebut pada jam istirahat kedua, Kamis (25/1) sekitar pukul 12.00 WIB. Remaja berusia 12 tahun itu dipukuli dan ditendang perutnya, disikut pelipis kanannnya, serta dipukuli tengkuk atau kepala belakangnya. Saat itu, korban juga dikerumuni sekitar 20 siswa lebih anggota kelompok MTd.
Intimidasi kelompok MTd membuat korban tak berani cerita kepada orang tuanya. Orang tua korban justru mengetahui penganiayaan tersebut dari ibu teman korban pada Jumat (26/1) malam. Hari itu juga, ayah korban, DN (38) melaporkan RM dan ED ke Polres Mojokerto Kota. Mereka berharap kasus serupa tidak terulang di SMPN 2 Kota Mojokerto.
(hil/dte)