Wali Kota Eri Buka Suara soal 4 Kasus Kekerasan Anak di Awal Tahun

Wali Kota Eri Buka Suara soal 4 Kasus Kekerasan Anak di Awal Tahun

Esti Widiyana - detikJatim
Rabu, 24 Jan 2024 21:47 WIB
Walkot Eri Cahyadi saat menyampaikan keterangan di Balai Kota.
Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi. (Foto: Esti Widiyana/detikJatim)
Surabaya - 4 Kasus kekerasan terhadap anak terjadi di Kota Pahlawan pada awal tahun 2024. Padahal Surabaya mempunyai predikat Kota Layak Anak (KLA) yang diraih Surabaya selama 5 kali berturut-turut.

Kasus yang menimpa anak itu terdiri dari tiga kasus pelecehan seksual dan satu yakni kekerasan dalam rumah tangga. Lalu bagaimana dengan predikat sebagai kota layak anak?

Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi pun buka suara. Eri menegaskan Surabaya tetap menjadi kota layak anak.

"Ketika menjadi kota ramah anak atau kota layak anak, bukan kejadiannya, tapi apa yang dilakukan pemerintah dan warganya untuk sosialisasi ke warga setempat, karena kejadian ini, dari sekian juta orang kasusnya berapa orang," kata Eri, Rabu (24/1/2024).

Eri mengaku telah telah menyampaikan ke Menteri Pemberdayaan Perempuan dan UNICEF bahwa KLA tidak melihat kasus tersebut sebagai kota layak anak. Melainkan upaya apa saja yang telah dilakukan pemerintah hingga masyarakat.

"Pikirnya kota layak anak kok ada kekerasan anak, bukan itu yang dilihat, tapi apa yang dilakukan masyarakat mengamankan, sosialisasi, apa yang dilakukan pemerintah, itu yang dilakukan menjadi kota ramah anak dan layak anak," jelasnya.

Menurutnya, kejadian seperti ini tidak bisa dimungkiri tak ada kasus sama sekali. Tindakan kejahatan akan bermunculan, namun bagaimana cara masyarakat untuk saling menjaga dan menguatkan masing-masing perkampungan. Salah satunya dengan kegiatan sekolah orang tua hebat.

"Kedua, meningkatkan rasa sesama tetangga itu ada rasa empati lebih tinggi. Hidup harus empati. Kita tingkatkan empati. Lebih penting dari pembangunan, pembangunan ketok moto (terlihat mata), kalau ini tidak kelihatan mata, tapi dampaknya luar biasa," ujarnya.

Ia menuturkan, warga tidak bisa hidup sendiri-sendiri. Rasa empati harus tumbuh, apalagi tujuannya untuk menjaga satu dengan yang lain.

"Karena mengubah tidak bisa 1-2 tahun, karena terbiasa hidup tidak ada empati, empati hanya lisan tanpa perbuatan," pungkasnya.


(abq/dte)


Hide Ads