Pengakuan pilu datang dari seorang anak perempuan 13 tahun di Surabaya. Ia menjadi korban pencabulan ayah dan 2 pamannya, serta korban pemerkosaan kakak kandungnya sendiri.
Aksi asusila ini telah terjadi sejak korban duduk di kelas 3 SD. Saat ini, korban sudah duduk di kelas 1 SMP. Selama bertahun-tahun, korban tetap diam karena seluruh pelaku masih keluarga.
"Tidak ada ancaman dari para pelaku, korban hanya takut bercerita karena yang melakukan keluarga sendiri," kata Kasat Reskrim Polrestabes Surabaya AKBP Hendro Sukmono, Selasa (23/1/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun, pada 2 Januari 2024, korban baru berani melapor ke ibunya bahwa alat vitalnya terasa sakit. Sayangnya, ibunya saat itu tak berdaya karena mengalami sakit stroke. Ibu korban menceritakan semua itu ke adiknya atau tante korban berinisial SN yang kemudian segera melapor ke polisi.
"Karena ibunya baru diberitahu korban pada tanggal 2 Januari 2024 dan ibunya sempat sakit sehingga tanggal 5 Januari 2024 baru membuat laporan dengan didampingi tantenya adik dari ibu korban," ujar Hendro.
Selama ini, korban tinggal bersama keluarganya di sebuah rumah 2 lantai di Kecamatan Tegalsari. Rumah itu juga dihuni oleh tiga pamannya, seorang bibinya, dan tiga saudara sepupunya.
Bibi korban, SN (41), menjelaskan bahwa setelah kejadian itu, ibu kandung korban, AR langsung membawa putrinya ke rumah neneknya di salah satu rusunawa di Surabaya.
Pada saat itu, AR juga telah melaporkan suaminya, anak laki-lakinya, juga 2 paman korban ke polisi. Sebelum keempat pelaku ditangkap, ibu korban telah melarang pelaku bertemu dengan korban, mengingat rasa trauma yang dialami korban.
Meskipun mengalami trauma, korban tetap melanjutkan sekolah dan dapat mengatasi situasinya di depan teman-teman dan guru.
"Kemarin cuma sempat bolos waktu dipanggil polisi untuk pemeriksaan. Selain itu sampai sekarang masih sekolah. Dia anak yang baik, bisa menutupi luka yang dipendam dengan senyuman," ujar SN.
Sementara suami SN, MI (39), yang juga paman korban menyatakan bahwa korban mengalami trauma akibat perbuatan cabul keluarganya.
"Ketemu pelaku suatu saat nanti nggak boleh. Hasil rundingan di sana. Karena rasa trauma (korban). Selain saya dan istri saya ditutup aksesnya untuk bertemu (korban)," kata MI ditemui detikJatim, Sabtu (20/1).
Kasat Reskrim Polrestabes Surabaya Hendro Sukmono menambahkan, dalam kasus pencabulan ini, hanya kakak korban yang melakukan pemerkosaan. Pemerkosaan diketahui dilakukan hingga 2 kali.
"Untuk kakaknya melakukan persetubuhan pada korban 2 kali pada kelas 3 SD. Selanjutnya hingga kelas 1 SMP," ujar Hendro.
Pencabulan dan pemerkosaan yang dilakukan kakaknya diketahui terakhir terjadi pada awal tahun. Saat itu, tersangka tengah mabuk miras.
"Terakhir tanggal 1 Januari 2024 (MNA) melakukan pencabulan," beber Hendro.
Hendro mengatakan sebenarnya para tersangka saling mengetahui aksi bejatnya masing-masing. Namun mereka tak pernah membahasnya saat bertemu maupun bersama keluarga.
"Itu (pencabulan) tidak bersama-sama (dilakukan), waktunya berbeda-beda. Tapi, mereka saling tahu, namun tidak pernah membahas," kata Hendro.
Sebelumnya, aksi pencabulan yang terjadi dalam sebuah keluarga di Kota Pahlawan ini mengerikan. Seorang anak perempuan berusia 13 tahun dicabuli oleh ayah kandung, kakak kandung, bahkan oleh 2 orang pamannya.
Keempat tersangka adalah ayah korban ME (43), kakak korban MNA (17) dan dua pamannya I (43) dan MR (49). Kakak korban MNA adalah satu-satunya pelaku yang memperkosa korban.
(hil/fat)