Pilu dialami sejumlah santriwati di Pondok Pesantren Thafidh Hidyatul Qur'an As Syafi'i, Pulau Bawean, Gresik. Niat mereka untuk mencari ilmu berujung menjadi korban pencabulan kiainya, NS (49). Kasus pencabulan itu terbongkar usai orang tua salah satu santriwati yang menjadi korban, lapor ke Polres Gresik.
Polisi pun langsung menyeberang ke Pulau Bawean untuk menangkap NS. NS dilaporkan ke polisi atas dugaan pencabulan terhadap 3 santriwatinya.
"Kami menjemput yang bersangkutan (NS) di Bawean," kata Kasat Reskrim Polres Gresik AKP Aldhino Prima Wirdhan kepada detikJatim, Sabtu (23/12/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara itu, diketahui tiga korban kiai tersebut masih berusia 12 hingga 13 tahun. YF, ayah dari salah satu orang tua santriwati menceritakan awal terbongkar aksi pencabulan itu. Yakni setelah putrinya mulai sering menghubunginya pada akhir November lalu melalui telepon. Putrinya itu menyampaikan dirinya mulai tidak kerasan di pondok.
"Anak saya ini mondok 5 bulan. Sebelumnya itu nggak pernah minta pulang. Tapi, akhir November kemarin baru minta pulang, karena minta pulang terus akhirnya saya ke sana (Ponpes) sama istri saya. Di sana saya menanyakan perihal tidak kerasan di Pondok," kata YF, Sabtu (24/12/2023).
Putri YF awalnya tetap diam dan hanya meminta agar segera diajak pulang. Hingga akhirnya ibu korban merayunya untuk menceritakan apa yang menyebabkannya ingin pulang. Korban pada akhirnya menceritakan tentang pencabulan yang dilakukan oleh kiai NS.
"Tidak dilakukan di pondok, tapi di rumahnya. Di sana anak saya dipaksa melakukan hal-hal yang tidak senonoh," ujar YF.
Seketika itu YF dan istrinya memutuskan untuk segera membawa pulang anaknya pada akhir November 2023 lalu. Ia sangat menyesal telah mengirim putrinya ke pondok itu.
"Saya ini memondokkan anak saya agar memiliki ilmu agama yang tinggi, memiliki akhlak yang baik. Ini malah dirusak," katanya.
Keluarga korban menyebut, mereka juga kerap menerima intimidasi dari NS. YF mengatakan, setelah putrinya dibawa pulang, ia mengaku bahwa NS beberapa kali meneleponnya. Pelaku meminta agar korban dikembalikan ke pondok.
"Tapi saya sudah nggak mau bawa ke pondok lagi, karena anak saya mengalami trauma berat," kata YF.
YF menambahkan, pelaku pernah juga mengatakan akan mendatangi rumahnya untuk bersilaturahmi. Pelaku berniat menyelesaikan perkara tersebut kepada orang tua korban.
"Namun, dua kali janji yang disampaikan tidak ditepati. Hingga akhirnya saya bersama istri melapor kejadian (pencabulan) ke Polres Gresik," papar pria berusia 52 tahun itu.
YD mengakui, banyak informasi dari masyarakat dan warga sekitar rumahnya yang menyebut NS kerap kali mencabuli para santriwatinya.
"Awalnya saya tidak percaya, karena memang itu hanya omongan saja. Tapi ternyata memang benar dan termasuk anak saya menjadi korban," bebernya.
YF menjelaskan, saat ini anak perempuannya yang masih duduk di kelas 7 MTs mengalami trauma berat. Saat ini, putrinya terus dilakukan monitoring dan pendampingan oleh petugas UPT PPA Kecamatan Tambak dan Sangkapura.
"Sekarang putri saya nggak mau mondok lagi. Sering diam nggak mau ketemu orang. Anak saya mengalami trauma berat," tandasnya.
Dikonfirmasi terpisah, Baharudin, Penasihat Hukum NS membantah adanya intimidasi yang dilakukan pihak NS. Namun, ia membenarkan adanya permintaan cabutan laporan polisi kepada pihak keluarga korban.
"Kalau intimidasi tidak ya. Karena kita nggak mengancam atau memaksa mereka. Kalau meminta cabut laporan iya, tapi dengan persuasif," katanya kepada detikJatim.
(hil/fat)