Nasib malang menimpa Fitria Almuniroh Hafidloh Diyanah (23), yang tewas dibunuh mertuanya, Khoiri (52). Sehari-hari, wanita yang hamil 7 bulan ini tinggal bersama suaminya, Sueb dan mertua di Pasuruan. Fitria dibunuh Khoiri usai menolak ajakan berhubungan badan.
Ternyata, tinggal dalam satu rumah bersama orang tua setelah menikah tidak menjamin kebahagiaan. Ada suka dan duka hingga terburuk, bisa menimbulkan masalah baru seperti insiden yang menimpa Fitria.
"Bagaimana dengan orang yang tinggal satu rumah dengan orang tua setelah menikah. Itu masing-masing budaya. Apakah itu baik? Iya, bisa. Kalau suami istri kerja punya anak tinggal bersama orang tua, anak ada yang memantau," kata Psikolog, Praktisi Perlindungan Perempuan dan Anak Jatim, Riza Wahyuni SPsi MSi saat dihubungi detikJatim, Jumat (3/11/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tinggal bersama orang tua, lanjut Riza, harus pintar dalam berkomunikasi agar hubungan antarkeluarga terjalin dengan baik. Sehingga, komunikasi menjadi hal yang penting di dalam rumah.
Riza menjelaskan, dengan komunikasi, akan mengetahui apakah pasangan ini menjadi pasangan yang tergantung secara ekonomi kepada keluarga. Ataukah justru pasangan ini menjadi mandiri dengan kondisi di dalam rumah tersebut.
"Kembali lagi bagaimana memahami tentang konsep bersama dengan keluarga. Apa lagi budaya Jawa. Mangan ora mangan yang penting ngumpul. Pada satu sisi lain bahwa mereka tidak bisa lepas untuk kebutuhan berkumpul, bersama dalam suka dan duka. Kembali lagi bagaimana penanaman nilai-nilai dalam keluarga," jelasnya.
Praktisi psikolog klinis dan forensik Surabaya ini menyebut, pasti ada saja konflik yang terjadi ketika tinggal bersama orang tua setelah menikah.
"Pasti ada. Pelecehan, seperti menantu perempuan dengan mertuanya, terjadi konflik. Ketika menantu bangun agak kesiangan, mertuanya sudah melirik. Pasti ada ketidaknyamanan. Ketika terjadinya pelecehan seksual, kita kembalikan pada norma keluarga itu seperti apa," urainya.
Riza menjelaskan, pelaku dari kejahatan itu kebanyakan adalah orang terdekat. Bisa terjadi karena perilaku tersangka yang over agresif, tidak bisa mengontrol diri dan manipulatif.
"Sedangkan pelaku kondisi tidak berdaya, ketergantungan, baik secara ekonomi atau sosial. Itu dari aspek kepribadian," ujarnya.
Lalu, tayangan yang muncul di media sosial, bisa mempengaruhi sistem saraf menjadi kenyamanan dan ketergantungan. Itu biasanya menyebabkan penurunan aktivitas otak yang mudah linglung dan sebagainya, termasuk tidak bisa mengontrol hasrat seksual.
"Bisa saja dia tidak terbentuknya moral dengan baik. Misalnya lingkungan pendidikan, bisa mempengaruhi seseorang melakukan hal itu," pungkasnya.
Peristiwa keji ini terjadi Selasa (31/10) sore, di Dusun Blimbing, Desa Parerejo, Kecamatan Purwodadi, Kabupaten Pasuruan, tepatnya di rumah yang ditinggali keduanya.
Sebelum membunuh, Khoiri ternyata berniat untuk memerkosa Fitria. Khoiri nafsu ketika melihat Fitria habis mandi lalu telentang di dalam kamarnya. Khoiri lantas menciumi menantunya itu.
Namun, Fitria berontak dan berteriak. Rupanya teriakan itu membuat Khoiri panik hingga akhirnya mengambil pisau di dapur dan menggorok leher Fitria.
Suami korban, Sueb Wibisono (31), yang baru pulang setelah bekerja melihat istrinya sudah terkapar di atas tempat tidur dalam kondisi berlumuran darah.
Sueb lantas berteriak dan warga berdatangan ke lokasi. Korban sempat dilarikan ke puskesmas tapi nyawanya dan nyawa sang bayi tidak tertolong.
(hil/fat)