Tragedi Mertua Bunuh Menantu Hamil 7 Bulan dari Sudut Pandang Psikologi

Tragedi Mertua Bunuh Menantu Hamil 7 Bulan dari Sudut Pandang Psikologi

Esti Widiyana - detikJatim
Jumat, 03 Nov 2023 08:30 WIB
Penampakan mertua bunuh menantu di Pasuruan
Khoiri (52), mertua pembunuh menantu yang sedang hamil 7 bulan di Pasuruan. (Foto: Dok. Muhajir Arifin/detikJatim)
Surabaya -

Seorang mertua warga Dusun Blimbing, Desa Parerejo, Purwodadi, Pasuruan bernama Khoiri (52) dengan keji membunuh menantunya yang sedang hamil 7 bulan, Fitria Almuniroh Hafidloh Diyanah (23). Fitria sempat melawat saat Khoiri hendak memerkosa dirinya.

Praktisi Psikologi Klinis dan Forensik Surabaya Riza Wahyuni SPsi MSi berpendapat bahwa secara psikologis sang mertua pembunuh menantu yang sedang hamil itu memiliki karakter emosional dan agresif dalam keseharian. Selain itu, keinginannya tidak bisa ditolak.

"Tapi jujur untuk mengetahui mereka ini harus melakukan asesmen. Bisa saja kalau dilihat dari perilakunya, dia memiliki kecenderungan agresifitas dan kecenderungan tidak bisa ditolak keinginannya," kata Riza saat dihubungi detikJatim, Kamis (2/11/2023).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Misalnya bisa saja tentang primitif seksual dan macam-macam. Untuk bisa mengetahui tentang kepribadiannya maka perlu ditelusuri secara psikologi seperti apa karakternya," tambahnya.

Riza mengatakan berdasarkan pengalamannya menangani pelaku pembunuhan rata-rata dari mereka memiliki karakter agresif berlebihan. Bisa juga karena memiliki masalah dengan harga diri hingga masalah hubungan sosial.

ADVERTISEMENT

"Kita nggak pernah tahu ya. Siapa tahu sebenarnya ada indikasi bahwa dia (pelaku) sudah melakukan kekerasan terhadap menantunya. Misalnya pemerkosaan. Kita juga tidak tahu kehamilan dia (korban) itu anaknya siapa," ujarnya.

Berdasarkan pengakuan Khoiri, saat dirinya hendak memerkosa menantunya itu korban yang sedang hamil 7 bulan berusaha menolak dan melakukan perlawanan. Kemudian pelaku merasa panik dan mengambil pisau lalu menggorok leher menantunya.

Riza yang juga merupakan psikolog sekaligus praktisi Perlindungan Perempuan dan Anak Jatim ini mengatakan bahwa apa yang dilakukan pelaku itu tidak terkontrol atau kalap. Terlebih ketika kebutuhan biologisnya tidak terpenuhi, maka yang muncul adalah naluri kebinatangan.

"Dia tidak bisa kontrol. Apalagi punya harga diri terlalu tinggi, segala penolakan nggak boleh terjadi. Itu bisa membentuk dia sangat emosional. Perilaku itu, apakah dia memang merencanakan? Tidak. Saya yakin itu tidak. Tapi apa karena tidak terpenuhi kebutuhannya, minta tapi nggak dikasih dan tidak bisa mengontrol emosi: iya," ujarnya.

Riza menjelaskan bahwa di dalam diri manusia itu ada 3 hal. Yakni Id atau kebutuhan, ego ialah bagaimana kebutuhan bisa terpenuhi, dan super ego adalah yang mengontrol bagaimana pemenuhan kebutuhan itu.

Super ego berisi norma-norma sosial, agama, dan lainnya. Id adalah daya dorong kebutuhan, seperti rasa lapar termasuk kebutuhan seksual. Sedangkan ego ialah kecenderungan seseorang ketika merasa lapar akan makan, dan keinginan seksual harus dilakukan.

"Ingat, kita manusia, Allah menciptakan namanya super ego. Itu tidak ada dong pada hewan. Hewan tidak memiliki super ego. Makanya hewan kalau kepingin, kepingin saja ga peduli milik siapa. Di situlah perlu dipertanyakan super ego berfungsi apa tidak? Karena sekarang banyak super ego yang tertutupi. Kenapa terjadi kekerasan, pelecehan, ya itu tadi. Ada kebutuhan tapi super egonya tertutupi," pungkasnya.




(dpe/iwd)


Hide Ads