Nada pesan SMS di ponsel Sigit Budi Santoso berdering malam itu. Pengirim pesan adalah Bagus Satrio yang memberitahu bahwa dirinya sedang bersama Gilang Ramadhani di sebuah warung di sekitar Jalan Manunggal, Tuban.
Sigit memang sedang mencari Gilang. Untuk itu, ia meminta tolong Bagus agar dipertemukan dengan Gilang. Sebab siswa kelas XI SMK itu diduga jadi informan polisi sehingga adiknya ditangkap dalam kasus perkelahian.
Usai menerima SMS dari Bagus, malam itu juga, Sigit dan tiga temannya Sandi, Rudy serta Aris kemudian meluncur ke lokasi yang disebutkan Bagus. Setiba di lokasi, Sigit langsung mengajak Gilang ke belakang warung.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tanpa basa-basi, pria 27 tahun itu langsung memukuli Gilang dengan tujuan agar Gilang mengakui telah jadi informan polisi. Namun Gilang hanya diam tak menjawab tudingan Sigit.
Emosi, Sigit lalu menyuruh Bagus membeli bensin di SPBU untuk mengancam akan membakar Gilang jika tak mengaku sebagai informan polisi.
Ancaman ini rupanya ampuh, Gilang lalu mengakui jadi informan sehingga adik Sigit ditangkap polisi. Pengakuan ini semakin membuat Sigit emosi. Ia lalu bersama Sandi, Rudy dan Aris lalu memukuli Gilang bersama-sama.
Belum puas memukuli, Sigit kemudian mengajak Gilang keluar mencari lokasi untuk duel. Dengan masing-masing mengendarai motor, mereka kemudian berputar-putar mencari lokasi duel.
Mereka kemudian berhenti di sebuah lahan sawah di Desa Mandirejo, Merakurak. Keduanya lalu berduel disaksikan teman-teman Sigit.
Dalam duel itu, Sigit terpojok lalu mengeluarkan pisau lipat yang dibawanya. Ia lalu menikamkan pisau tersebut ke tubuh Gilang. Terdesak, Gilang lalu berteriak tolong sambil berlari kabur.
Nahas, Sigit berhasil mengejarnya dan kembali menusukkan pisau ke tubuhnya bertubi-tubi. Tubuh Gilang lalu ambruk jatuh ke saluran air sambil mengerang kesakitan.
Sigit yang dikuasai amarahnya lalu tanpa ampun menyiramkan bensin ke tubuh Gilang. Beruntung bensin yang disiram hanya membakar bagian kaki Gilang dan api juga hanya menyala sebentar.
Gilang ternyata belum tewas, tubuhnya kemudian ditemukan keesokan harinya oleh petani setempat. Remaja 17 tahun itu kemudian dilarikan ke rumah sakit.
Namun sesaat setelah mendapat perawatan di RSUD dr Koesma, remaja asal Karangsari itu dinyatakan meninggal dunia. Polisi kemudian menyelidiki kematian Gilang.
Selasa, 26 Juli 2016, polisi kemudian meringkus Sigit, Aris dan Sandi dan mereka dihadirkan dalam jumpa pers. Sedangkan satu pelaku lain Rudy ditetapkan sebagai daftar pencarian orang (DPO).
Ketiganya kemudian dijerat pasal pembunuhan berencana dan perlindungan anak. Berkas ketiganya selanjutnya diserahkan ke kejaksaan dan jadi pesakitan di persidangan.
Awalnya, jaksa menuntut Sigit sebagai otak pembunuhan dengan hukuman penjara seumur hidup, sedangkan Sandi dituntut 18 tahun penjara dan Aris dituntut 15 tahun penjara. Tapi palu hakim berbicara lain. Selasa 17 Januari 2017, hakim menjatuhkan vonis hukuman mati terhadap Sigit.
"Menjatuhkan hukuman mati kepada Terdakwa I Sigit Budi Santoso," kata majelis hakim Donovan Akbar dalam sidang terbuka untuk umum di Pengadilan Negeri Tuban.
Pertimbangan majelis yaitu Sigit berbelit-belit dalam memberikan keterangan. Ia mengakui membunuh Gilang, tapi tidak mengakui bila perbuatannya direncanakan. Sigit mengelak bila bukti bensin dan pisau telah disiapkan sebelumnya.
Tak terima dengan putusan ini, Sigit kemudian banding di tingkat Pengadilan Tinggi. Senin 6 Maret 2017 majelis hakim Sutrisni mengubah vonis Sigit jadi hukuman seumur hidup. Sedangkan dua terdakwa lainnya Sandi dengan hukuman pidana penjara 18 tahun dan Aris 15 tahun.
"Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa 1, Sigit Lisan Budi Santoso alias Surip bin Nanang S dengan Pidana penjara seumur hidup," demikian bunyi putusan banding Pengadilan Tinggi Sutrisni.
Crime Story merupakan rubrik khusus yang mengulas kisah kriminal yang pernah terjadi di Jatim. Crime Story tayang setiap Senin dan Jumat.