Tim Penasihat Hukum keluarga Angeline yang merupakan Tim Advokat dari Fakultas Hukum Ubaya mendorong agar penyidik Satreskrim Polrestabes Surabaya segera melengkapi berkas perkara itu. Supaya Kejari segara menyatakan berkas itu lengkap (P21) dan kasus itu bisa disidangkan.
Kinerja penyidik kepolisian yang terkesan tidak transparan pun mereka pertanyakan. Termasuk soal pemeriksaan terhadap saksi-saksi, hasil autopsi terhadap jenazah korban, dan keterangan ahli forensik terkait penyebab kematian korban.
"Ada hal yang tidak transparan yang sampai hari ini, lebih dari 100 hari perkara ini, masih ada di tahap P19," kata salah satu Tim Advokasi Ubaya Salawati saat ditemui detikJatim di Ruang Rapat Hukum Ubaya, Kamis (14/9/2023).
Tidak hanya soal berkas perkara yang belum lengkap dan hasil penyidikan yang tidak transparan, Salawati mempermasalahkan penyajian pasal dari pihak penyidik. Terutama soal penyebutan pasal 340 tentang Pembunuhan Berencana dan 338 tentang Pembunuhan yang tidak disertai "dan atau".
"Dalam hukum pidana pemilihan diksi 'dan atau' membawa konsekuensi hukum. Kalau sudah dibuktikan, ditempatkan pasal 338 di depan 'atau' itu berupa alternatif dari pasal 340. Itu 340 ya sudah tidak dibuktikan lagi kalau memakai 'atau'. Dengan upaya ini, kalau mereka menempatkan 338 kami mohon ada kata 'dan atau'," ujarnya.
Tim penasihat hukum dan keluarga korban meminta penyidik juga membuka hasil autopsi terhadap jenazah Angeline Nathania. Mereka merasa banyak yang tidak diungkap saat penyidikan, seperti indikasi penganiayaan berat sebelum pembunuhan hingga indikasi kekerasan seksual.
Pihaknya juga mempertanyakan apakah setelah hasil autopsi terhadap jenazah Angeline Nathania keluar ada pemeriksaan lanjutan yang dilakukan oleh penyidik? Khususnya kepada tersangka dan para saksi yang sebelumnya diperiksa.
"Lalu, khususnya hasil autopsi, kami mendengar ahli forensik tidak diperiksa. Kalau fakta dan datanya sudah jelas ada, harusnya tinggal direkonstruksi. Dengan ini kami pun meminta institusi kepolisian untuk menggali perkara ini sesegera mungkin," ujarnya.
Kemudian berkaitan dengan keterangan tersangka yang berubah-ubah Tim Penasihat Hukum keluarga Angeline juga mempertanyakan kejelasan. Seperti tempat pembunuhan, serta cara atau modus tersangka dalam melakukan pembunuhan.
"Memperjelas motif, karena hal berubah-ubah. Mengenai motif dalam rilis ada motif ekonomi, penguasaan mobil, digadaikan," katanya. "Perlu diingat, tersangka punya hak ingkar. Sehingga yang harus diutamakan dalam membuktikan perkara ini adalah fakta-fakta berdasarkan bukti-bukti lainnya, hasil rekonstruksi, serta hasil autopsi," tambahnya.
Salawati mengingatkan kepada penyidik bahwa perkembangan kasus ini mendapat pengawasan dari Kompolnas. Dia juga tegaskan bahwa keluarga korban sudah bersurat meminta perlindungan hukum ke Menkopolhukam, Kapolri, Biro Wassidik Mabes Polri, Kapolda Jawa Timur, Kapolrestabes Surabaya, Kepala Kejaksaan Negeri Surabaya, yang juga sudah ditembuskan kepada penyidik.
Kasi Intelijen Kejari Surabaya Putu Arya Wibisana membenarkan bahwa berkas perkara pembunuhan Angeline Nathania memang sudah masuk ke Kejari Surabaya tapi dinyatakan belum lengkap.
"Berkasnya sudah masuk ke kami. Tapi masih P19," kata Putu saat dikonfirmasi detikJatim. "Untuk detailnya belum bisa kami sampaikan. Yang pasti kurang syarat formil dan materiil," ujarnya.
Angeline dibunuh dengan keji oleh Roy, Guru Musiknya saat SMA pada 4 Mei 2023. Jenazahnya dimasukkan ke koper lalu dibuang ke jurang Gajah Mungkur, Pacet, Mojokerto pada 5 Mei dini hari. Jenazah Angeline baru ditemukan sebulan kemudian pada 3 Juni 2023, dan Roy ditangkap pada 5 Juni 2023.
(dpe/iwd)