Cara mengemudi Tri Suwandi yang sembrono dan tergesa-gesa membuat ia menabrak seorang pejalan kaki hingga tewas. Kejadian itu berlangsung pada Rabu (10/5) sekitar pukul 11.30 WIB di Kedungdoro Surabaya.
Saat itu ia berboncengan dengan temannya Abdur Rohman mengendarai Honda Vario dengan nopol L 4175 ABF. Keduanya melaju dari arah Darmo Harapan menuju Bangkalan, Madura.
Dalam sidang, Rohman dan Tri mengaku tergesa-gesa. Sebab, ia hendak mencoblos pemilihan kepala desa di Sampang, Madura.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kecepatan kira-kira 50 sampai 60 km/jam," kata Rohman saat menyampaikan kesaksian dalam sidang di Ruang Tirta PN Surabaya, Senin (28/8/2023).
Sesampainya di depan rumah makan yang berada Jalan Kedung Doro Surabaya, pandangan Tri terhalang sebuah mobil tak dikenal. Karena pandangannya sempat tertutupi, ia tak tahu jika di depannya ada seorang pria yang diketahui bernama Martinus Lay Raga sedang menyeberang.
"Saat itu korban (Martinus) berjarak sekitar 5 meter jalan kaki menyebrang. Kita kan buru-buru, Pak, ada coblosan ke Madura, setelah itu mau ngejar teman saya di depan gak bisa, waktu itu mau nyalip dari kanan, lalu menabrak," imbuh dia.
Tabrakan pun tak terelakkan. Martinus langsung tergeletak di jalan raya.
"Kita (saya dan korban) jatuhnya sama (barengan), saya langsung bangun dan melihat bapak itu berbaring. Saat itu kita berangkatnya rombongan, 3 motor. Saya di nomor 2, saya sempat ngerem tapi gak nutut (tidak sampai)," ujarnya.
Akibat benturan tersebut, Martinus, Tri, dan Rohman jatuh ke samping kiri. Tri dan Rohman hanya mengalami luka lecet tangan kiri dan kerusakan kecil pada motornya. Sedangkan Martinus tewas saat perjalanan dievakuasi ke RSU Dr. Soetomo Surabaya.
Kabar itu pun disampaikan ke keluarganya. Alhasil, putra dari Martinus, yakni Gabriel langsung menuju ke Surabaya untuk memastikan informasi itu.
"Saya dikasih tahu kalau ayah saya mau cari sparepart, pas ditabrak itu ayah saya mau menyebrang jalan. Pas saya kroscek ke lokasi warga setempat bilang almarhum ayah saya sempat terbentur dan terseret 5 meter, pas saya datang ayah saya sudah terkapar dan meninggal dunia," ujarnya.
Pria asal NTT itu menegaskan, ayahnya ke Surabaya untuk kulakan atau membeli sparepart motor. Rencananya, bakal dijual lagi di kampung halaman.
Akibat ulahnya itu, Tri didakwa dengan pasal 310 ayat (4 ) UU RI Nonor 22 tahun 2009 tentang lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Sebab, aksinya mengemudi membahayakan dan menyebabkan orang lain meninggal dunia.
Meski telah dipidana, Gabriel mengaku kedua belah pihak telah sepakat berdamai. "Ada surat pernyataan perdamaian, Pak, memang musibah dan kami tidak menuntut secara hukum. Tapi, Mas (terdakwa) masih utang sama keluarga saya, belum bertemu langsung," tuturnya.
Semua dakwaan dan pernyataan para saksi dibenarkan terdakwa Tri. Menurutnya, saat itu ia mengemudi tergesa-gesa lantaran hendak menggunakan hak pilihnya untuk mencoblos kepala desa di kampung halamannya, Dusun Nyoto, Desa Amparaan Kecamatan Kokop, Kabupaten Bangkalan Madura.
"Iya Pak, saya yang memang kurang hati-hati," tutupnya.
(pfr/iwd)