Putusan hakim PN Kepanjen Malang dalam perkara sengketa lahan di Karangploso, Kabupaten Malang, beberapa waktu lalu diduga menyalahi kode etik. Hakim yang memutuskan kini diperiksa Komisi Yudisial (KY).
Pemeriksaan KY ini berawal dari pihak tergugat melalui kuasa hukumnya, Sumardhan awalnya melaporkan perkara ini atas perkara perdata No.203/Pdt.G/2022/PN.Kpn.
Komisi Yudisial pun merespons laporan tersebut dan mulai melakukan pemeriksaan saksi pelapor hingga hakim mengetuk palu putusan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sumardhan mengatakan bahwa Komisi Yudisial telah datang ke Malang untuk melakukan pemeriksaan terhadap 6 saksi yang berperkara dalam sengketa lahan di wilayah Karangploso itu.
"Materi pemeriksaannya terkait dengan dugaan pelanggaran kode etik yang tertulis dalam putusan (hakim)," kata Sumardhan kepada wartawan, Kamis (15/6/2023).
Sumardhan membeberkan pelanggaran kode etik yang dimaksud adalah hakim diduga melakukan putusan perkara dengan cara yang kurang objektif.
Selain itu, diduga telah terjadi manipulasi keterangan saksi dalam proses persidangan sengketa lahan tersebut.
"Jadi yang didalami adalah dugaan rekayasa keterangan saksi. Ada keterangan saksi yang tidak pernah disampaikan di ruang sidang tapi ditambahkan oleh hakim. Itu yang diperdalam Komisi Yudisial," bebernya.
Menurut Sumardhan, Komisi Yudisial juga mendalami putusan hakim yang diduga memberi putusan perkara yang melebar dari objek sengketa.
"Kemarin Komisi Yudisial memberikan informasi kepada kami, kalau hari ini mereka akan memeriksa 3 majelis hakim dan 1 panitera yang bersangkutan," tuturnya.
Sumardhan menambahkan hasil pemeriksaan oleh Komisi Yudisial akan menjadi bahan untuk menggelar persidangan kode etik di Jakarta. Bukan tidak mungkin, para hakim yang bersangkutan juga akan dipanggil ke Jakarta.
"Kami hanya ingin mengingatkan hakim-hakim lain untuk cermat dan teliti dalam memutuskan perkara agar tak merugikan pihak manapun," imbuhnya.
"Kalau memang ini terbukti melanggar kode etik, tentu nanti ada sanksinya bagi hakim," sambungnya.
Humas PN Kepanjen Malang, Reza Aulia, menyampaikan bahwa majelis hakim yang dilaporkan ke Komisi Yudisial tersebut belum ada agenda pemeriksaan atau pemanggilan soal dugaan pelanggaran kode etik.
"Hari ini tidak ada agenda Komisi Yudisial untuk pemeriksaan terhadap hakim Kepanjen. Sudah saya konfirmasi dengan beliau, sampai dengan hari ini tidak ada pemanggilan oleh KY terhadap beliau," tegasnya.
Perlu diketahui, perkara ini bermula saat Suwoko, Direktur utama (Dirut) baru perusahaan PT Noto Joyo Nusantara Karangploso menggugat 3 direksi lamanya, yakni Dirut Abdul Khalim, Direktur Bambang Setyawan dan Komisaris M Yusuf Aminullah Yasir.
Abdul Khalim (tergugat 2) ketika masih menjabat sebagai Dirut PT Noto Joyo Nusantara telah membuat akta pengakuan hutang kepada Bambang Setyawan (tergugat 1) senilai Rp 22,3 milyar.
Piutang itu berasal dari sisa harga tanah dan hasil kerja pembangunan perumahan yang belum dibayar oleh PT Noto Joyo Nusantara.
Dalam gugatannya, Suwoko meminta 57 SHGB yang tercatat atas nama PT Noto Joyo Nusantara dan 2 Letter C No.674 atas nama Kamil dan Letter C No.1867 atas nama Naim yang belum disertifikatkan untuk disahkan menjadi atas nama PT Noto Joyo Nusantara.
Kemudian, perkara perdata yang sudah diputus oleh PN Kepanjen ini ternyata masih berlanjut. Pihak tergugat menduga bahwa banyak pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh hakim selama persidangan.
Pelanggaran yang dimaksud, yakni adanya putusan yang melebihi dari tuntutan, kemudian adanya sejumlah catatan kesaksian yang tertulis dalam putusan hakim yang dimana sebenarnya kesaksian tersebut tak disebutkan oleh saksi ketika dalam proses persidangan.
Karena itu diduga adanya manipulasi keterangan saksi dalam proses persidangan sengketa lahan tersebut serta hakim dinilai kurang objektif dalam memutus perkara.
(abq/iwd)