Tersangka AT, warga Cirebon ini telah meretas website pascasarjana ITS yakni tpka.its.ac.id dan Mr Cakil warga Tangerang telah meretas website jatimprov.go.id. Oleh kedua tersangka ini, situs tersebut disusupkan file ekstensi atau backdoor berupa situs judi online.
"Kedua tersangka ini, jalur formilnya mereka sampai SD. Mereka belajar otodidak, kemudian meningkatkan kemampuan melalui komunitas para hacker itu," kata Wadir Reskrimsus Polda Jatim AKBP Arman kepada wartawan saat rilis di Polda Jatim, Rabu (31/5/2023).
Arman menegaskan mereka telah terlatih dalam komunitas hacker. Dengan begitu, para tersangka ini terus mengasah kemampuan mereka dalam melakukan peretasan.
Ditanya alasan pelaku meretas website milik pemerintah dan pendidikan, Arman menyebut, selain untuk eksistensi di kalangan para hacker, mereka juga mencari keuntungan dengan memasang iklan situs judi.
"Jadi meng-hack suatu situs itu untuk dipampangkan iklan judi online," ungkap Arman.
Dari pengakuan pelaku, keduanya lebih memiliki membobol situs pemerintah dan pendidikan, karena situs tersebut tidak akan diblokir Kompinfo.
"Kenapa harus situs resmi pemerintah. Karena, kalau situs resmi pemerintah itu tidak dilakukan blokir oleh Kominfo. Sehingga apabila dibobol tetap bisa terpampang iklan yang dipasang di situ, sehingga diharapkan banyak yang bisa melihat," ungkap Arman.
Meski diretas, Arman memastikan para hacker tidak bisa mengambil data secara detail. Hanya saja, pelayanan di situs Pemprov Jatim dan ITS menjadi terganggu.
"Kerugiannya tadi sudah disampaikan, bahwa pelayanan masyarakat terganggu. Karena ini situs yang digunakan untuk pelayanan publik," ungkap Arman.
Dari tangan tersangka, polisi menyita barang bukti berupa 4 unit ponsel, 2 perangkat komputer rakitan dan 2 laptop rakitan.
Atas perbuatannya, tersangka dijerat UU nomot 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) sebagaimana telah diubah dengan UU nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas UU nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE, dengan ancaman hukuman maksimal 10 tahun penjara dan denda paling banyak Rp 10 miliar.
(hil/iwd)