Setelah menjalani hukuman selama 4 Tahun lamanya. Seorang narapidana terorisme, Sultoni alias Dzaki Bin Warmi (39) bebas dari Lembaga Pemasyarakat (Lapas) Kelas 2A Kediri.
Sultoni untuk pertama kalinya menghirup udara bebas setelah mendekam di Lapas Kediri sejak 17 Desember 2020. Keluar dari Lapas Kelas 2A Sultoni nampak tidak ada yang menjemput dan menyambut dirinya. Bahkan Sultoni mengaku kepada pihak Lapas agar diantar ke terminal sehingga dia bisa pulang ke Tegal naik bus.
Sekadar iniformasi, Sultoni adalah pindahan dari rumah tahanan Cikeas, Jakarta. Sebelumnya, dia divonis oleh Pengadilan Negeri Jakarta selama 4 tahun penjara pada 15 Mei 2019.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Narapidana teroris ini terlibat dalam jaringan terorisme kelompok Fiqoh Abu Hamzah di Tegal, Jawa Tengah pada 2004 silam. Pria asal Desa Grobok Kulon, Kecamatan Pangkah, Tegal itu diketahui berperan sebagai donatur gerakan terorisme.
Di Lapas Kediri, Sultoni berada di sel terpisah dengan maximum security. Dia berperilaku cukup baik, sehari-hari dihabiskan Sultoni dengan beribadah dan pembinaan bersama pihak lapas. Termasuk merajut songkok atau kopyah.
Kepala Lapas Kelas 2A Kediri Hanafi mengatakan bahwa pembinaan napiter di Kediri ini mencakup pembinaan intramural dan ekstramural untuk mengurangi kemampuan, niat, dan keterlibatan napiter terhadap ekstrimisme kekerasan. Napiter dibina agar dapat kembali ke tengah masyarakat, termasuk pembinaan kemandirian.
"Kami melakukan pendampingan dan pengawasan baik di dalam Lembaga Pemasyarakatan Kediri. Tujuannya adalah perubahan pemahaman dan perilaku napiter," kata Hanafi, Senin (15/5/2023).
Dalam melakukan pembinaan, Lapas Kediri melakukan penilaian menggunakan instrumen risiko dan kebutuhan untuk membantu penyusunan program pembinaan yang sesuai dengan kebutuhan masing-masing napiter.
"Kami harapkan napiter dapat hidup dan berinteraksi kembali dengan masyarakat, serta mampu menghidupi diri dan keluarganya dan tidak akan mengulangi tindak pidana," Jelas Hanafi.
Sementara itu, Hanafi mengatakan bahwa perubahan perilaku napiter juga dipantau dengan Sistem Penilaian Pembinaan Narapidana (SPPN) yang dilakukan Wali Pemasyarakatan yang ditunjuk.
Kemudian program pembinaan yang direkomendasi oleh Wali Pemasyarakatan akan ditentukan melalui sidang Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP) Lapas Kediri.
"Dari hasil penilaian instrumen risiko dan kebutuhan, kami berikan program intervensi yang sesuai dengan risiko dan kebutuhan napiter," Pungkas Hanafi.
Lebih lanjut Hanafi menjelaskan bahwa Lapas Kediri menerapkan standar keamanan dan ketertiban yang berbeda sesuai dengan klasifikasi lapas, yaitu super maximum security, maximum security, medium security, dan minimum security.
Pihaknya terus memastikan keamanan lapas melalui sinergi dengan berbagai lembaga negara, seperti BNPT, Polri, TNI, dan Kementerian Agama.
(dpe/iwd)