Cerita Dokter E Sang Raja Aborsi Surabaya

Crime Story

Cerita Dokter E Sang Raja Aborsi Surabaya

Amir Baihaqi - detikJatim
Jumat, 05 Mei 2023 13:07 WIB
Filipina: Kelompok HAM Khawatir Kemunduran Hak Aborsi seperti AS
Ilustrasi aborsi (Foto: DW News)
Surabaya -

Laju mobil yang ditumpangi H dari Malang tiba di Jalan Raya Dukuh Kupang, Surabaya. Di lokasi itu, mahasiswi kebidanan tersebut lalu menghubungi M melalui sambungan telepon

Saat ke Kota Pahlawan, H ditemani R, pacarnya. Sedangkan pengemudi mobil adalah ayah R. Dari dalam mobil, H lalu memberitahu M bahwa telah sampai di Surabaya.

H dan M memang sudah janjian bertemu di Surabaya. Sebab sebelumnya, H meminta tolong kepada M karena ingin mengaborsi kandungannya hasil hubungannya dengan R. Kandungan H saat itu berusia 2 bulan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

M lalu menyarankan H melakukan aborsi ke dokter E dengan biaya Rp 4 juta. H menyanggupi dan keduanya sepakat janjian bertemu di Jalan Dukuh Kupang. H mengenal M setelah dikenalkan temannya. Sedangkan M merupakan makelar aborsi sekaligus asisten dokter E.

Setelah menunggu sekitar 2 jam di Jalan Dukuh Kupang, tiba lah M dengan mengendarai motor Yamaha Mio. Ia lalu menjemput H menuju tempat praktik dokter E di Jalan Dukuh Kupang Timur. Sedangkan R dan ayahnya disuruh menunggu di dalam mobil.

ADVERTISEMENT

Setiba di tempat praktik dokter E. H kemudian membayar administrasi biaya aborsi dan mendapat nomor antrean 4. Sekitar pukul 15.45 WIB H dipanggil masuk ke ruangan dokter E.

Awalnya H disuruh ganti baju oleh dokter E. Selanjutnya disuruh berdoa dan tidur telentang dengan kaki ditumpu layaknya posisi hendak melahirkan. Tak lama, wajah H ditutupi handuk dan disuntik obat bius.

Dengan profesional, dokter E lalu melakukan aborsi. Setahap demi setahap ia mengeluarkan janin dari rahim H. Proses aborsi itu hanya memakan waktu sekitar 15 menit. H selanjutnya diantar ke sebuah ruangan untuk beristirahat hingga pengaruh obat bius hilang.

Setelah pulih, H selanjutnya diantar M kembali ke lokasi saat pertama dijemputnya. Apes, mereka kemudian ditangkap oleh sejumlah polisi berpakaian preman dari Polres Sidoarjo.

Praktik aborsi yang dilakukan dokter E dibongkar pada Rabu 2 Februari 2011 sore itu. Selanjutnya, lima orang terdiri dari dokter E, M, H, R dan ayahnya kemudian digelandang ke Mapolres Sidoarjo.

Pengungkapan praktik aborsi dokter E yang dilakukan Polres Sidoarjo berawal saat penyelidikan kematian S, warga Rungkut Surabaya. S meninggal karena mengalami pendarahan setelah menjalani aborsi dan dilarikan ke Rumah Sakit DKT Sidoarjo.

Kematian S selanjutnya diselidiki. Belakangan diketahui, sebelum meninggal, S sempat mendatangi tempat praktik dokter E di Dukuh Kupang. Dari sini lah Polres Sidoarjo melakukan pengembangan lalu menangkap dokter E seusai mengaborsi sejumlah pasien termasuk salah satunya, H.

Nama dokter E memang tak asing dalam dunia aborsi. Ia tercatat telah membuka praktik tersebut sejak 23 Oktober 1995. Tak heran, ia kemudian mendapat julukan sebagai raja aborsi. Sebab ribuan pasien pernah ditolong untuk menggugurkan janin yang tak pernah diinginkan itu.

Sebelum ditangkap Polres Sidoarjo, dokter E ini juga sempat tiga kali menjadi incaran polisi karena aborsi. Pada tahun 1997, ia bahkan pernah dua kali ditangkap oleh Polda Jatim. Namun ia dibebaskan karena minim bukti.

Namun, pada penangkapan ketiga di tahun 2007, dokter E kena batunya. Ia ditangkap dengan sejumlah bukti janin hasil aborsi dan beberapa calon pasien di rumahnya berhasil diamankan. Penangkapan ini membuat dokter E tak bisa berkutik dan selanjutnya diseret ke persidangan.

Majelis hakim Pengadilan Negeri Surabaya kemudian menjatuhkan vonis 1 tahun pidana penjara. Vonis ini lebih ringan dari tuntutan jaksa waktu itu yakni 2 tahun 7 bulan. Hakim menilai dokter E terbukti melanggar Pasal 77 UU No.29/2004 tentang Praktik Kedokteran jo Pasal 56 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Namun rupanya dokter E tak pernah insyaf. Buktinya 2 tahun setelah menghirup udara bebas, ia kembali membuka praktik aborsi di rumahnya yang sama. Kali ini, ia ditangkap oleh Polres Sidoarjo.

Kapolres Sidoarjo saat itu AKBP M Iqbal menyebut dokter E diperkirakan menerima pasien 20 hingga 25 orang per pekan. Dengan demikian, pihaknya menduga, dokter E telah menerima sekitar 2 ribu pasien sejak 2008.

"Diperkirakan, sejak praktik mulai Januari 2008 lalu hingga jelang ditangkap, pasien yang telah ditanganinya mencapai 2 ribu orang lebih," kata Iqbal memberi keterangan saat jumpa pers.

Tak jeranya dokter E karena ia berdalih bahwa praktik aborsi yang dilakukan tidak menyalahi ajaran agama Islam yang dianutnya. Ia juga berpendapat janin dengan usia 3 bulan ke bawah belum ditiupkan ruh dan mubah hukumnya untuk digugurkan.

Itu alasan kenapa dokter E selama praktik hanya mau menggugurkan kandungan dengan usia di bawah 3 bulan dengan persetujuan dari keluarga. Ia mengaku selalu menolak melakukan aborsi pasiennya jika janin berusia di atas 3 bulan.

Pendapatnya ini sempat mendapat peringatan keras dari Dinas Kesehatan Surabaya saat itu. Ini karena praktik yang dilakukan dinilai melanggar prosedur dan kode etik. Tapi dokter E bergeming karena ia mengaku punya izin praktik.

Karena keyakinannya ini lah, dokter E kembali harus berurusan dengan polisi dan diseret kembali ke Pengadilan Negeri Surabaya. Kali ini ia diadili bersama asistennya M dengan berkas terpisah.

Pada Rabu, 8 Juni 2011, Hakim Ketua Bambang Pramudyanto menjatuhkan vonis 3 tahun penjara terhadap dokter E. Sedangkan asistennya M dijatuhi vonis lebih ringan yakni 2 tahun penjara.

Putusan itu rupanya dilawan oleh dokter E. Ia kemudian mengajukan upaya hukum dengan banding ke Pengadilan Tinggi. Namun Pengadilan Tinggi malah memperberat hukumannya menjadi 5 tahun pidana penjara terhadap dokter E.

Ia kemudian menjalani masa hukuman di Rutan Kelas I Surabaya yang berada di Medaeng, Sidoarjo. Namun pada Kamis, 2 Maret 2012, dokter E kritis karena kanker laring atau pita suara yang diderita sebelumnya.

Ia selanjutnya dilarikan ke instalasi Graha Amerta RSU dr Soetomo. Pada Jumat, 3 Maret 2012, sekitar pukul 07.00 WIB, dokter E dilaporkan meninggal dunia. Ia pergi selamanya dengan keyakinan praktik aborsi yang dilakukannya tak pernah menyalahi aturan yang ada.

Crime Story merupakan rubrik khusus yang mengulas kisah kriminal yang pernah terjadi di Jatim. Crime Story tayang setiap Senin dan Jumat.

Halaman 2 dari 2
(abq/iwd)


Hide Ads