Juru Sita Pengadilan Negeri (PN) Mojokerto, Mardiono (47) dihukum 5 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider 4 bulan kurungan. Pasalnya, warga Desa Sidoharjo, Gedeg ini terbukti bersalah menjadi kurir sabu untuk seorang narapidana.
Sidang pembacaan vonis untuk Mardiono digelar di Ruangan Cakra, PN Mojokerto pada Kamis (16/3/2023). Sidang dipimpin Ketua Majelis Hakim Husnul Khotimah, serta hakim anggota Jenny Tulak dan Nurlely. Terdakwa Mardiono mengikuti sidang secara daring dari Lapas Mojokerto tempatnya selama ini ditahan.
Vonis dibacakan Ketua Majelis Hakim Husnul Khotimah. Majelis hakim menyatakan Mardiono terbukti bersalah melakukan tindak pidana pasal 114 ayat (1) UU RI nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Mengadili, satu, menyatakan terdakwa Mardiono terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana tanpa hak menjadi perantara dalam jual beli narkotika golongan I," kata Husnul ketika membacakan vonis.
Pasal 114 ayat (1) berbunyi "Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan narkotika golongan I, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 5 tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp1 miliar dan paling banyak Rp 10 miliar".
Namun, majelis hakim PN Mojokerto memvonis Mardiono lebih ringan dibandingkan tuntutan jaksa penuntut umum (JPU). Jaksa menuntut agar Juru Sita PN Mojokerto itu dihukum 7 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan penjara.
"Dua, menjatuhkan pidana kepada terdakwa Mardiono oleh karena itu selama 5 tahun dan denda Rp 1 miliar subsider 4 bulan penjara," ujar Husnul.
Juru Bicara PN Mojokerto Made Cintia Buana ketika dikonfirmasi terkait vonis untuk Mardiono, mengaku belum mempelajari secara detail putusan tersebut. Namun, menurutnya terdapat 3 hal yang meringankan terdakwa.
"Hal-hal yang meringankannya pertama, dia sopan, mengakui perbuatannya, ketiga dia menyesal," terang Made kepada wartawan di kantornya, Jalan RA Basuni, Sooko, Jumat (17/3/2023).
Made menjelaskan, perkara narkotika yang menjerat juru sita PN Mojokerto itu belum inkrah atau berkekuatan hukum tetap (BAT). Karena Mardiono maupun JPU menyatakan masih pikir-pikir ketika merespons vonis majelis hakim. Kedua pihak mempunyai 7 hari untuk menerima putusan atau banding.
Sehingga nasib Mardiono sebagai pegawai PN Mojokerto belum bisa ditentukan. Karena sidang kode etiknya menunggu vonis kasus narkotika itu BAT. Sejauh ini, terdakwa sebatas diberhentikan sementara dari jabatannya sebagai juru sita.
"Masalah yang bersangkutan nanti dipecat atau belum, kami menunggu putusan tersebut BAT. Kalau sudah BAT, kami akan menyerahkan kepada pimpinan agar diserahkan kepada pimpinan lebih di atas. Setelah BAT baru diproses kode etiknya," jelasnya.
Untuk mencegah kasus serupa, tambah Made, pihaknya sudah berkoordinasi dengan Lapas Mojokerto. "Nanti pegawai juru sita untuk memberitahukan salinan putusan, dilakukan di depan. Artinya penyerahan suratnya di depan," tandasnya.
Mardiono mengirim sabu dari Iwan Asmoro (43), warga Desa Penompo, Jetis, Kabupaten Mojokerto pada 28 November 2022. Narkotika golongan I itu ia kirim kepada Achmad Ardiansyah, napi kasus narkoba di Lapas Mojokerto.
Juru sita PN Mojokerto itu menyelipkan paket sabu ke dalam amplop berisi salinan putusan bagi Ardiansyah. Mardiono mendapatkan imbalan 1 gram sabu dari Iwan. Ia mengonsumsi barang haram tersebut.
Malam harinya, Mardiono diringkus tim dari Ditresnarkoba Polda Jatim di rumahnya. Polisi juga menyita barang bukti 0,204 gram sabu dan alat hisap sabu. Iwan dan Ardiansyah juga berhasil ditangkap dan diproses hukum.
(abq/iwd)