"Tadi keterangan korban dibenarkan oleh terdakwa," kata Jaksa Penuntut Umum (JPU) Diah Ratri Hapsari saat dikonfirmasi usai sidang yang dipimpin Suparno, Ketua Majelis Hakim, Selasa (7/3/2023).
Sementara itu, pengacara korban, Arief Syahrul Alam mengatakan kliennya bukanlah seorang dosen seperti yang diberitakan sebelumnya. Namun, ia membenarkan bila kliennya kelahiran Aceh yang saat ini berdomisili di Surabaya.
"Bukan dosen, pekerja swasta, tinggal dan menetap di Surabaya," ungkap Arief saat dikonfirmasi usai persidangan.
Dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU), Diah Ratri, Marnito dinilai sudah mengambil sejumlah barang dan uang milik korban. Malah, ia disebut juga memperkosa pula saat memaksa tinggal bersama dan mengelabuinya.
Masih dalam dakwaan, Marnito menyatakan bisa merampungkan perkara penyerobotan tanah yang dialami korban. Bahkan, dalam kurun waktu singkat, yakni sekitar sebulan saja.
Lantaran tertarik, korban diminta Marnito segera menemuinya di Surabaya. Sesampainya di Surabaya, Marnito lantas memutuskan untuk menyewa apartemen yang berlokasi di Surabaya pusat.
Marnito bermaksud menyewa apartemen agar bisa ditinggali oleh korban selama 2 bulan. Namun biaya sewa senilai Rp 40 juta yang membayar adalah korban dengan janji Marnito akan menggantinya.
"Agar mudah berkomunikasi, terdakwa (Marnito) akan mengganti biaya sewa," kata Diah dalam surat dakwaannya.
Namun, ketika berada di apartemen, Marnito disebut memaksa korban untuk berhubungan intim sembari mengancam tak akan mengurus perkara bila tak menghendakinya. Pun dengan biaya sewa apartemen yang disebut juga tak akan diganti.
Hingga akhirnya, korban mengalami pendarahan usai berhubungan badan dengan Marnito. Bahkan, korban mengaku juga sempat dilarikan ke rumah sakit akibat pendarahan itu.
Tak sampai di situ saja, dalam dakwaan, korban menyebut Marnito juga sempat minta uang sekitar Rp 65 juta di awal dan Rp 70 juta setelah pertemuan dengan alasan untuk mengurus biaya perkara. Selama tinggal bersama di apartemen, pria 34 tahun asal Sumenep itu mengambil semua uang milik korban.
Tak hanya uang, perhiasan, smartphone, hingga kartu kredit milik korban juga diambil. Kartu kredit itu belakangan diketahui digunakan untuk belanja hingga Rp 60 juta.
Mirisnya, rekening tabungan sekitar Rp 300 juta milik korban juga dikuras oleh Marnito. Bahkan, hanya tersisa Rp 28 juta saja.
Belum usai, Martino meminta korban untuk mengirimkannya uang lagi senilai Rp 20 juta melalui aplikasi cashless. Hingga akhirnya, masa sewa apartemen di jantung kota pahlawan itu habis.
Selanjutnya, korban berpindah dan sewa hunian. Di sana, Marnito kembali mengambil barang milik R berupa Apple Macbook, iPad dan Dokumen milik korban.
Usai hal tersebut, Marnito menjanjikan korban untuk dinikahi. korban pun menyetujuinya dan mengaku terpaksa karena diancam. Sehingga, tak bisa menolak permintaan Marnito.
"Setiap minta uang, terdakwa mengancam tidak akan mengurus sengketa lahan dan akan menyebarkan video yang direkam menggunakan HP," ujarnya.
"Bahwa, akibat perbuatan terdakwa, korban mengalami kerugian hingga 400 juta," imbuh dia.
Akibat ulahnya itu, Marnito didakwa Pasal 378 KUHP tentang penipuan, Pasal 285 KUHP tentang pemerkosaan, dan Pasal 368 ayat 1 KUHP tentang pemerasan.
(pfr/iwd)