Status perempuan berinisial AG alias A (15) ditingkatkan sebagai pelaku di kasus Mario Dandy Satriyo (20) dalam penganiayaan Cristalino David Ozora alias David (17). Peningkatan status ini usai polisi menelusuri bukti chat whatsapp hingga CCTV.
Direskrimum Polda Metro Jaya Kombes Hengki Haryadi menyebut pihaknya menemukan fakta baru dalam kasus penganiayaan ini. Fakta ini didapat setelah polisi memeriksa sejumlah alat bukti.
"Kami libatkan digital forensik, kami menemukan fakta-fakta baru, bukti chat WA, video yang ada di HP. Kemudian kami sampaikan, kami juga temukan CCTV sekitar TKP," kata Hengki dikutip dari detikNews, Jumat (3/3/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hasil pemeriksaan alat bukti tersebut, membuat penyidik mengetahui peranan orang-orang yang ada di tempat kejadian perkara (TKP) penganiayaan David.
Untuk itu, polisi berkomitmen pihak yang bersalah akan tetap dihukum. Dia mengatakan, penyidikan kasus dilakukan secara berkesinambungan. Berdasarkan pemeriksaan tersebut, polisi juga menetapkan AG (15) sebagai anak berkonflik dengan hukum alias pelaku.
"Ada peningkatan status dari anak berhadapan dengan hukum meningkat menjadi anak berkonflik dengan hukum ataupun pelaku, kemudian ada perubahan konstruksi pasal," kata Hengki
AG baru ditingkatkan statusnya usai penyidikan kasus ini berjalan 10 hari, setelah peristiwa penganiayaan yang terjadi 20 Februari 2023. Sementara itu, polisi menyebut, penetapan tersangka pada AG ini memakan waktu cukup lama.
"Kenapa peningkatan status ini membutuhkan waktu yang lama, kami harus mengikuti prosedur dalam UU Sistem Peradilan Anak," ungkapnya.
Selain prosedur UU Sistem Peradilan Anak, lanjut Hengki, polisi melibatkan banyak ahli untuk penelitian. Pemeriksaan dan rangkaian tes juga membutuhkan waktu.
"Kami harus melibatkan pekerja sosial untuk melakukan penelitian, kami harus melibatkan tim psikologi untuk laksanakan pemeriksaan dan serangkaian tes yang membutuhkan waktu yang tidak sebentar," jelasnya.
Hengki Haryadi menjelaskan, dalam penanganan kasus ini, penyidik menghadapi 2 kelompok subjek hukum. Yang pertama adalah pelaku orang dewasa.
"Kemudian kita juga menghadapi dua subjek hukum yaitu anak yang berhadapan dengan hukum, yaitu pertama anak sebagai korban dan kedua anak sebagai saksi. Yang kedua ini adalah anak yang berhadapan dengan hukum," tuturnya.
Oleh karena itu, penyidik perlu kehati-hatian, sehingga perlu mengundang mitra agar pemenuhan hak-hak anak tetap terpenuhi. Dalam penyidikan kasus ini, penyidik mengundang Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA), ahli pidana anak, ahli pidana, dan lain-lain.
"Dalam proses penyidikan kami, kami tetap melaksanakan pola penyidikan scientific crime investigation," imbuh Hengki.
Dalam kasus ini, AG dijerat dengan pasal berlapis. "Terhadap anak AG, kami menerapkan Pasal 76C juncto Pasal 80 UU Perlindungan Anak, Pasal 355 ayat (1) KUHP juncto Pasal 56 KUHP subsider Pasal 354 (1) juncto Pasal 56 lebih subsider Pasal 353 (2) juncto Pasal 56 lebih lebih subsider Pasal 351 (2) juncto Pasal 56 KUHP," kata Hengki.
(hil/fat)