Motif perusakan kijing dan batu nisan 60 makam (sebelumnya disebut 56) di TPU Glondong Blitar terungkap. Pelaku yang ngaku sebagai 'Munkar-Nakir' merusak makam karena kesal dengan warga yang mengingkari kesepakatan.
'Munkar-Nakir' perusak makam itu adalah Ketua RW Glondong bernama MSR. Pria itu mengaku kesal dengan keluarga ahli kubur di TPU Glondong yang tidak menaati kesepakatan tidak mengijing makam.
Motif perusakan kijing dan batu nisan itu sebenarnya sudah tersirat dalam surat ancaman yang diatasnamakan 'Munkar & Nakir' oleh pelaku. Surat ancaman yang ditulis MSR itu ditempelkan setelah yang bersangkutan merusak makam.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Maksud dan tujuan pelaku melakukan perbuatan itu karena pelaku tidak terima dengan orang-orang di Lingkungan Glondong yang tidak menaati kesepakatan yang dibuat sesepuh terdahulu, dengan membuat kijing di makam TPU itu," ujar Kasatreskrim Polres Blitar AKP Tika Pusvita Sari kepada detikJatim, Minggu (19/2/2023).
Kini MSR ditetapkan sebagai tersangka perusakan 60 makam di TPU Glondong. Dia akan dijerat dengan Pasal 406 KUHP Subsider Pasal 179 KUHP tentang perusakan makam.
Dengan jeratan pasal tersebut, MSR yang dianggap melakukan kejahatan dengan merusak makam keluarga orang lain itu terancam hukuman selama 2 tahun 8 bulan penjara.
![]() |
Sekadar informasi, TPU Glondong adalah perluasan TPU Sawahan yang sudah penuh dengan memanfaatkan tanah bengkok yang ada di Lingkungan Satreyan.
Luas pemakaman itu sekitar 1.400 meter persegi. Mengingat tidak begitu luasnya lahan pemakaman, warga sekitar sejak awal pembukaan TPU Glondong pada 2003 telah membuat kesepakatan secara lisan.
Kesepakatan tak tertulis itu mengatur bahwa warga, terutama keluarga ahli kubur yang dimakamkan di TPU tersebut dilarang mengijing makam agar pemakaian lahan yang terbatas itu bisa lebih hemat.
Namun, seiring berjalannya waktu, larangan kijing itu mengalami beda persepsi. Apalagi, kesepakatan itu tidak dikuatkan dalam papan pengumuman secara tertulis.
Makin ke sini semakin banyak keluarga ahli kubur yang membuat bangunan kijing di atas makam keluarganya masing-masing dengan beragam bentuk yang minimalis.
"Dulu memang kalau ada makam dikijing ketahuan warga sekitar langsung dicabut. Kijingnya disimpan biar kalau ada keluarga yang ziarah bisa diserahkan dalam keadaan utuh. Tidak dirusak," ujar Tanti, warga setempat.
(dpe/iwd)