Waluyo mungkin tak mengira bakal berhadapan dengan hukum. Dia dibui gegara membongkar pagar pembatas sebuah tanah. Waluyo mengklaim tanah itu warisan kakeknya, di sisi lain seseorang bernama Fanny Halim mengklaim sudah membeli tanah tersebut.
Pembongkaran pagar itu dilakukan pada 2 Februari 2022 silam di Jalan Pandegiling. Waluyo dibantu rekannya, Mat Soleh.
Kala itu, keduanya merusak pagar berbahan seng yang mengitari tanah di lokasi tersebut. Mereka merusak memakai batu dan menarik pagar secara paksa.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Waluyo mengklaim tanah tersebut adalah warisan kakeknya. Sebaliknya, Fanny mengklaim sudah membeli tanah tersebut dari Waluyo. Namun, Waluyo menyebut belum menerima uang penjualan tanah dari Fanny.
Dalam sidang dan petitum atau dakwaan, perbuatan keduanya diketahui warga sekitar bernama Carlesto. Hal itu ia saksikan dari seberang lokasi.
Penasihat hukum Waluyo, Lukman Sugiharto Wijaya keberatan dengan dakwaan yang dilayangkan pada kliennya. Lukman mengklaim Waluyo hanya membuka pagar, bukan merusak. Menurutnya, hal tersebut dilakukan lantaran ingin melihat-lihat aset tanahnya saja.
"Karena tidak ada jalan yang bisa dilewati untuk masuk ke dalam, terpaksa membuka pagar seng. Apakah asetnya masih utuh atau sudah dibangun?," kata Lukman saat di PN Surabaya, Rabu (25/1/2023).
Lukman menegaskan, Waluyo adalah pemilik sah tanah tersebut. Hal itu berdasarkan atas hak eigendom verponding.
"Selaku ahli waris (Waluyo), tidak pernah menerima uang," ujarnya.
Sementara itu, Jaksa Penuntut Umum (JPU), Yulistiono menuntut Waluyo dengan pidana penjara 6 bulan dan rekannya, Mat Soleh selama 4 bulan penjara. Menurutnya, perbuatan keduanya terbukti bersalah lantaran melakukan tindak pidana kejahatan terhadap ketertiban umum.
"Menuntut supaya majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini," tuturnya dalam surat tuntutan.
(dpe/dte)